DPRD Bali Soal Terminal LNG: Tidak Boleh Ada Bakau yang Ditebang!

DPRD Bali Soal Terminal LNG: Tidak Boleh Ada Bakau yang Ditebang!

I Wayan Sui Suadnyana - detikBali
Senin, 18 Jul 2022 17:54 WIB
Ketua Pansus Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana saat membacakan laporan mengenai revisi Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2022-2042 saat rapat paripurna DPRD Bali, Senin (18/7/2022).
Ketua Pansus Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana saat membacakan laporan mengenai revisi Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2022-2042 saat rapat paripurna DPRD Bali, Senin (18/7/2022). (Foto: Dok. DPRD Bali)
Denpasar -

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali meminta agar pembangunan terminal khusus liquefied natural gas (LNG) tidak sampai menebang bakau dan mengganggu terumbu karang. Dewan menyebut hutan bakau dan terumbu karang menjadi dua aspek lingkungan yang tidak boleh dikorbankan.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah (Pansus Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2022-2042, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi secara tegas dan jelas dinyatakan bahwa tidak boleh ada hutan bakau yang ditebang, terumbu karang yang dikorbankan atau terganggu keberadaannya," kata Adhi Ardhana saat rapat paripurna DPRD Bali masa persidangan II tahun sidang 2022, Senin (18/7/2022).

Pria yang juga Ketua Komisi III DPRD Bali itu meminta agar pembangunan terminal LNG dikembangkan dengan konsep terintegrasi.

"Intinya sebaiknya dikembangkan dengan konsep pengembangan kawasan yang terintegrasi yang menjadikan pariwisata dan kelestarian lingkungan," kata dia.

Adhi Ardhana menegaskan, pihaknya di Pansus Ranperda RTRW Provinsi Bali Tahun 2022-2042 sepakat agar proyek terminal LNG dikomunikasikan dengan berbagai pemangku kepentingan yang terlibat. Ia pun meminta agar digelar pertemuan yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar.

Selain itu, pihaknya di Pansus Ranperda RTRW Provinsi Bali Tahun 2022-2042 meminta agar pembangunan terminal LNG juga memperhatikan peta kawasan rawan bencana, seperti tsunami, banjir dan likuefaksi. Selain itu juga harus menyesuaikan dengan pola ruang sebagaimana persetujuan teknis Ranperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).

Adapun pola ruang yang harus disesuaikan dengan Ranperda RZWP3K yakni zona pelabuhan, tepatnya di sub zona daerah lingkungan kerja pelabuhan (DLKR) dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan (DLKP) Pelabuhan Serangan dengan karakteristik pelabuhan yang mendukung pariwisata, seperti marina dan olah raga air.

"Kami juga memahami bahwa LNG adalah salah satu bentuk sumber energi bersih yang relatif ramah lingkungan, dan diperlukan sebagai pilihan untuk mengatasi kebutuhan 2x100 MW pembangkit listrik PLN di Pesanggaran, Denpasar Selatan," jelas Adhi Ardhana.

Tak hanya itu, Adhi Ardhana bersama timnya juga menyarankan agar lokasi dari fasilitas penyimpanan dan unit regasifikasi atau facility storage and regasification unit (FSRU) dari LNG mesti sesuai dengan peta rencana RTRW Provinsi Bali dan Kota Denpasar. Termasuk pula dengan memperhatikan izin pemanfaatannya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Hal itu juga mengacu pada arahan serta atensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait upaya pelestarian dan budidaya mangrove. Terlebih mangrove nantinya menjadi salah satu showcase pada Presidensi G-20.




(iws/iws)

Hide Ads