Akses menuju Pantai Sanglen di Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul masih tertutup hingga saat ini. Pemerintah Kalurahan Kemadang menyebut hal itu inisiatif Keraton Jogja karena ada warga luar Kemadang yang mendirikan lapak di Pantai tersebut.
Carik (Sekretaris) Kalurahan Kemadang, Suminto mengatakan, yang melatarbelakangi adanya kegiatan pembangunan wahana wisata di Pantai Sanglen itu saat ada survei dari Keraton terkait dengan pemanfaatan tanah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Survei tersebut berlangsung saat pandemi COVID-19.
"Saat itu GKR Condrokirono dan Kanjeng Suryo yang berkunjung. Intinya mengidentifikasi tentang tanah Kasultanan," katanya kepada detikJogja, Sabtu (23/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, pihak Keraton menemukan lokasi dengan kondisi sudah tidak digunakan. Di mana lokasi tersebut kios-kiosnya sudah lapuk dan tidak termanfaatkan.
"Intinya di situ karena pascaCOVID-19 itu kan tidak ada aktivitas, terus kamar mandi juga sudah rusak. Akhirnya dari situ pihak Keraton menginisiasi bagaimana kalau dioptimalkan," ucapnya.
"Ditanyakan yang menggarap siapa dan kami matur (bilang) yang menggarap warga lokal, seperti itu," lanjut Suminto.
Singkat cerita, lanjut Suminto, warga lokal mulai dikumpulkan pihak Keraton. Mengingat secara legal formal pemegang atas tanah itu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
"Tetapi lebih bijaksana penggarap itu dipertemukan. Akhirnya sosialisasi di Kalurahan Kemadang sekaligus sosialisasi tentang Pergub No.34 tahun 2017 waktu itu, serta Pergub No.48 tahun 2018 tentang pemanfaatan tanah Kasultanan," ujarnya.
Adapun saat sosialisasi itu yang hadir adalah Bamuskal, Pokdarwis seluruh pantai di sekitar Kemadang hingga Karang Taruna.
"Pada prinsipnya masyarakat mendengarkan paparan dari Kasultanan. Akhirnya di situ muncul beberapa rencana, karena tujuan utamanya adalah pemanfaatan tanah kasultanan berbasis pemberdayaan masyarakat lokal," katanya.
Lebih lanjut, dari pertemuan itu muncul beberapa rencana agar tanah Kasultanan itu bisa bermanfaat tanpa meninggalkan masyarakat. Satu-satunya jalan, kata Suminto, dengan melibatkan pihak ketiga, dalam hal ini investor.
"Itu atas dhawuh (perintah) dari Keraton. Akhirnya kami pun kenal dengan investor. Berhubung dari konsep investor itu memanfaatkan dua tanah, tanah Kalurahan dan tanah Kasultanan sehingga ada dua proses," ujarnya.
Secara rinci, dua proses itu yang pertama adalah izin pemanfaatan tanah Kalurahan dan tanah Kasultanan. Untuk proses izin pemanfaatan tanah Kalurahan pihaknya sudah sampai biro hukum.
"Dan tinggal menunggu waktu tanda tangan Gubernur. Karena berkas tanah Kasultanan dan Kas Desa sudah ada rekomendasi dari Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Gunungkidul tentang kesesuaian ruang. Termasuk rekomendasi Bupati dan berkas lainnya sudah komplet," ujarnya.
Akan tetapi, sehubungan dengan ada review Pergub No.34 tahun 2017 otomatis semua izin tertunda karena memerlukan penyesuaian. Sehingga memerlukan revisi terkait apa yang tertuang dalam Pergub No.24 tahun 2024 tentang pemanfaatan tanah.
"Terkendala ini (pembangunan wahana wisata) karena ada penyesuaian dengan Pergub tersebut. Tapi di biro hukum sudah verifikasi sudah kami dikonfirmasi juga dan kami sampaikan revisinya," ucapnya.
"Untuk tanah SG posisinya sudah di DPTR Provinsi, nanti tinggal menunggu proses ke Panitikismo. Apalagi ini yang berkepentingan Keraton," imbuh Suminto.
Berita selanjutnya bisa dibaca di halaman berikut:
Penutupan Akses Pantai Sanglen
Suminto menceritakan, pembangunan wahana wisata di Pantai Sanglen telah mendapat persetujuan dari warga Kemadang. Bahkan, kesepakatan warga itu mutlak, artinya secara umum warga mendukung tentang program tersbut dan semua tertuang di notulen dan berita acara.
"Nah, tadi saya bilang ada penyesuaian dengan Pergub No.24 tahun 2024 otomatis program pembangunan ini yang sudah dapat izin dari Kasultanan, dari pihak pengembang pending menunggu hasil review, kan seperti itu," ucapnya.
Namun, di tengah-tengah proses tersebut ada segelintir warga yang memanfaatkan tanah Kasultanan di Pantai Sanglen. Bahkan, warga nekat mendirikan lapak untuk berjualan.
"Di sela-sela itu, ketika proses persiapan lahan itu di-pending itu ada beberapa warga yang memanfaatkan momen Tahun Baru yang pengunjungnya banyak, yang akhirnya ada beberapa nekat membangun lapak-lapak di situ," ujarnya.
Meskipun begitu, Suminto secara tegas memastikan warga yang mendirikan lapak tersebut bukan warga Kemadang.
"Tetapi dipastikan untuk mayoritas warga Kemadang itu tidak, justru warga luar Kemadang yang tidak tahu menahu soal MoU dan mendirikan lapak di situ," ucapnya.
Hal tersebut tentu memicu masalah internal di Kalurahan Kemadang. Bahkan, Pokdarwis mempertanyakan ulah warga dari luar Kemadang itu.
"Nah, itu jadi masalah internal kami. Dari Pokdarwis juga menggerutu kok hanya dibiarkan, padahal warga yang jualan di situ secara sukarela dan sadar mendukung program Kalurahan dan Keraton. Lalu akhirnya kita sampaikan ke Keraton," katanya.
Pasalnya Keraton selaku pihak yang berwenang melakukan penertiban tanah Kasultanan. Keraton pun bergerak dan menugaskan perwakilan dari Keraton untuk mengecek lokasi yang dimaksud.
"Ternyata benar ada beberapa lapak yang dibangun di situ.Lalu kita sampaikan ke Keraton langkah-langkah yang perlu ditempuh terkait pembangunan lapak dari warga luar Kemadang," ucapnya.
Namun warga luar Kemadang itu tak kunjung bertemu dengan warga Kemadang. Hingga akhirnya pihak keraton mencari ke lokasi dan bertemu dengan orang tersebut.
"Hasilnya ada beberapa kesepakatan, istilahnya mengakui mendirikan di tanah Kasultanan tanpa izin. Lalu dari pihak yang bersangkutan bersepakat membongkar," ucapnya.
Bahkan, janji-janji itu tidak kunjung terealisasi hingga akhirnya Keraton melayangkan surat kepada warga luar Kemadang itu. Surat itu, sebut Suminto, kurang lebih berisi warga luar Kemadang harus izin dulu karena bisa dikatakan penyerobotan lahan.
"Akhirnya yang bersangkutan menerima surat tapi tidak pergi. Karena tidak ada respons dari yang bersangkutan akhirnya dari Keraton menetapkan kebijakan sementara sambil menunggu izin akses menuju Pantai Sanglen sementara ditutup," katanya.
"Jadi bukan warga yang menutup. Warga juga tidak menolak tentang pembangunan kegiatan tersebut," lanjut Suminto.
Sehingga, kata Suminto, tidak ada penolakan warga terkait pembangunan wahana wisata modern di Pantai Sanglen.
"Jadi yang perlu diluruskan terkait pemberitaan itu bahwa warga Kemadang, 2.500 KK mendukung program tersebut. Kami juga sudah intens bertemu dengan investor bahwa komitmen melaksanakan dengan tujuan pemberdayaan masyarakat lokal," ucapnya.
Simak Video "Video: Viral Lurah di Gunungkidul Disiram, Disebut Karena Masalah Utang"
[Gambas:Video 20detik]
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
PDIP Bawa Koin 'Bumi Mataram' ke Sidang Hasto: Kasus Receh, Bismillah Bebas