Pelaku Usaha Jasa Wisata Mengeluh Malioboro Minim Toilet

Pelaku Usaha Jasa Wisata Mengeluh Malioboro Minim Toilet

Adji G Rinepta - detikJogja
Rabu, 02 Jul 2025 16:20 WIB
Jumpa pers Launching Tempat Khusus Merokok (TKM) Malioboro, Kota Jogja, Rabu (2/7/2025).
Jumpa pers Launching Tempat Khusus Merokok (TKM) Malioboro, Kota Jogja, Rabu (2/7/2025). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Pelaku usaha jasa wisata di Malioboro mengeluhkan minimnya toilet di kawasan Malioboro. Wali Kota Jogja, Hasto Wardoyo, pun menyentil Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) dan Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kota Jogja terkait hal itu.

Momen itu terjadi saat jumpa pers Launching Tempat Khusus Merokok (TKM) Malioboro, Rabu (2/7) siang. Tepatnya pada sesi diskusi di hadapan awak media serta perwakilan kelompok pelaku wisata di Malioboro.

Saat itu Ketua Koperasi Andong DIY, Rohmat Riyanto, melontarkan keluhan minimnya toilet umum di kawasan Malioboro. Menurutnya, kusir andong kesusahan mengakses toilet terdekat lantaran tak bisa jauh meninggalkan andongnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai informasi, di kawasan Malioboro hanya ada dua toilet umum. Keduanya berada di sisi timur jalan Maliboro, satu di sebelah selatan Gedung DPRD DIY dan satu lagi di dekat Tourism Information Center (TIC).

"Di Malioboro itu minim sekali toilet, minta saran kepada bapak-bapak bagaimana supaya kusir ini bisa buang air kecil yang dekat. Kita juga kalau kejauhan toiletnya kudanya bisa bablas ke mana-mana," jelas Rohmat pada sesi diskusi dengan Pemkot Jogja di Mal Malyabara, Rabu (1/7/2025).

ADVERTISEMENT

Sementara itu Ketua Paguyuban Becak Jogja, Parmin, juga mengeluhkan hal yang sama. Para pembecak menurutnya kadang harus mencari masjid terdekat hanya untuk buang hajat.

"Ya selama ini larinya jauh mas, kebanyakan ke masjid," jelas Parmin saat dihubungi detikJogja, hari ini.

Parmin pun berharap pemerintah segera menambah toilet umum di Malioboro. Terkhusus di sisi barat jalan yang saat ini tak tersedia toilet umum. Di samping itu, baik andong dan becak sama-sama mangkal di cekungan yang hanya tersedia di sisi barat jalan.

"Ya tetep kurang jumlahnya, jadi kalau bisa itu toiletnya jumlahnya di sebelah barat minimal 5, ya to, pinter kok pemerintah buat gitu," sambungnya.

Terkait masalah itu, Hasto langsung melemparkan jawabannya ke Kepala Disbud Yetti Martanti dan Kepala Dispar Wahyu Hendratmoko, sebagai dinas terkait masalah itu.

"Ini saya mau tanya, idenya Bu Yetti apa, nanti habis itu idenya pak Kepala Dinas Pariwisata," ujar Hasto menjawab keluhan itu.

Jawaban Disbud Kota Jogja

Yetti menjawab sudah ada beberapa titik toilet umum di Malioboro tapi memang jumlahnya masih sedikit. Terkait keluhan itu, menurutnya pihaknya akan mengomunikasikan lagi dengan pihak terkait.

"Sementara masih masuk di kawasan toko-toko bapak, tapi memang yang kita tempatkan memang belum ada. Yang untuk publik ada di dekat DPRD DIY," ujar Yetti menjawab pertanyaan Hasto.

"Nanti kita akan koordinasi, komunikasi dengan beberapa pelaku yang memungkinkan untuk kita buka toilet, karena masalah lahan yang harus dikomunikasikan," lanjutnya.

Jawaban Yetti itu tak memuaskan Hasto.

"Lha itu bahasanya bahasa pemerintah banget, 'akan saya koordinasikan', ya itu kalau bahasa Kulon Progo namanya mbelgedes. Koordinasi dan komunikasi kan itu omon-omon, rill-nya apa kan harus jelas," timpal Hasto. Para audiens yang hadir pun bersorak.

Jawaban Dispar Kota Jogja

Hasto kemudian melempar ke Kadispar Wahyu untuk menjawab pertanyaan yang serupa. Wahyu menjawab dengan dua ide. Pertama, pihaknya akan coba menembusi pengusaha besar yang ada di Malioboro seperti toko besar atau mal untuk bisa menyediakan toilet umum di beberapa titik di tempat usahanya.

"Akan kita masukkan dalam upaya monitoring tempat usaha pariwisata kami bapak kalau misal terjadi kesepakatan," ungkap Wahyu.

Ide kedua, lanjut Wahyu, yakni dengan pengadaan toilet mobile yang bisa ditempatkan sesuai kondisi rill di lapangan.

"Ide kedua kita membuat toilet mobile yang bisa dipindah berdasarkan kepadatan pengunjung, kita bisa menyasar dengan program CSR," sambungnya.

Hasto pun memberikan dua respons yang berbeda untuk masing-masing jawaban Wahyu. Untuk jawaban pertama, Hasto lagi-lagi menyindirnya. Namun untuk jawaban kedua, Hasto bilang itu cara yang paling logis saat ini.

"Itu (jawaban pertama) bahasa birokrasi lagi, kalau bahasa praktisnya harusnya ada tapi masih agak lama, realisasinya yo agak lama," ujar Hasto merespon jawaban Wahyu yang pertama.

"Nah ini (Jawaban kedua) agak waras, nilainya 7,5. Saya kira itu salah satu cara yang terlintas di benak saya, kalau mau cepet ya (itu cara yang bisa diambil), sambil kita nanti long term-nya nanti bisa membangun," imbuhnya.




(dil/apu)

Hide Ads