Bulan Muharram, khususnya pada tanggal 9 (Tasu'a) dan 10 (Asyura), menjadi waktu istimewa bagi umat Islam untuk melaksanakan puasa sunnah. Namun, bagaimana jika seseorang masih memiliki utang puasa Ramadhan? Apakah boleh menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa Tasu'a atau Asyura?
Pertanyaan ini kerap muncul di tengah umat, terutama bagi mereka yang ingin meraih keutamaan puasa sunnah namun belum menunaikan kewajiban qadha Ramadhan. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 184:
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arab latin: Ayyāmam ma'dūdāt(in), faman kāna minkum marīḍan au 'alā safarin fa 'iddatum min ayyāmin ukhar(a), wa 'alal-lażīna yuṭīqūnahū fidyatun ṭa'āmu miskīn(in), faman taṭawwa'a khairan fahuwa khairul lah(ū), wa an taṣūmū khairul lakum in kuntum ta'lamūn(a).
Artinya: (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Ayat ini menunjukkan bahwa puasa Ramadhan yang ditinggalkan harus diganti di hari lain, dan hal ini menjadi landasan penting dalam pembahasan tentang boleh tidaknya menggabungkan niat qadha dengan puasa sunnah seperti Tasu'a dan Asyura.
Hukum Puasa Sunnah bagi yang Masih Punya Utang Puasa
Menurut Buya Yahya, Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah dalam salah satu kajiannya di kanal YouTube Al-Bahjah TV, hukum menjalankan puasa sunnah bagi orang yang masih memiliki utang puasa Ramadhan tergantung pada sebab seseorang meninggalkan puasa tersebut.
"Jika seseorang meninggalkan puasa wajib karena sengaja dan tanpa uzur syar'i, maka tidak diperbolehkan melaksanakan puasa sunnah sebelum membayar utang puasanya. Dalam kondisi ini, puasa wajib tersebut harus dibayar secara langsung (kontan)," jelas Buya Yahya.
Namun berbeda halnya jika puasa ditinggalkan karena alasan syar'i seperti haid, sakit, hamil, atau halangan lainnya yang dibenarkan oleh syariat. Dalam keadaan ini, seseorang tetap diperbolehkan berpuasa sunnah meskipun belum mengganti puasa wajibnya.
"Jika puasa yang ditinggalkan disebabkan oleh uzur seperti haid, hamil, sakit, atau halangan syar'i lainnya, maka seseorang diperbolehkan melaksanakan puasa sunnah, dan puasanya tetap sah, selama masih ada kesempatan untuk membayar utang puasa di luar waktu itu," tambah Buya Yahya.
Bolehkan Menggabungkan Niat Puasa Qadha dan Sunnah?
Terkait penggabungan niat antara puasa qadha dan sunnah, Buya Yahya menjelaskan bahwa niat qadha tidak bisa digabung dengan puasa sunnah, meskipun waktu pelaksanaannya bertepatan dengan hari-hari yang disunnahkan untuk berpuasa seperti Tasu'a dan Asyura.
"Ada pula petunjuk yang lebih utama, yaitu konsep 'bayar satu dapat dua'," ucap Buya Yahya.
Yang dimaksud Buya Yahya adalah, bagi orang yang memiliki utang puasa, bisa melaksanakan qadha pada tanggal 9, 10, atau 11 Muharram. Karena pelaksanaannya bertepatan dengan hari-hari puasa sunnah yang dianjurkan, maka ia tetap bisa memperoleh pahala puasa sunnah, selama niatnya ditujukan khusus untuk membayar utang puasa Ramadhan.
Artinya, niat untuk puasa wajib (qadha) tidak boleh digabung dengan niat puasa sunnah seperti Tasu'a atau Asyura. Jika digabungkan, maka tidak sah sebagai puasa wajib.
Sebaliknya, dalam puasa sunnah yang tidak bersifat wajib, penggabungan niat diperbolehkan. Misalnya, saat puasa Tasu'a bertepatan dengan hari Senin, seseorang boleh berniat sekaligus untuk puasa Senin dan puasa Tasu'a.
"Penggabungan niat ini berlaku untuk semua jenis puasa sunnah," jelas Buya Yahya.
Bacaan Niat Puasa Tasu'a, Asyura, dan Qadha Ramadhan
Sebagai pelengkap dalam pelaksanaan puasa Tasu'a dan Asyura, umat Islam dianjurkan untuk membaca niat yang sesuai dengan hari pelaksanaannya. Untuk puasa Tasu'a yang dilakukan pada tanggal 9 Muharram, niatnya sebagaimana disebutkan dalam buku Lu'lu' al-Mujmi'at karya Dr. Rajo Bungsu, M.Pd.I adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ تَسُعَاءَ سُنَّةً لِلَِّهِ تَعَالَى
Arab latin: Nawaitu shauma tasu'aa sunnatan lillâhi ta'âlâ.
Artinya: Saya berniat puasa sunnah Tasu'a karena Allah Ta'ala.
Sementara itu, bagi yang ingin melaksanakan puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram, berikut niat yang dianjurkan:
نَوَيْتُ صَوْمَ عَاشُورَاءَ سُنَّةً لِلَِّهِ تَعَالَى
Arab latin: Nawaitu shauma 'aasyuraa sunnatan lillâhi ta'âlâ
Artinya: Saya berniat puasa sunnah Asyura karena Allah Ta'ala.
Bagi yang masih memiliki tanggungan puasa Ramadhan dan ingin melaksanakannya di hari-hari tersebut, niat qadha puasa wajib dibaca sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Arab latin: Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'i fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ.
Artinya: "Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT."
(inf/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal