Carik (Sekretaris) Kalurahan Kemadang, Suminto, mengatakan pihaknya telah bersepakat terkait pemanfaatan Pantai Sanglen yang nantinya akan dikelola investor. Dia turut menceritakan polemik terkait penertiban sejumlah warga di Pantai Sanglen.
Suminto menjelaskan bahwa Pantai Sanglen ada dua status tanah, yakni tanah milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Sultan Ground (SG) dan tanah kalurahan. Sedangkan untuk tanah kalurahan sendiri kami sudah melalui berbagai macam proses sesuai Pergub No.34 tahun 2017.
"Yang mana tahun 2025 sudah mendapatkan izin pemanfaatan dari Gubernur (Daerah Istimewa Yogyakarta)," katanya kepada wartawan di Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul, Rabu (2/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut, tanah kalurahan juga akan dikembangkan sebagai destinasi wisata bersama investor. Hal itu berawal dari Keraton yang memberikan sosialisasi dalam rangka upaya memaksimalkan fungsi tanah kalurahan dan tanah SG.
Karena di dalam proses pemanfaatan itu sendiri dari mulai sosialisasi sampai dengan dokumen administratif sudah terpenuhi dan sudah mendapatkan izin dari Gubernur DIY.
"Terkait dengan informasi yang sekarang baru jadi bahan pembicaraan terletak di SG. Sehingga menjadi kewenangan Panitikismo Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat," ujarnya.
Pihaknya juga telah membuat kesepakatan untuk optimalisasi tanah. Pihak kalurahan juga menerbitkan SK Pokdarwis untuk bersama-sama mengembangkan pariwisata dengan investor.
"Kami bersama Keraton bekerjasama dan juga sudah menandatangani MoU terkait optimalisasi tanah Kalurahan dan SG. Di dalam proses itu sebenarnya di kalurahan sudah terbit SK tentang Pokdarwis Pantai Sanglen, bahkan sudah ada kesepakatan antara Pokdarwis dan investor terkait pengembangan dan tertuang di berita acara," ucapnya.
Diketahui, sekelompok warga yang menamakan diri Paguyuban Sanglen Berdaulat sempat mendatangi Keraton Jogja untuk menanyakan nasibnya terkait rencana pemanfaatan Pantai Sanglen. Paguyuban Sanglen Berdaulat berisi sejumlah warga yang melakukan aktivitas ekonomi di Pantai Sanglen.
Suminto menyebut permasalahan itu terjadi karena proses izin melalui proses yang cukup lama. Menurutnya, hal itu karena berbarengan dengan perubahan Pergub No.34 menjadi Pergub No.24 tahun 2024.
"Nah, ini selanjutnya terjadi warga yang notabennya bukan warga Kemadang berupaya untuk masuk dan mengisi lahan kosong yang sudah disterilkan pihak Keraton," katanya.
Di sela-sela kekosongan tersebut, beberapa orang memanfaatkannya. Pasalnya mereka menganggap proses pengembangan tanah tersebut tidak jadi.
"Akhirnya kemarin berhubung di lokasi ada beberapa masyarakat, baik itu dari luar Kemadang dan Kemadang, yang tercatat di dokumen kami ada 31 orang melakukan aktivitas di sana, merasa, mengaku, mengklaim. Nah, beliaunya adalah sebagai Paguyuban Sanglen Berdaulat," ucapnya.
Suminto juga menyebut jika paguyuban tersebut belum lama terbentuk. Di mana terbentuknya paguyuban itu di saat izin belum turun.
"Yang pada dasarnya Paguyuban Sanglen Berdaulat itu sendiri baru dibentuk di sela-sela izin ini belum turun," ujarnya.
Sehingga proses selanjutnya menjadi kewenangan Keraton, khususnya kewenangan terkait dengan penertiban.
"Kami juga menunggu dari Keraton, harapan kami nanti setelah semuanya duduk bersama dan sudah dijelaskan tentang status tanah tersebut, lalu mekanisme tentang izin dan hak-hak dari pemohon terkait dengan izin pemanfaatan sudah terpenuhi harapan kami bisa selesai sesuai dengan regulasi atau aturan yang berlaku," katanya.
Sebelumnya, perwakilan Paguyuban Sanglen Berdaulat, Rahmat, belum berbicara banyak terkait penertiban Pantai Sanglen oleh Keraton. Dia hanya mengatakan paguyubannya tengah menyusun langkah-langkah khusus.
"Ini masih menyusun strategi," katanya saat dihubungi detikJogja, Rabu (2/7).
(afn/afn)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi