Apakah Boleh Puasa Muharram tapi Belum Mengganti Puasa Ramadhan?

Apakah Boleh Puasa Muharram tapi Belum Mengganti Puasa Ramadhan?

Ulvia Nur Azizah - detikJogja
Kamis, 26 Jun 2025 17:41 WIB
Ucapan Selamat Tahun Baru Islam
Ilustrasi bulan Muharram. Foto: Getty Images/Ardkyuu
Jogja -

Puasa Muharram khususnya pada tanggal 9 dan 10, merupakan salah satu amalan sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Namun, sebagian orang masih menyimpan pertanyaan, apakah boleh puasa Muharram tapi belum mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal? Pertanyaan ini sering muncul menjelang masuknya bulan Muharram, terutama bagi yang masih memiliki tanggungan qadha.

Isu ini memang tidak sederhana, karena menyangkut prioritas antara ibadah wajib dan sunnah. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, dan masing-masing memiliki dasar pertimbangan yang kuat dari sisi fikih.

Lantas, bagaimana sebaiknya menyikapi situasi ini? Yuk, simak penjelasan lengkapnya agar ibadah kita tetap sah dan berpahala!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah Boleh Puasa Muharram tapi Belum Mengganti Puasa Ramadhan?

Perlu dipahami bahwa puasa qadha Ramadhan termasuk ibadah wajib yang sebaiknya disegerakan pelaksanaannya. Hal ini ditegaskan dalam Buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah karya Nur Solikhin, yang menjelaskan bahwa menunda qadha tanpa uzur syariat bisa menjadi pelanggaran yang serius. Bahkan, bila seseorang dengan sengaja lebih memilih puasa sunnah dan mengabaikan kewajiban qadha Ramadhan, maka hal itu bisa tergolong haram secara hukum fiqih.

Salah satu dalil yang mendasari pentingnya menyegerakan puasa qadha adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 184:

ADVERTISEMENT

"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka, siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, lalu ia berbuka maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan, wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan, berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2]: 184)

Dalam buku yang sama, Nur Solikhin juga menegaskan bahwa ibadah qadha tidak boleh ditunda hingga mendekati Ramadhan tahun berikutnya tanpa alasan syari. Bahkan dikatakan bahwa puasa sunnah seperti puasa Muharram sebaiknya tidak dilakukan sebelum qadha Ramadhan ditunaikan, karena mendahulukan yang sunnah atas yang wajib bukanlah tata ibadah yang benar.

Meskipun begitu, sebagaimana dijelaskan dalam sumber lain seperti NU Online, terdapat pandangan moderat dari sebagian ulama yang membolehkan puasa qadha dilakukan pada hari-hari utama seperti Muharram. Dengan kata lain, seseorang dapat meniatkan puasa qadha di tanggal-tanggal utama, seperti 9 atau 10 Muharram, sehingga tetap mendapat pahala puasa wajib sekaligus meraih keutamaan waktu.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa paling utama tetaplah mendahulukan menyelesaikan kewajiban, kemudian baru melaksanakan amalan-amalan sunnah. Ini sejalan dengan prinsip umum dalam ibadah bahwa amal fardhu harus didahulukan daripada yang sunnah.

Bolehkah Menggabungkan Niat Puasa Muharram dengan Qadha Ramadhan?

Dikutip dari buku Ensiklopedia Islam (Akidah, Ibadah, Muamalah, Tematik) tulisan Dr. Makmur Dongoran, dalam istilah fikih, praktik menggabungkan dua ibadah dalam satu waktu dengan satu niat dikenal sebagai at-tasyrik. Para ulama memiliki perbedaan pandangan mengenai hukum penggabungan ini. Sebagian membolehkan, sementara sebagian lain melarang atau memakruhkannya. Perbedaan ini muncul karena tidak ada nash (dalil) yang secara tegas menyatakan keabsahan atau larangannya.

Salah satu dalil penting yang menjadi acuan tentang boleh tidaknya menunda qadha puasa Ramadhan adalah atsar dari Aisyah radhiyallahu 'anha. Ia berkata:

"Saya memiliki hutang puasa Ramadhan, dan saya tidak sanggup membayarnya kecuali di bulan Sya'ban." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari sini dipahami bahwa qadha puasa tidak harus dilakukan langsung setelah Ramadhan, selama masih dikerjakan sebelum Ramadhan berikutnya. Maka, ada ruang untuk mengerjakan puasa sunnah seperti puasa Muharram terlebih dahulu, atau bahkan menggabungkannya dengan qadha.

Dalam hal penggabungan niat, Imam As-Suyuthi dalam Al-Asybah wa An-Nazhair (1/22) menyatakan:

"Kalau seseorang mengqadha puasa, atau puasa nazar, atau kaffarah, kemudian ia meniatkan bersama puasa Arafah, maka puasanya sah dan mendapatkan dua pahala (yakni pahala wajib dan sunnah)."

Namun, ada juga pendapat yang lebih ketat, seperti dari Syaikh Bin Baz dan Prof Dr Sulaiman Ar-Ruhaili, yang menyatakan bahwa penggabungan niat tidak sah untuk dua jenis puasa berbeda, dengan merujuk pada kaidah:

Ψ₯Ω† Ψ§Ω„Ω†ΩŠΨ© Ψ₯Ψ°Ψ§ ΨͺΨ²Ψ§Ψ­Ω…Ψͺ ΨΊΩ„Ψ¨Ψͺ Ψ§Ω„ΩƒΨ¨Ψ±Ω‰ Ψ§Ω„Ψ΅ΨΊΨ±Ω‰
"Sesungguhnya niat apabila digabungkan, maka yang besar akan mengalahkan yang kecil."

Menurut mereka, jika puasa wajib dan sunnah digabung, maka hanya niat yang wajib saja yang sah dan keutamaan sunnahnya tidak didapat.

Kesimpulannya, menggabungkan niat puasa sunnah Muharram dengan qadha Ramadhan diperbolehkan menurut sebagian ulama, dan tetap sah serta berpahala. Namun, jika memungkinkan, memisahkan kedua niat dan ibadah tetap merupakan pilihan yang lebih afdhal, agar tidak mengurangi nilai ibadah sunnah maupun kewajiban qadha.

Bacaan Niat Puasa Muharram dan Qadha Ramadhan

Setiap ibadah akan lebih afdhal jika diawali dengan niat, begitu juga dengan puasa sunnah yang dikerjakan di bulan Muharram. Berikut ini adalah bacaan niatnya.

1. Niat Puasa Muharram

Ω†ΩˆΩŠΨͺ Ψ΅ΩˆΩ…ΩŽ Ψ΄ΩŽΩ‡Ω’Ψ±Ω Ω…ΩΨ­ΩŽΨ±Ω‘ΩŽΩ…ΩŽ Ψ³ΩΩ†Ω‘ΩŽΨ©ΩŽ اللهِ ΨͺΨΉΨ§Ω„Ω‰
Nawaitu shauma syahri Muharram sunnatal lillaahi ta'aala
Artinya: "Saya naat berpuasa Muharram mah karena Allah Ta'ala."

2. Niat Puasa Tasua

Ω†ΩŽΩˆΩŽΩŠΩ’Ψͺُ Ψ΅ΩŽΩˆΩ’Ω…ΩŽ غَدٍ ΨΉΩŽΩ†Ω’ أَدَاِؑ Ψ³ΩΩ†Ω‘ΩŽΨ©Ω Ψ§Ω„Ψͺَا سُوعَاؑ لِلهِ ΨͺΩŽΨΉΩŽΨ§Ω„ΩŽΩ‰
Nawaitu shauma ghadin 'an adΓ’'i sunnatit TasΓ»'Γ’ lillΓ’hi ta'Γ’lΓ’.
Artinya: "Aku berniat puasa sunah Tasu'a esok hari karena Allah SWT."

3. Niat Puasa Asyura

Ω†ΩŽΩˆΩŽΩŠΩ’Ψͺُ Ψ΅ΩŽΩˆΩ’Ω…ΩŽ غَدٍ ΨΉΩŽΩ†Ω’ أَدَاِؑ Ψ³ΩΩ†Ω‘ΩŽΨ©Ω ِعَا شُورَاؑ لِلهِ ΨͺΩŽΨΉΩŽΨ§Ω„ΩŽΩ‰
Nawaitu shauma ghadin 'an adΓ’'i sunnatil Γ’syΓ»rΓ’ lillΓ’hi ta'Γ’lΓ’.
Artinya: "Aku berniat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah SWT."

4. Niat Qadha Puasa Ramadhan

Sesuai penjelasan sebelumnya, umat Islam yang masih memiliki utang puasa Ramadhan dan menggantinya di bulan Muharram tetap berpeluang mendapatkan dua keutamaan sekaligus, yaitu pahala menunaikan kewajiban serta keutamaan berpuasa di waktu yang dianjurkan. Jika kamu berniat mengqadha puasa di bulan Muharram, berikut niat yang bisa dibaca:

Ω†ΩŽΩˆΩŽΩŠΩ’Ψͺُ Ψ΅ΩŽΩˆΩ’Ω…ΩŽ غَدٍ ΨΉΩŽΩ†Ω’ Ω‚ΩŽΨΆΩŽΨ§Ψ‘Ω ΩΩŽΨ±Ω’ΨΆΩ Ψ±ΩŽΩ…ΩŽΨΆΩŽΨ§Ω†ΩŽ Ω„ΩΩ„Ω‘ΩŽΩ‡Ω ΨͺΩŽΨΉΩŽΨ§Ω„ΩŽΩ‰
Nawaitu shauma ghadin 'an qadhaai fardhi ramadhaana lillahi ta'aalaa.
Artinya: "Aku niat puasa esok hari sebagai ganti fardhu Ramadhan karena Allah Taala."

Di akhir penjelasan ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa mengganti puasa Ramadhan sebaiknya tetap didahulukan.




(par/rih)

Hide Ads