LBH Jogja Bakal Surati DPR RI Terkait Maraknya Penggusuran di DIY

LBH Jogja Bakal Surati DPR RI Terkait Maraknya Penggusuran di DIY

Adji G Rinepta - detikJogja
Jumat, 25 Jul 2025 19:16 WIB
LBH Jogja dalam jumpa pers menyoroti penggusuran di DIY, Jumat (25/7/2025).
LBH Jogja dalam jumpa pers menyoroti penggusuran di DIY, Jumat (25/7/2025). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja akan menyurati DPR RI untuk melakukan pengawasan terhadap implementasi Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). LBH melakukan langkah ini untuk merespons praktik penggusuran yang disebut belakangan marak terjadi di wilayah DIY.

Direktur LBH Jogja, Julian Duwi Prasetia, mengatakan penggusuran yang terjadi belakangan ini selalu terjadi di atas klaim tanah Sultanaat Ground (SG) dan Pakualamanat Ground (PAG).

"LBH Jogja concern dengan isu Keistimewaan, karena kami melihat ada ancaman pelanggaran hak asasi manusia khususnya di wilayah DIY," jelas Julian dalam jumpa pers di kantor LBH Jogja, Jumat (25/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Julian memaparkan, berdasarkan hasil pendampingan dan pemantauan LBH Jogja, sepanjang 2022-2025 terdapat berbagai penggusuran di DIY yang seluruhnya memanfaatkan tanah SG/PAG.

ADVERTISEMENT

Seperti penggusuran PKL Malioboro pada 2022, pelaku usaha di sisi utara Jalan Perwakilan pada 2023, warga Bongsuwung pada 2024. Kemudian lahan parkir Abu Bakar Ali, warga Tegal Lempuyangan, hingga penggusuran terhadap warga pemanfaat Pantai Sanglen.

Berkaca pada kasus-kasus itu, kata Julian, terdapat lima pola penyingkiran yang digunakan. Seperti stigmatisasi, konflik horizontal, minimnya pelibatan publik, minimnya transparansi informasi, dan lepasnya tanggung jawab negara.

"LBH beberapa hari mendapatkan surat mengenai perintah pengosongan Pantai Sanglen. Di dalam surat itu, termuat bahwa Keraton atau Kasultanan Ngayogyakarta adalah si pemilik tanah," ucap Julain.

"Padahal UU Keistimewaan Yogyakarta memandatkan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis pada Pasal 5 dan memberikan kesejahteraan dan ketentraman kepada masyarakat pada Pasal 6," sambungnya.

Pengelolaan tanah di SG/PAG, menurut Julian, seharusnya diwujudkan dalam kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat sesuai mandat yang tertuang di dalam UU Keistimewaan.

"Dalam UU Keistimewaan Pasal 32 ayat 5 disebutkan bahwa kebijakan harus berorientasi pada aspek pengembangan budaya, sosial, dan masyarakat. Bukan malah menyerahkan pengelolaannya kepada investor sekaligus menyingkirkan warga yang terlebih dulu memanfaatkannya," ungkapnya.

Kepala Divisi Advokasi LBH Jogja, Dhanil Alghifary menambahkan, dengan pola penggusuran yang terjadi selama ini, bukan tidak mungkin penggusuran akan makin marak.

"Dari semua kasus ini akhirnya kami dapat menyimpulkan bahwa tidak ada kepastian hukum bagi warga Jogja, karena bisa saja tanah atau satu kampung tiba-tiba terbit izin pemanfaatan tanahnya oleh Keraton yang kemudian diserahkan ke investor atau entitas bisnis," ujarnya.

Untuk itu, kata Dhanil, pihaknya besok (26/7) akan mengirim surat ke DPR RI agar dilakukan pengawasan terhadap implementasi UU Keistimewaan DIY.

"Kami akan surati DPR RI agar DPR RI melakukan pengawasan terhadap Undang-Undang Keistimewaan, karena ada penghianatan terhadap amanat dari Undang-Undang Keistimewaan yang mana salah satu tujuan dari adanya Undang-Undang Keistimewaan itu adalah untuk kesejahteraan rakyat," terangnya.

Selain itu, di akhir jumpa pers LBH Jogja juga membacakan pernyataan sikap terhadap maraknya penggusuran yang terjadi di DIY. Berikut bunyi pernyataan sikap LBH Jogja:

  1. Mengecam segala tindakan dan kebijakan yang melanggengkan praktik-praktik penyingkiran rakyat dengan dalih "investasi"
  2. ⁠Mendesak distribusi pemanfaatan tanah SG/PAG untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan modal besar yang justru menyingkirkan rakyat
  3. ⁠Mendesak Gubernur DIY sekaligus Sultan untuk menaati konstitusi dan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang berorientasi pada kesejahteraan dan ketentraman rakyat
  4. Mendesak Gubernur DIY sekaligus Sultan untuk fokus pada penuntasan krisis sosial dan ekonomi warga, sebagai bentuk keberpihakan terhadap rakyat
  5. ⁠Menyerukan kepada publik untuk membangun solidaritas dan intervensi bersama terhadap praktik pemiskinan struktural
  6. ⁠Menyerukan kepada publik untuk bersama-sama melakukan kontrol/pengawasan terhadap Pemerintah DIY supaya taat konstitusi




(apu/rih)

Hide Ads