Puasa Ramadan adalah kewajiban bagi setiap muslim yang sudah akil baligh. Bagaimana dengan wanita hamil? Apakah mereka juga wajib puasa Ramadan?
Menukil dari buku Tentang Bagaimana Surga Merindukanmu karya Ustazah Umi A Khalil, banyak kemuliaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada wanita hamil. Sebab, proses kehamilan yang dialami seorang ibu tidak mudah. Ketika melahirkan, ia harus mempertaruhkan nyawanya.
Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahqaf ayat 15,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا ۗحَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۗوَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Artinya: Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya itu selama tiga puluh bulan. Sehingga, apabila telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia (anak itu) berkata, "Wahai Tuhanku, berilah petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dapat beramal saleh yang Engkau ridai, dan berikanlah kesalehan kepadaku hingga kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim."
Wanita Hamil Tidak Diwajibkan Puasa
Menurut buku Majalis Syahri Ramadhan oleh Muhammad Shalih Al Utsaimin terjemahan As'as Yasin, dalam hadits dari Anas bin Malik RA diterangkan terkait hukum tidak diwajibkannya puasa bagi wanita hamil. Nabi Muhammad SAW bersabda,
"Sesungguhnya Allah telah menggugurkan separuh sholat bagi musafir serta mencabut kewajiban puasa bagi musafir, wanita menyusui, dan wanita hamil." (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah)
Meski demikian, diperbolehkan bagi wanita hamil untuk berpuasa jika dirasa kuat dan keadaannya memungkinkan setelah konsultasi dengan dokter. Sementara itu, wanita hamil yang tidak berpuasa Ramadan diwajibkan membayar fidyah sebanyak hari-hari yang ditinggalkannya.
Hukum Puasa bagi Wanita Hamil Menurut Empat Mazhab
Mengutip dari Al Fiqh 'Ala Al Madzahib Al Arba'ah oleh Syaikh Abdurrahman Al Juzairi terjemahan Shofa'u Qolbi Djabir dkk, ulama empat mazhab memiliki pendapat yang berbeda terkait hukum puasa bagi wanita hamil. Berikut penjelasannya.
1. Mazhab Syafi'i
Ulama Syafi'iyyah berpandangan bahwa wanita hamil atau menyusui yang khawatir akan terjadi sesuatu yang tak diinginkan karena berpuasa, baik kekhawatiran itu didasarkan atas diri sendiri, anak atau keduanya maka wajib untuk tidak melaksanakan puasa Ramadan.
Mazhab Syafi'i memandang wajib hukumnya bagi wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasa Ramadan untuk mengqadha puasanya di lain waktu. Ketentuan tersebut tanpa membayar fidyah, kecuali pada kondisi ketika kekhawatiran tersebut hanya atas diri anaknya saja.
2. Mazhab Maliki
Menurut mazhab Maliki, wanita hamil dan menyusui jika merasa khawatir sakit apabila berpuasa baik kekhawatiran disebabkan atas dirinya atau anak yang disusui atau keduanya, diperbolehkan tidak melangsungkan puasa Ramadan.
Wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasa itu diwajibkan mengganti puasa tersebut. Bagi wanita menyusui, selain wajib mengqadha ia juga wajib membayar fidyah.
Namun, apabila dengan berpuasa ia khawatir atas keselamatan jiwa atau akan terjadi musibah yang berat bagi dirinya dan anak yang dikandung, ia hanya tak hanya diperbolehkan tidak berpuasa, melainkan diwajibkan untuk tak berpuasa.
3. Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi menilai jika wanita hamil atau menyusui khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk saat berpuasa, diperbolehkan tidak berpuasa. Ini berlaku apabila kekhawatiran didasari atas dirinya, anak, atau keduanya.
Meski demikian, wanita hamil dan menyusui yang tidak puasa tak harus membayar fidyah melainkan wajib mengqadha puasanya saja. Selain itu, mereka tidak harus mengqadha puasanya secara berturut-turut.
4. Mazhab Hambali
Mazhab Hambali berpendapat bahwa wanita hamil atau menyusui diperbolehkan tidak puasa jika khawatir akan hal buruk yang menimpa dirinya atau keduanya (anaknya). Mereka berkewajiban mengganti puasanya dan tidak perlu membayar fidyah. Jika kekhawatiran itu hanya terhadap anaknya, ia harus mengganti puasanya sekaligus membayar fidyah.
Namun, apabila seorang ibu mampu membayar wanita lain untuk menyusui anaknya hendaknya ia memberi anaknya kepada wanita yang mau menyusui itu dengan membayar upah agar tidak perlu meninggalkan puasa.
(aeb/kri)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026