Polda DIY menetapkan Lurah Srimulyo Bantul, Wajiran, sebagai tersangka kasus korupsi terkait penyewaan tanah kas desa (TKD). Wajiran diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pemanfaatan TKD maupun tanah kalurahan dengan menyewakan ke pihak swasta tanpa izin Gubernur DIY.
"Betul (Lurah Srimulyo). Untuk yang bersangkutan berdasarkan hasil gelar perkara sudah ditetapkan sebagai tersangka," ucap Haris kepada wartawan, Kamis (10/7/2025).
"Dugaan tipikor pemanfaatan TKD kurun waktu 2013 sampai 2025 tanpa izin Gubernur," ujar Haris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lahan yang dimaksud adalah Tanah Kas Kalurahan Srimulyo persil T 34 klas IV seluas 3.915 meter persegi. Lokasi lahan tersebut berada di Padukuhan Plesedan, Srimulyo, Piyungan, Bantul.
"(Disewakan) Untuk pihak swasta. (Pemanfaatan) Untuk jualan, penginapan," kata Haris.
Dicopot Sementara
Buntut ditetapkan sebagai tersangka, Wajiran juga dicopot sementara dari jabatannya. Senin besok Pemkab Bantul bakal menetapkan Plh untuk menggantikan Wajiran.
"Jadi sesuai dengan regulasi nanti Pak Lurah itu akan kita berhentikan sementara. Karena beliau itu tersangka tindak pidana korupsi," kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Bantul, Hermawan Setiaji saat dihubungi detikJogja, Jumat (11/7/2025).
"SK sudah kita ajukan ke Pak Bupati, mungkin paling lambat Senin (14/7/2025) sudah jadi SKnya. Nanti setelah itu baru kita tunjuk Plh yakni Pak Carik (Srimulyo)," ujarnya.
Pemkab Bantul juga disebut tak memberikan pendampingan hukum. "Karena walaupun praduga tidak bersalah tetapi kan permasalahannya dugaan korupsi," ucapnya.
Lurah Srimulyo Buka Suara
Saat dihubungi wartawan, Wajiran merasa dirinya tak bersalah. Dia mengaku apa yang dilakukannya sesuai prosedur.
"Karena saya ini malah menyesuaikan aturan Gubernur, bukannya melanggar," ujarnya.
Wajiran menjelaskan, dugaan penyalahgunaan TKD itu terkait lokasi usaha restoran di kawasan Bukit Bintang, Piyungan, Bantul. Kasus itu terkait salah satu hotel dan restoran di Bukit Bintang telah berdiri sejak tahun 1990-an dan mengantongi izin lengkap pada 2002 dari Pemkab Bantul.
"Saat menjabat Lurah tahun 2013, saya mengubah perjanjian sewa TKD agar sesuai dengan regulasi baru sesuai kewajiban izin dari Gubernur DIY sejak 2011," ucapnya.
"Lalu perjanjian saya buat baru, dengan masa sewa maksimal 20 tahun dan harganya disesuaikan," lanjut Wajiran.
Selanjutnya, kata dia, pengajuan izin ke Gubernur tersendat di Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY pada tahun 2015. Pasalnya lokasi usaha itu masuk zona merah.
Oleh sebab itu Dinas tersebut menginstruksikan tempat usaha itu ditutup. Wajiran menyatakan tidak memiliki kewenangan menutup tempat usaha itu.
"Karena kalau saya nutup, saya bisa salah," katanya.
Mengaku Tak Ada Uang ke Kantong Pribadi
Wajiran mengaku tak mengambil uang dari hasil sewa TKD tersebut. Uang itu disebut masuk ke kas desa untuk membangun pendopo balai desa dan rumah gamelan.
"Jadi semua uang masuk ke kas desa dan sama sekali tidak ada yang ke kantong pribadi," ujarnya.
"Saya siap membuktikan bahwa saya tidak bersalah," kata Wajiran.
(afn/dil)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan