Massa aksi 'Jogja Memanggil' menolak pengesahan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada dan mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) long march dari parkir Abu Bakar Ali menuju ke Titik Nol Km. Massa memadati jalanan di Malioboro sambil membawa spanduk bahkan 'pisau guillotine' dengan narasi tirani mati di sini.
Pantauan detikJogja Kamis (22/8/2024) pukul 12.50 WIB, massa yang bergerak dari Abu Bakar Ali (ABA) menuju Titik Nol Km Jogja membawa empat mobil. Kendaraan paling depan selain berorasi juga bertugas untuk memecah massa.
Kemudian di tengahnya ada dua mobil, salah satunya terdapat pisau guillotine dan satunya lagi mimbar. Berdasarkan pantauan di lapangan, mobil tersebut tidak melakukan aksi teatrikal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka hanya bergerak bersama empat mobil lainnya. Adapun orasi dilakukan dari pikap yang berada di barisan terdepan.
Selain itu, pada mobil yang berorasi sambil membawa megafon, terlihat membentangkan tulisan seperti 'Tendang Balik Penguasa dan Para Anjingnya Sampai Akhirat' serta 'Kerajaan Masa Pahit'.
Berdasarkan situs Britannica, guillotine adalah pisau yang dipakai untuk menjatuhkan hukuman mati dengan cara dipenggal. Pisau ini diperkenalkan di Prancis pada 1792.
![]() |
Guillotine berbentuk tiang dengan kepala terpidana mati ditaruh di bawah dan lehernya dikunci. Sementara pisau dinaikkan dari atas, dan dijatuhkan hingga memenggal kepala terpidana.
Butet Kartaredjasa Ikut Aksi
Salah satu peserta aksi yang menolak UU Pilkada direvisi adalah budayawan Butet Kartaredjasa.
"Karena sudah persoalannya sudah persoalan rakyat. Yang merasa rakyat punya akal sehat, kewarasan dan perasaan mencintai bangsa dan negara harus turun hukumnya wajib karena yang dirusak konstitusi," jelas Butet di sela aksi, Kamis (22/8).
"Kalau konstitusi demokrasi dan hukum dirusak kita harus berontak. Diingatkan tidak bisa ya diingatkan dengan kekuatan rakyat. Sekarang tugasnya rakyat untuk mengembalikan dalam kita bernegara semua baik," sambungnya.
Butet menegaskan aksi ini bukan masalah kebencian tapi masalah menyelamatkan bangsa dan negara. Menurutnya, aksi ini adalah bentuk kepedulian masyarakat.
"Minimal kita harus mempercayai MK itu tidak terbantahkan apa yang diputuskan. Kalau itu terbantahkan itu berarti mencla-mencle," jelas Butet.
"Sekarang yang kita anut siapa? Kalau MK ya sudah kita manut keputusannya, dan yang bisa mengubah keputusan MK siapa? Ya MK sendiri, bukan baleg yang boneka itu. Itu 100% boneka," sambungnya.
Butet pun menyoroti jadwal sidang paripurna pengesahan UU Pilkada hari ini. Menurutnya, hal ini adalah akal-akalan.
"Tidak ada dalam jadwal DPR program kemarin itu tidak ada, kok mendadak ada lalu sidang paripurna. Itu jelas sebuah skenario akal-akalan yang terang benderang. Mengibuli seluruh rakyat Indonesia. Mosok kita dikibulin mau," cetus Butet.
Rapat Paripurna Pengesahan Revisi UU Pilkada Ditunda
DPR RI sendiri memutuskan menunda rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada. Pasalnya, peserta rapat tak memenuhi kuorum.
Rapat tersebut sejatinya sudah dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas. Paripurna itu diagendakan digelar di ruang rapat paripurna Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat.
Agenda itu sedianya akan dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad. Namun karena rapat tidak memenuhi kuorum karena anggota dewan yang hadir kurang dari 100 orang, maka paripurna ditunda.
"Jadi hadir fisik ini ada 86 orang kalau nggak salah tadi ya. Ya kalau sidang hari ini ya kita tunda, kita ada mekanisme nanti kan harus dirapimkan (rapat pimpinan) lagi, dibamuskan (badan musyawarah) lagi. Jadi hari ini kita DPR mengikuti aturan dan tatib yang ada sehingga pada hari ini pengesahan tidak akan dilaksanakan," ujar Dasco dilansir detikNews.
(apu/ams)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
Sekjen PDIP Hasto Divonis 3,5 Tahun Bui