Pantauan detikJogja, tampak dari pintu masuk ke Makam Sewu berjejer para penjaja aneka makanan dan minuman hingga barang-barang seperti gelang dan kalung. Selanjutnya, tampak iring-iringan kirab dengan membawa beberapa gunungan berjalan di antara para penjaja tersebut.
Melongok lebih jauh, tepatnya di sekitaran kompleks makam tersebut tampak puluhan orang memadati pendopo agung Makam Sewu. Tampak beberapa di antaranya mengenakan pakaian adat Jawa dan tengah mengikuti rangkaian adat Nyadran Sewu.
Setelah berdoa bersama, mereka melakukan kenduri. Kemudian para peziarah melakukan tabur bunga dan mendoakan para leluhurnya yang dimakamkan di Makam Sewu.
Ketua Panitia Nyadran Makam Sewu tahun 2024, Hariyadi mengatakan nyadran sudah menjadi tradisi di Pandak dan Pajangan dalam menyongsong bulan suci Ramadan.
"Ini upaya untuk menjaga hubungan baik, mempersiapkan pribadi lahir batin untuk menghadapi bulan Ramadan, dan ini (nyadran) merupakan suatu persiapan khususnya batin kita," kata dia saat ditemui di Makam Sewu, Wijirejo, Pandak, Bantul, Senin (4/3/2024).
![]() |
"(Para leluhur) Ini kita doakan, kita kirimi pahala dengan sedekah. Kemudian disatukan dalam satu rangkaian Nyadran Makam Sewu ini," imbuhnya.
Hariyadi menjelaskan rangkaian nyadran di Makam Sewu cukup panjang. Pertama dengan pengajian semakan Al-Qur'an pada Sabtu (2/3/2024) malam sampai khatam pada Minggu (3/3/2024) sore.
"Kemudian berlanjut zikir, tahlil, pada malam harinya," ujarnya.
Kemudian pagi tadi melakukan zikir dan tahlil khususnya untuk ahli waris yang dari Pedukuhan Kauman, Wijirejo. Tidak berhenti di situ, untuk mencapai puncak acara kenduri diawali dengan arak jodang dengan start dari Balai Kalurahan Wijirejo sampai finis di pendopo Agung Makam Sewu.
"Lalu dilanjutkan dengan kenduri yang diawali zikir dan tahlil yang dipimpin tokoh agama. Berlanjut dengan sambutan Pemerintah Kalurahan Wijirejo dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul," ucapnya.
Selanjutnya tabur bunga dan sedekahan yang disampaikan kepada masyarakat dan peziarah dari ahli waris. Menyoal tentang makna kirab, Hariyadi mengaku semua itu sebagai simbol sedekah ahli waris Panembahan Bodho.
"Kalau kirabnya itu merupakan satu simbol bahwa para ahli waris dari Panembahan Bodho dan para leluhur, anak turunnya menyampaikan sedekah yang pahalanya nanti akan disampaikan kepada masyarakat umum," katanya.
"Yaitu dengan membawa dari rumahnya yang kita simbolkan dari Pemerintah Kalurahan Wijirejo dibawa ke Makam Sewu ini untuk didoakan, disyarati dengan kenduri dengan ubo rampenya. Setelah itu baru disedekahkan kepada masyarakat dan peziarah makam sewu," imbuh Hariyadi.
Tahun ini sendiri, kata Hariyadi, ada delapan bregada yang terlibat. Rinciannya lima dari Wijirejo, Pandak dan dua dari Sendangsari dan Guwosari, Panjangan, Bantul.
"Namanya arak jodang, itu utamanya adalah jodang yang dibawa dengan isi ubo rampe untuk kenduri. Tapi juga ada, seperti Pedukuhan Pengarep itu memang ada gunungan sebagai simbol bahwa ini yang akan disampaikan oleh masyarakat sebagai hasil sawah ladang dari masyarakat ahli waris," ujarnya.
![]() |
Terlepas dari hal tersebut, Hariyadi menyebut jika nyadran Makam Sewu ini oleh Disbud Bantul sudah ditetapkan sebagai Nyadran Agung di Makam Sewu.
"Kemudian di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah tercatat sebagai warisan budaya tak benda," katanya.
Salah satu peziarah yaitu Lasimin (67) mengaku setiap tahun melakukan Nyadran di Makam Sewu. Warga Margokaton, Seyegan, Sleman ini menyebut semua itu karena keluarga besar istrinya yang sudah meninggal dimakamkan di Makam Sewu.
"Iya, setiap tahun pasti Nyadran. Sudah tradisi ini. Karena makam keluarga istri dan keluarga di sini semua," ujarnya.
(cln/dil)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Catut Nama Bupati Gunungkidul untuk Tipu-tipu, Intel Gadungan Jadi Tersangka