Kala Warga Bong Suwung Jogja Sudahi Perlawanan Penggusuran

Terpopuler Sepekan

Kala Warga Bong Suwung Jogja Sudahi Perlawanan Penggusuran

Tim detikJogja - detikJogja
Sabtu, 28 Sep 2024 13:03 WIB
Warga Bong Suwung Jogja menggelar aksi demo di depan kantor PT KAI Daop 6 Jogja di Lempuyangan, Selasa (24/9/2024).
Warga Bong Suwung Jogja menggelar aksi demo di depan kantor PT KAI Daop 6 Jogja di Lempuyangan, Selasa (24/9/2024). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Warga Bong Suwung, Jlagran, Gedongtengan, Kota Jogja, sempat melawan penggusuran dari PT KAI Daop 6. Warga sempat menggelar aksi di DPRD DIY maupun di kantor Daop 6 hingga menyurati presiden. Namun, akhirnya warga menerima penggusuran dengan mengambil uang ganti bongkar uang angkut dari PT KAI.

Kabar penggusuran itu berawal saat PT KAI Daop 6 akan melakukan sterilisasi Bong Suwung untuk emplasemen Stasiun Tugu Jogja, pada akhir Agustus 2024 lalu. Kabar itu lalu direspons dengan warga Wong Suwung mengadukan nasibnya ke DPRD DIY pada Kamis (29/8).

Ketua Paguyuban Warga Bong Suwung, Jati Nugroho, menjelaskan warga menempati lokasi tersebut sudah cukup lama, mulai dari yang awalnya kumuh hingga kini kawasan itu sudah tertata.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi orang-orang kepepet semua di sana (Bong Suwung), kepepet untuk mencari makan akhirnya menempati lokasi itu," jelas Jati kepada wartawan di gedung DPRD DIY Malioboro, Kamis (29/8).

Wacana penggusuran itu pun sudah lama didengar warga. Warga lalu melakukan aksi di DPRD DIY dengan harapan bisa mengulur waktu penggusuran yang kala itu diberi tenggat waktu akhir Agustus 2024.

ADVERTISEMENT

Perlawanan Warga Bong Suwung

Perjalanan warga melawan penggusuran dilakukan beberapa kali mediasi dengan PT KAI difasilitasi DPRD DIY. Di bulan September ini setidaknya tercatat sedikitnya lima kali warga mediasi dengan PT KAI Daop 6. Mediasi itu pun berjalan alot dengan tuntutan agar menunda penggusuran dan meminta ganti tempat.

"Mungkin warga juga punya pandangan lain, 'kalau saya uang ndak mau, tapi carikan tempat', ada juga yang minta relokasi, mungkin ada juga yang menerima ongkos bongkar. Nanti kita sodorkan ke KAI," jelas kata Jati saat ditemui di kawasan Bong Suwung, Jumat (6/9).

Diketahui dalam mediasi di Gedung DPRD DIY, Rabu (4/9) besaran uang bantu bongkar itu yakni Rp 150 per meter persegi untuk bangunan semi permanen, dan Rp 250 ribu per meter persegi untuk bangunan permanen. Belakangan nominal itu telah dinaikkan masing-masing Rp 50 ribu.

Terkait permintaan warga Bong Suwung itu, Manajer Humas KAI Daop 6, Krisbiyantoro, menerangkan pihaknya tak punya wewenang untuk merelokasi. Dia menerangkan status tanah itu Sultan Ground sehingga pihaknya hanya bisa memberikan uang bantu bongkar.

"Kita tentu tidak bisa menganggarkan mengganti tanahnya sendiri, tidak mungkin, karena kami juga akan diperiksa BPK, sudah ada aturan mainnya," tutur Krisbi.

"Kita sudah berupaya meringankan beban saudara-saudara kita dengan uang bantu bongkar. Itu pun plus bila butuh armada akan kami sediakan. Besarannya memang sudah dimaksimalkan, mentok," jelas dia.

Warga sempat berupaya meminta penundaan penggusuran dengan menggeruduk kantor KAI di Lempuyangan, Selasa (24/9). Mereka juga sempat menyurati Presiden pada Senin (9/9) lalu. Meski begitu, PT KAI bersikeras untuk melakukan sterilisasi dengan mengirimkan surat peringatan (SP).

PT KAI Daop 6 akhirnya memberikan ultimatum kepada warga Bong Suwung setelah mengirimkan surat peringatan 1 dan 2. Batas waktu warga untuk kepastian pindah hingga Jumat (27/9) pukul 15.00 WIB.

"Karena SP3 yang sudah diberikan PT KAI tanggal 20 September dengan masa berlaku 7 hari, berarti akan berakhir tanggal 26 (September). Nah tanggal 27-nya KAI secara aturan sudah berhak melakukan tindakan," jelas Krisbi usai audiensi, Selasa (24/9).

Krisbi menerangkan warga Bong Suwung juga diberi tambahan uang angkut Rp 500 ribu tiap hunian. Hal ini sesuai dengan permintaan warga yang meminta kompensasi jasa angkut berupa uang. Krisbi berharap warga sudah tidak lagi mengajukan protes dan bagi yang menolak kesepakatan akan ditertibkan pada 27 September 2024.

"Tetap akan ditertibkan, setelah tanggal 27 (September) kan sudah diperkenankan secara aturan. Ya (tanpa kompensasi), batas kompensasi itu diserahkan tanggal 27 jam 3 sore," ujarnya.

Warga Bong Suwung di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Kamis (12/9/2024).Warga Bong Suwung di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Kamis (12/9/2024). Foto: dok Istimewa

Pada tenggat waktu yang diberikan, 27 September 2024 kemarin, warga akhirnya menerima uang ganti bongkar dan uang angkut yang ditawarkan KAI. Warga pun sudah menerima kompensasi dan siap membongkar sendiri bangunannya hingga 2 Oktober mendatang.

"Sampai saat ini kondusif dan sudah datang ke kami, menyatakan setuju untuk menerima uang bantu ganti bongkar, dan angkut," kata Krisbiyantoro saat dihubungi wartawan, Jumat (27/9).

"Mereka sanggup bongkar mandiri, kami berikan waktu, tunggu progres dari warga, karena sudah menyatakan kesanggupannya. Maksimal tanggal 2 (Oktober)," imbuh Krisbi.

Potret kawasan Bong Suwung, Kota Jogja, setelah warga menerima tawaran PT KAI soal kompensasi untuk membongkar tempat tinggal  mereka secara mandiri, Jumat (27/9/2024) sore.Potret kawasan Bong Suwung, Kota Jogja, setelah warga menerima tawaran PT KAI soal kompensasi untuk membongkar tempat tinggal mereka secara mandiri, Jumat (27/9/2024) sore. Foto: Adji G Rinepta/detikJogja

Warga Bong Suwung Mulai Berkemas

Pada Jumat (27/9) sore kemarin, tampak sejumlah warga sudah mulai membongkar bangunan tempat tinggalnya. Terlihat beberapa bangunan masih berdiri kokoh, tapi ada juga yang sudah rata dengan tanah.

Beberapa warga juga tampak mencopoti atap bangunan yang mayoritas berbahan seng itu. Ada pula yang sibuk membereskan barang-barangnya.

Ketua Paguyuban Warga Bong Suwung, Jati Nugroho, menyebut waktu pengosongan Bong Suwung dinilai terlalu mepet. Dia menyebut pelunasan pembayaran uang ganti bongkar dan angkut bakal dilakukan di Balai Bong Suwung.

"Mau tidak mau warga saya harus berusaha secepat mungkin membereskan barang-barang. Beres-beres kan perlu waktu." terang Jati saat ditemui kemarin.

Jati pun menceritakan dilema yang dialami warga saat memutuskan menerima tawaran dari KAI. Meski berat, keputusan itu akhirnya diterima daripada kehilangan haknya.

"Kami dihadapkan dengan dua pilihan yang sulit, di satu sisi jika warga tidak menjawab tawaran KAI, nanti pas sini dikosongkan (paksa) jelas warga saya kehilangan hak," kata Jati.

"Tapi kalau memilih deal dengan kompensasi yang ditawarkan, ini sedikit banyak kalau untuk biaya kehidupan ke depan belum apa-apa. Kalau menerima jelas bebannya masih berat, tapi daripada konyol sama sekali tidak dapat akan lebih susah," tutur dia.




(ams/ams)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Hide Ads