Menilik Koleksi Museum Ambarrukmo: Batik, Keris hingga Ruang Tidur HB VII

Menilik Koleksi Museum Ambarrukmo: Batik, Keris hingga Ruang Tidur HB VII

Mahendra Lavidavayastama, Jihan Nisrina Khairani - detikJogja
Kamis, 26 Okt 2023 17:51 WIB
Kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada kamis (26/10/2023).
Kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada kamis (26/10/2023). Foto: Mahendra Lavidavayastama/detikJogja
Jogja -

Jogja memiliki banyak pesanggrahan atau tempat penginapan sementara bagi Raja Keraton Jogja. Salah satunya adalah Pesanggrahan Ambarrukmo yang berada di Jalan Laksda Adisucipto, Sleman.

Kompleks ini masih mempertahankan bagian-bagian bangunannya, mulai dari pendopo, Bale Kambang, hingga Dalem Ageng yang sekarang diubah menjadi museum. Yuk simak penjelasan di bawah ini.

Pesanggrahan Ambarrukmo

Pesanggrahan Ambarrukmo memiliki total luas sekitar 1,5 hektare. Saat ini di bawah pengelolaan pihak Royal Ambarrukmo. Di bagian depan atau berada di antara mal dan hotel, terlihat pendopo agung yang pernah digunakan sebagai tempat akad nikah putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep beberapa waktu lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini bangunan utama selain Dalem Ageng, yaitu pendopo. Sekarang dipakai wedding, meeting, dinner, social function sih," ujar Public Relations Officer Royal Ambarrukmo, Aurel mendampingi detikJogja berkeliling kompleks pesanggrahan, Selasa (10/10/2023).

Menambahi, seorang abdi dalem yang ditugaskan oleh Keraton Jogja di Pesanggrahan Ambarrukmo, Mas Jajar Ahmad Bakhtiar menerangkan bahwa Sultan menerima kerabat dan tamu di pendopo agung tersebut.

ADVERTISEMENT

"Kalau dulu buat pisowanan, nerima tamu. Nanti kan Ngarsa Ndalem miyos dari sana (Dalem Ageng) lenggah-nya di sini ngadep (menghadap) selatan terus nanti abdi kerabat duduknya di bawah bentuk huruf U," terang Bakhtiar.

Sebelumnya, pesanggrahan ini juga memiliki alun-alun yang terletak di bagian selatan pendopo hingga melewati Jalan Laksda Adisucipto.

"Kalau bangunan sendiri, depannya itu ada alun-alun. Tapi kepotong Jalan Solo itu. Waktu belum ada jalan raya masih sampai ke depan," katanya.

Selain pendopo, bagian-bagian lain yang ada di Kedaton Ambarrukmo, antara lain pringgitan, Dalem Ageng, Bale Kambang, gandhok tengen, dan juga gandhok kiwa yang digunakan sebagai tempat anak-anak Sultan.

"Ada pringgitan, ini ada Dalem Ageng, sedangkan yang ini ruang makan. Ada juga Bale Kambang, ada pemandian untuk putra-putrinya. Kalau yang sebelah kanan ada gandhok tengen atau keputren (khusus putri). Sebelah kiri yang jadi hotel itu gandhok kiwa atau kesatrian, tempat tinggal untuk anak-anak lelaki," papar Bakhtiar.

Ruang-ruang di Dalem Ageng

Khusus bagian Dalem Ageng, saat ini pemanfaatannya dialihkan untuk museum yang menyimpan beragam koleksi mengenai Keraton Jogja. Memasuki bangunan tersebut, terdapat satu set gamelan di sisi kanan dan potret Sultan Hamengku Buwono I-IV di sisi kiri.

Bangunan utama ini pun memiliki total empat ruangan dengan fungsi yang berbeda-beda. Salah satu ruangan merupakan kamar tidur Sultan Hamengku Buwono VII yang tidak pernah direnovasi sama sekali. Kamar ini biasanya dikunci dan ditutup tirai hitam sehingga tidak boleh didokumentasikan.

"Ini kamarnya HB VII. Lantainya, kursi, lemarinya masih asli. Cuma tempat tidurnya (sekarang) di Keraton. Amben-nya dulu kan tinggi," kata abdi dalem tersebut.

Ndalem Ageng di kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada Kamis (26/10/2023).Ndalem Ageng di kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada Kamis (26/10/2023). Foto: Mahendra Lavidavayastama/detikJogja

Ruangan Wayang

Memasuki ruangan wayang yang terletak di sebelah kiri atau sebelah barat dari arah pintu masuk, ruangan ini berisi koleksi wayang Pesanggrahan Ambarrukmo. Di dalamnya terdapat berbagai karakter wayang, seperti Damarwulan dan Minak Jinggo yang bercerita tentang Raja Blambangan yang ingin mempersunting istrinya, Damarwulan. Selain itu, terdapat pula wayang yang digambarkan sebagai Hamengku Buwono VII.

"Ini ada wayang Hamengku Buwono VII, yang punya hanya sini (Pesanggrahan Ambarrukmo) sama Gusti Yudha. Jadi beliau itu (Gusti Yudha) juga punya wayang Diponegoro. Kalau ini kan wayang cerita Hindu (merujuk pada koleksi wayang Pandawa Lima), tapi ada juga wayang cerita Jawa asli kayak Damar Wulan, Minak Jinggo, itu kan asli Majapahit yang cerita," jelas Bakhtiar.

Salah satu sudut Ruang Wayang di Museum Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada Kamis (26/10/2023).Salah satu sudut Ruang Wayang di Museum Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada Kamis (26/10/2023). Foto: Mahendra Lavidavayastama/detikJogja

Ruangan Batik

Setelah itu, detikJogja memasuki ruang batik yang berada tepat di sebelah utara dari ruang batik, sebelah barat dari pintu masuk. Dalam ruangan itu detikJogja dijelaskan mengenai perbedaan batik Jogja dan Solo.

"Bedanya batik Jogja dan Solo itu pertama dari warna. Kalau di Solo itu cuma dua warna jadi cokelat sama hitam, lebih gelap dari Jogja. Kalau Jogja ada putihnya. Kebetulan yang di sini (ruang batik) Jogja semua," ucap Bakhtiar.

Dalam ruangan tersebut terdapat pula motif jarik yang hanya boleh digunakan oleh Raja/Sultan. Namun koleksi dari Pesanggrahan Ambarrukmo masih terdapat motif lain sehingga masih diperbolehkan untuk digunakan oleh selain Raja.

"Itu ada (motif) Parang Barong. Itu (kain batik) khusus raja sama pangeran yang mau menjadi raja. Kalau yang ini ada selingnya, jadi bisa dipakai untuk anak-anak," katanya.

"Kalau masih ada selingnya ini masih bisa dipakai. Tapi kalau yang Parang Barong sama item saja itu nggak boleh," tegasnya.

Alasan motif tersebut hanya boleh digunakan oleh Sultan atau Raja adalah karena sebagai pemimpin harus memiliki perilaku luhur dan hati-hati dalam mengendalikan diri sehingga dapat menjadi pemimpin yang bertanggung jawab.

"Itu kan tingkat kasta tertinggi yang memiliki makna agar seorang raja atau pemimpin harus selalu hati-hati agar dapat mengendalikan diri sehingga pemimpin yang bertanggung jawab, berwatak dan berperilaku luhur," ucap Bakhtiar menukil dari penjelasan motif Parang Barong.

Batik motif Parang Barong salah satu koleksi Museum Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada Kamis (26/10/2023).Batik motif Parang Barong salah satu koleksi Museum Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada Kamis (26/10/2023). Foto: Mahendra Lavidavayastama/detikJogja

Selain motif yang hanya boleh digunakan oleh raja, terdapat motif batik yang dipergunakan ketika seseorang akan melangsungkan pernikahan, motif tersebut bernama Wahyu Tumurun yang bermakna kemuliaan.

"Untuk nikah saja ada batik namanya Wahyu Tumurun, simbol mahkota terbang menyimbolkan kemuliaan, filosofinya menggambarkan pengharapan agar pemakainya mendapat petunjuk, berkah, rahmat, dan anugerah berlimpah dari Tuhan Yang Maha Kuasa," kata Bakhtiar.

Bakhtiar menjelaskan jika barang-barang yang berada di museum itu sudah diresmikan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya dari Indonesia sehingga negara lain tidak bisa serta-merta mengambilnya.

"Ini juga udah diresmikan sama UNESCO, keris, gamelan, batik, wayang. Jadi ini udah heritage punya Indonesia. Kalau Malaysia mau nyomot nggak bisa," ucapnya sambil tertawa kecil.

Ruangan Keris

Masuk ke ruangan terakhir yakni ruangan keris yang berada di sebelah paling utara dari pintu masuk, ruangan ini berada di sebelah timur dari pintu masuk setelah kamar pribadi Hamengku Buwono VII.

Koleksi keris di Museum Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada Kamis (26/10/2023).Koleksi keris di Museum Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada Kamis (26/10/2023). Foto: Mahendra Lavidavayastama/detikJogja

Dalam ruangan ini berisi macam-macam keris dari berbagai wilayah di Indonesia, terdapat pula bahan serta cara pembuatan keris serta ciri-ciri keris dari berbagai tempat di Indonesia.

"Yang di sini nggak cuma Jogja aja. Ada Jawa Barat juga. Ini proses keris juga ada. Mulanya dari batu meteorit, terus dibakar nantikan jadi lempengan, karena panas terus menyatu dengan pasir besi, nanti jadi lempeng. Dibuat tiga lapis, ini buat pamor. Jadi ditempa. Pamor itu kan motif dari lipatan-lipatan besi yang ditempa. Ada wahyu tumurun, blarak sineret (motif pamor)," ucap Bakhtiar sembari menjelaskan kepada detikJogja.

"Keris kan ciri-ciri nya beda. Kalau Bali itu besar, ada batunya ada ukirannya perak. Kalau Solo juga besar. Jogja yang paling kecil sendiri," tuturnya.

Untuk batu meteorit sendiri cukup mudah dicari namun harga untuk batu tersebut cukup mahal jika melihat dari penjelasan Bakhtiar.

"Kalau sekarang ya paling di pasar bebas ada. Nggak sulit untuk dicari tapi ya harganya mahal," lanjutnya.

Bakhtiar turut menjelaskan jika pada umumnya di tiap keris terdapat lengkungan yang bernama 'Luk', ini bermacam-macam jumlah lengkungannya dan memiliki filosofi yang berbeda. Jika seseorang ingin membuat keris maka umumnya mereka akan melakukan puasa terlebih dahulu.

"Luk itu macem-macem. Ada luk 3 itu jangkung, ada luk 5 pandawa, ada luk 7 carubuk punya Sunan Kalijaga, ada luk 9, ada luk 13. Masing-masing itu kegunaannya beda-beda. Filosofinya kan beda-beda. Kalau zaman dulu kan puasa dulu to untuk proses pembuatan keris. Ritual dulu nanti bakar-bakar," ucap Bakhtiar sebelum meninggalkan ruangan keris.

Jarang yang Tahu Pesanggrahan Ambarrukmo

Ketika ditanya mengenai tantangan dalam mengelola pesanggrahan, General Manager Royal Ambarrukmo Herman Courbois merasa bahwa masih sedikit masyarakat yang mengetahui soal kedaton ini. Letaknya yang berada di antara mal dan hotel menyebabkan orang lebih tertarik untuk berkunjung ke dua tempat itu daripada ke pesanggrahan.

"Akhirnya saya lihat pesanggrahannya dapat nama juga karena memang banyak orang yang mungkin tidak tahu. Mereka tahunya ada Amplaz mal, ada Royal Ambarrukmo, tapi tidak tahu ada sesuatu di tengah-tengah. Ini tantangannya adalah gimana caranya bisa lebih luas lagi supaya semua masyarakat tahu kalau tempatnya terbuka untuk umum," papar Herman.

Pendopo Ageng dilihat dari dalam Ndalem Ageng kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada Kamis (26/10/2023).Pendopo Ageng dilihat dari dalam Ndalem Ageng kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo, Sleman, DIY. Foto diunggah pada Kamis (26/10/2023). Foto: Mahendra Lavidavayastama/detikJogja

Berkaitan dengan museum dan koleksinya, pihak hotel sebagai pengelola sedang melakukan perbaikan-perbaikan agar masyarakat luas lebih tertarik untuk mengunjungi bangunan cagar budaya tersebut.

"Kalau orang mau tahu apa yang dulu terjadi, HB VII, dulunya bangunan seperti apa, Bakhtiar juga bisa menjelaskan. Kita ada museum yang lagi direvitalisasi, kita upgrade terus supaya menjadi jauh lebih bagus. Gimana caranya supaya lebih banyak orang datang mengenal budaya Jawa," tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh Mahendra Lavidavayastama dan Jihan Nisrina Khairani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 3
(rih/ahr)

Hide Ads