Nyadran, atau juga dikenal dengan istilah Ruwahan dan Sadranan, adalah sebuah tradisi yang kerap dijumpai di provinsi DIY dan Jawa Tengah. Tradisi ini dilakukan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Lantas, apa makna tradisi Nyadran dan bagaimana prosesinya?
Menurut 'Makna dan Fungsi Kearifan Budaya Lokal Tradisi Nyadran bagi Masyarakat Sobowono' oleh Heri Kurnia dan Ahmad Rickianto A dalam jurnal Istinarah, tradisi ini telah dilakukan oleh Ratu Tribuana Tungga Dewi, seorang Ratu Majapahit di tahun 1284. Sejak saat itu, Nyadran terus dilakukan secara turun-temurun bahkan hingga saat ini.
Di balik tradisi yang kental, tentunya menyimpan makna yang patut diketahui. Melalui uraian ini, detikJogja hadirkan pembahasan seputar makna tradisi Nyadran berikut prosesinya yang menarik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tradisi Nyadran Adalah
Mengacu pada informasi dari situs Dinas Kebudayaan Jogja, kata 'Nyadran' berasal dari bahasa Sansekerta, 'Sraddha' yang berarti keyakinan. Lebih lanjut, tradisi Nyadran merupakan kegiatan mendoakan leluhur yang sudah pergi mendahului.
Waktu pelaksanaan tradisi Nyadran adalah di bulan Ruwah (Syaban), satu bulan sebelum datangnya Ramadhan. Untuk tanggal pasti pelaksanaannya bervariasi. Mengacu informasi dari situs Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Nyadran dilakukan pada tanggal 15, 20, dan 23 Ruwah.
Ada juga yang menyebut bahwa Nyadran mesti dilakukan pada Jumat Pahing bulan Ruwah tersebut. Orang yang berhak menentukan waktu pelaksanaan Nyadran adalah juru kunci atau orang yang dituakan dalam masyarakat sebagaimana penjelasan dalam situs Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
Prosesi Tradisi Nyadran
Setiap daerah memiliki tata cara atau prosesi yang berbeda-beda. Terlebih, setelah mengalami perubahan zaman, banyak prosesi Nyadran yang 'baru'. Seperti misalnya tambahan hiburan seperti pentas seni di akhir acara. Namun, secara umum, di bawah ini urut-urutan prosesi tradisi Nyadran:
- Besik
Prosesi pertama adalah kegiatan membersihkan makam leluhur dari segala macam kotoran dan rerumputan yang mengganggu. Pada tahap ini, masyarakat akan saling bergotong-royong membersihkan. - Kirab
Setelah membersihkan makam, prosesi Nyadran dilanjutkan dengan arak-arakan atau kirab menuju tempat acara akan dilangsungkan. - Ujub
Ujub adalah kegiatan menyampaikan maksud dari rangkaian adat yang akan dilakukan oleh juru kunci atau pemangku adat. - Doa Bersama
Doa dipimpin oleh pemangku adat dengan tujuan mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal. - Kembul Bujono dan Tasyakuran
Kegiatan makan bersama yang dilakukan oleh seluruh masyarakat. Setiap keluarga diwajibkan membawa hidangan, di antaranya tumpeng, ayam ingkung, tempe, tahu, dan lain-lain. Makanan yang dibawa terlebih dahulu diletakkan di tengah kemudian didoakan oleh pemuka agama. Setelahnya, masyarakat akan mulai santap bersama.
Makna Tradisi Nyadran
Dikutip dari Jurnal Unesa berjudul 'Makna dan Fungsi Tradisi Upacara Nyadran di Dusun Ngadiboyo, Desa Ngadiboyo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk' oleh Jefri Dadang Triyoso dan Yohan Susilo, makna tradisi Nyadran dapat digolongkan menjadi tiga.
Ketiganya adalah makna tradisi Nyadran untuk hubungan antarmanusia, antara manusia dengan Tuhan, dan makna ubarampe. Di bawah ini penjabaran rinci tentang Tradisi Nyadran:
- Makna Tradisi Nyadran untuk Antarmanusia
Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan sesamanya untuk dapat melanjutkan hidup. Tradisi Nyadran hadir untuk mengingatkan manusia agar saling bergotong royong dan memiliki rasa kebersamaan dalam hidup bermasyarakat. - Makna Tradisi Nyadran untuk Hubungan Manusia dengan Tuhan
Nyadran dapat bermakna wujud syukur atas berkah yang diberikan Tuhan, baik untuk umur, kesehatan, hingga hasil panen. Tradisi ini juga sebagai pengingat masyarakat akan pasti datangnya kematian. - Makna Ubarampe Tradisi Nyadran
Banyak ubarampe yang digunakan dalam tradisi Nyadran, contohnya adalah tumpeng dan ayam ingkung. Tumpeng melambangkan usaha manusia yang semuanya harus didasari atas kepercayaan kepada Tuhan. Sementara itu, ayam ingkung dapat dimaknai sebagai penyerahan dan sifat pasrah manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Nah, demikian penjelasan seputar makna tradisi Nyadran berikut prosesinya. Semoga penjelasannya bermanfaat, ya!
(cln/apu)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
Siapa yang Menentukan Gaji dan Tunjangan DPR? Ini Pihak yang Berwenang