Curhat Pj Walkot Jogja Atasi Sampah: Kami Sudah Habis-habisan...

Curhat Pj Walkot Jogja Atasi Sampah: Kami Sudah Habis-habisan...

Adji G Rinepta - detikJogja
Jumat, 12 Jul 2024 18:21 WIB
Pj Wali Kota Jogja Sugeng Purwanto dalam jumpa pers di Balai Kota Jogja, Jumat (12/7/2024).
Pj Wali Kota Jogja Sugeng Purwanto dalam jumpa pers di Balai Kota Jogja, Jumat (12/7/2024). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Penjabat (Pj) Wali Kota Jogja Sugeng Purwanto mengeluhkan tumpukan sampah yang muncul sembarangan di beberapa titik di Kota Jogja. Bagi pihaknya, hal ini bagai pisau bermata dua.

"Kami sudah bekerja, kami sudah habis-habisan, tapi yang namanya sampah tidak bisa berhenti," kata Sugeng dalam jumpa pers di Balai Kota Jogja, Jumat (12/7/2024).

Ironisnya, Sugeng melanjutkan, titik tumpukan sampah ini muncul tak jauh dari depo sampah. Ia mencontohkan tumpukan sampah yang muncul di selatan depo Mandala Krida atau Jalan Kenari, Umbulharjo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seperti depo Mandala Krida, di utara SMK 6, padahal jaraknya tidak ada 100 meter dari depo, di situ juga ada tumpukan. Ya ini yang kami bangkitkan, kesadaran siapa pun tidak menyebut masyarakat A atau B. Kan depo sudah disiapkan," paparnya.

Soal sampah ini, menurut Sugeng bagai pisau bermata dua bagi pihaknya. Bagaimana tidak, menurutnya, segala tindakan yang diambil pihaknya untuk mengatasi tumpukan sampah sembarangan ini memiliki risiko yang sama.

ADVERTISEMENT

"Kejadian-kejadian itu bagi kami pisau bermata dua, kalau yang buang sembarang itu dibiarkan itu akan menjadi sorotan publik," papar Sugeng.

"Tapi kalau itu disisir DLH seolah-olah memberikan aspek legalitas. 'Lho buang (sembarangan) juga dibersihkan, ndak apa-apa ndak ke depo'. Ini tidak mudah," sambungnya.

Selain itu Sugeng mengaku pihaknya juga tak mampu untuk terus pelototi jalan-jalan dan 12 depo plus 1 TPS di Kota Jogja 24 jam penuh. Keterbatasan personel menjadi alasannya.

Di sisi penerapan sanksi bagi para pembuang sampah sembarangan, Sugeng mengatakan pihaknya juga dihadapkan dengan dilema. Untuk itu, ia sangat berharap kesadaran dari masyarakat.

"Penerapan yustisi juga tidak semudah yang dibayangkan, si A didenda, si B tidak, si C didenda lagi, si D tidak, tapi nanti yang muncul adalah tebang pilih. (Makanya) Kalau kami lebih ke nonyustisi, pendekatan persuasif," ungkapnya.

Kini, depo-depo telah dikosongkan oleh Pemkot Jogja dari sampah-sampah lama. Diharapkan masyarakat bisa menempatkan residu sampahnya ke depo terdekat.

Namun masyarakat lebih dulu tetap harus melakukan pemilahan dan pengolahan sampah mandiri di rumah masing-masing. Sehingga yang dibuang ke depo hanya residu sampah saja.

"Mengajak kepada masyarakat untuk sesedikit mungkin menghasilkan (residu) sampah," ungkap Sugeng.

"Prinsipnya, jangan sampai depo itu sampai tidak tertangani apalagi meluap ke jalan. Jadi depo tetap ada sampah tapi dalam konteks terkendali," imbuhnya.

Kaji Insinerator

Masalah sampah di Kota Jogja memang menjadi masalah serius di Kota Wisata ini. Berbagai cara disiapkan Pemkot Jogja untuk mengolah sampah, mulai dari pembuatan Refuse Derived Fuel (RDF) hingga dengan insinerator atau alat pembakaran sampah.

Pj Wali Kota Jogja Sugeng Purwanto menyadari ada isu sensitif dalam penggunaan insinerator yakni dampak polutannya. Meski begitu, menurutnya, banyak negara telah menggunakannya, bahkan negara-negara yang concern dengan lingkungan.

"Di banyak tempat ini yang dilakukan, termasuk Singapur, yang benar-benar concern masalah lingkungan itu malah itu (insinerator) yang dilakukan," tutur Sugeng.

Untuk itu, Sugeng melanjutkan, pihaknya kini masih terus mengkaji penggunaan insinerator. Menurutnya, ada beberapa cara untuk mengurangi bahkan menghilang dampak polutan pada insinerator.

"Perlu dipahami bahwa terhadap polutan itu sebenarnya ada teknologinya. Selama pembakarannya itu di atas 800 derajat celsius itu ndak ada masalah. Kemudian nanti cerobongnya juga disesuaikan," paparnya.

Jika cara tersebut masih belum bisa membuat polutan berada di ambang batas aman, Sugeng menjelaskan satu cara bisa dilakukan. Yakni dengan menggunakan sprayer atau penyemprot kabut.

"Kalau sudah melakukan itu kok ada masalah polutan, ini juga ada solusinya, cerobong itu kan tidak dibuat lurus, tapi berliku. Nah selama (polutan) belak-belok itu disiapkan sprayer, air yang disemprotkan menjadi kabut," jelasnya.

"Manakala setelah polutan keluar diukur masih di bawah ambang batas aman, itu diberi semprotan kabut. Itu bisa aman, ndak ada masalah," ujar Sugeng melanjutkan.




(rih/apu)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Hide Ads