Fakta-fakta Hendrik Perkosa 22 Laki-laki Mayoritas Bocah di Gamping Sleman

Round-Up

Fakta-fakta Hendrik Perkosa 22 Laki-laki Mayoritas Bocah di Gamping Sleman

Tim detikJogja - detikJogja
Kamis, 10 Okt 2024 06:00 WIB
EDW alias Hendrik, pelaku pencabulan sesama jenis, saat dihadirkan di Mapolsek Gamping, Sleman, Rabu (9/10/2024).
EDW alias Hendrik, pelaku pencabulan sesama jenis, saat dihadirkan di Mapolsek Gamping, Sleman, Rabu (9/10/2024). Foto: dok. detikJogja
Jogja -

Seorang pria berinisial EDW alias Hendrik (29) ditangkap karena melakukan pencabulan dan pemerkosaan terhadap laki-laki. Aksi biadab dilakukan terhadap 22 korbannya, 19 di antaranya masih bocah.

"Pelaku melakukan hubungan seksual menyimpang atau homoseksual dengan korban mayoritas anak. Total korbannya ada 22 orang, tiga korban usianya di atas 18 tahun," kata Kapolsek Gamping AKP Sandro Dwi Rahadian dalam rilis kasus di Mapolsek Gamping, Rabu (9/10/2024).

Aksi Hendrik terbongkar setelah orang tua salah satu korban menemukan video persetubuhan. Mereka kemudian melapor ke polisi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Diketahui adanya perbuatan tersebut dalam video di dalam HP yang dan ternyata benar bahwa pelaku video pencabulan itu adalah anak kandungnya," katanya.

1. Pikat Korban dengan Doktrin dan Bujuk Rayu

Sandro menjelaskan, Hendrik mendekati korban-korbannya dengan menyediakan fasilitas internet maupun makanan di rumahnya. Selain itu, dia juga memengaruhi para korban dengan mengatakan apa yang mereka lakukan adalah hal normal.

ADVERTISEMENT

"Untuk modus, jadi pelaku ini dekat dengan sesama jenis kemudian karena sudah dianggap sangat dekat lalu dengan tipu muslihat dan bujuk rayu, akhirnya pelaku dapat menjalankan kegiatan cabulnya," papar Sandro.

EDW alias Hendrik disebut kerap mengajak korban untuk nongkrong di rumahnya. Kadang, korban membawa makanan ke rumah pelaku kemudian dimasakkan.

"Jadi pelaku ini pada kejadian tersebut dia sering mengajak main ke rumahnya, ya ngajak main kemudian dikasih makan. Kadang korban juga bawa makanan ke rumah pelaku ataupun beras dan lain sebagainya, kemudian dimasakin di situ, sampai terjadilah kegiatan tersebut," katanya.

Hendrik, lanjut Sandro, juga menjejali doktrin ke korban bahwa hubungan sesama jenis adalah normal.

"Jadi pelaku ini menanamkan bahwa tindakannya tidak salah, sehingga korban tidak trauma. Ini juga modus yang dilakukan pelaku," ujarnya.

Kapolsek Gamping AKP Sandro Dwi Rahadian saat rilis kasus di Mapolsek Gamping, Rabu (9/10/2024).Kapolsek Gamping AKP Sandro Dwi Rahadian saat rilis kasus di Mapolsek Gamping, Rabu (9/10/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja

2. Korban Hendrik Alami Perubahan Sikap

Sandro menerangkan karena aksi Hendrik tersebut, para korban menunjukkan perubahan sikap.

"Akibat dari peristiwa tersebut dan pergaulan dengan pelaku selama 1 bulan terakhir ini korban mengalami perubahan sikap. Bahkan, setiap pulang dari sekolah korban sering tidak langsung kembali ke rumah, melainkan langsung main ke tempat tinggal pelaku bersama dengan teman-temannya," ujarnya.

"Selain itu korban juga sering tidak pulang ke rumah dengan waktu yang tidak wajar dan setiap hari sering membawa beras ataupun makanan dari rumah korban untuk dibawa ke TKP atau rumah pelaku," tambah Sandro.

Sandro menyebut mayoritas korban usia anak, terdiri dari usia anak pelajar Kelas V SD hingga SMP. Domisilinya ada yang masih satu kampung dengan pelaku maupun luar kampung. Rata-rata terdiri dari satu kelompok bermain.

"Saat melakukan (tindakan cabul) itu perseorangan. Polanya itu diajak sebagai teman dulu terus dikasih makan terus setelah itu jadi. Awalnya diajak main ke rumahnya kemudian karena di situ ada WiFi kemudian sering dikasih makan, akhirnya pelaku membujuk korban untuk melakukan kegiatan itu," bebernya.

3. Sering Rekam Aksi Pemerkosaan

EDW alias Hendrik disebut juga kerap merekam momen saat dia memperkosa korban-korbannya. Salah satu video diduga direkam pada 24 September 2024 di rumahnya. Video inilah yang menjadi bukti penting polisi menjerat si pemerkosa pedofil.

Sandro menuturkan Hendrik juga menyimpan video dengan sejumlah korban lainnya. Tak hanya satu korban, tercatat setidaknya ada lebih dari tiga video yang berbeda. Semuanya memperlihatkan aksi tak senonoh Hendrik kepada para korbannya.

Video-video itu, tutur Sandro, disimpan Hendrik dalam sebuah PC. Pelaku berdalih menyimpan video-video itu untuk kenangan saat berlaku tak senonoh dengan para korbannya. Terkait jumlah detail korban dalam video, Sandro tidak ingin menjelaskan secara gamblang.

"Adapun barang bukti yang diamankan yakni berubah satu unit CPU. CPU ini adalah untuk menyimpan video-video yang sudah direkam," katanya.

Dari hasil penyidikan, Hendrik mengaku tidak merekam semua aksinya. Aksi mengabadikan dalam video saat muncul hanya sebatas keinginan saja. Hanya saja Sandro membenarkan bahwa korban dalam video tersebut adalah anak bawah umur.

Alibi menyimpan video diakui Hendrik untuk menaikkan gairah. Video-video akan diputar kembali saat pelaku ingin memuaskan diri. Meski mengaku tidak menyebarluaskan, namun pihaknya masih mendalami secara intens.

"Tidak semua direkam. Untuk kebutuhan pribadi jadi tatkala dia ingin melihat untuk konsumsi pribadi ya kepuasan sendiri," ujarnya.

Sandro menampik bahwa video digunakan pelaku untuk mengancam para korbannya. Dia memastikan bahwa video-video tersebut hanya sebagai koleksi pribadi pelaku. Terkait tersebarnya video aksi, pihaknya juga masih mendalami.

Selengkapnya baca di halaman berikutnya...

4. Pelaku OB TK

Sandro berkata Hendrik bekerja sebagai tenaga lepas atau outsourcing office boy (OB) sebuah taman kanak-kanak (TK). Selain itu, ia juga mengajar seni.

"Yang saya maksud guru itu adalah dia di TK itu outsourcing dalam artian OB. Tapi dia juga mengajar, sebagai pengajar seni. Maksud saya tadi guru itu guru seni ya itu, mengajar seni di TK-nya. Jadi ketika ada kegiatan apa dia ngajari seni dia aktif di kegiatan seni, tapi bukan guru tetap," kata dia.

Kanit PPA Polresta Sleman Ipda Albertus Bagas Satria secara terpisah menuturkan pelaku memanfaatkan kemampuannya sebagai pengajar atau guru kesenian di kampungnya. Selain itu juga modus perlakuan baik demi memberikan rasa percaya korban kepada pelaku.

"Kita duga dalam praktiknya menjalankan tindak pidana cabul terhadap anak maupun sesama jenis ini dugaan kami ada korban yang lain. Sehingga saat ini masih kita lakukan pendalaman daripada si pelaku tersebut untuk praktik dia melakukan tidak pidana ini dari kapan dan berapa lama," katanya.

Albertus memastikan pihaknya bersama Pemkab Sleman memberikan pendampingan kepada korban. Selain itu juga kepada para orangtua korban pasca terungkapnya kasus ini. Tujuannya agar trauma yang dialami tidak berkelanjutan.

"Terlebih para korban ini dibuat nyaman dan dianggap sangat dekat lalu dengan tipu muslihat dan bujuk rayu si pelaku akhirnya dapat menjalankan kegiatan cabulnya," ujarnya.

Unit PPA Polresta Sleman bersama Polsek Gamping saat ini masih mendalami dugaan korban lainnya dari Hendrik (29). Ada dugaan korban masih bertambah karena belum semuanya melapor. Baik yang berasal dari sekitar kediaman pelaku maupun kampung lainnya.




(apu/apl)

Hide Ads