Peredaran beras oplosan menjadi perhatian serius Majelis Ulama Indonesia (MUI). Praktik curang yang merugikan konsumen ini dinilai tidak hanya melanggar aturan perdagangan, tetapi juga menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam.
Menanggapi hal tersebut, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menyampaikan sikap tegas. Ia menilai perbuatan mengoplos beras sebagai tindakan yang tidak bermoral dan menyimpang dari etika Islam dalam berdagang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari laman MUI, Jumat (25/7/2025), Kiai Miftah tegas mengatakan bahwa mengoplos beras termasuk perbuatan culas.
Lebih lanjut, Kiai Miftah menjelaskan bahwa perdagangan telah menjadi aktivitas utama manusia sejak zaman dahulu. Namun, Islam tidak hanya melihat perdagangan dari sisi keuntungan, tetapi juga dari aspek moral dan spiritual.
"Karena berdagang tidak hanya persoalan potensi mendapatkan keuntungan finansial, tetapi dengan berdagang seseorang akan mendapatkan peluang pengembangan diri yang menarik bagi banyak orang," katanya.
Hal ini menjadikan sektor perdagangan berkembang sangat pesat karena menjanjikan banyak peluang. Namun, Islam memberikan rambu-rambu yang tegas dalam praktik jual beli agar tetap dalam koridor keadilan.
"Oleh karena itu, banyak sekali dalil-dalil agama yang mengatur etika perdagangan," ungkapnya.
Kejujuran: Kunci Keberkahan dalam Berdagang
Salah satu prinsip utama dalam etika perdagangan adalah kejujuran. Menurut Kiai Miftah, berdagang dengan jujur bukan hanya soal mencari keuntungan yang halal, tapi juga membangun kepercayaan jangka panjang dengan pelanggan.
"Kejujuran dalam berdagang bukan hanya menjaga keberkahan rezeki, melainkan juga membangun kepercayaan jangka panjang antara pedagang dan pelanggan," jelasnya.
Namun, fakta di lapangan justru memperlihatkan banyak pelanggaran etika tersebut.
"Sebaliknya pedagang tidak jujur tidak akan mendapatkan keberkahan di dunia dan merugi di hari akhir. Pada pemberitaan akhir-akhir ini, banyak ditemukan pedagang beras yang tidak jujur," sambungnya.
Mengoplos Beras adalah Penipuan (Taghrir)
Praktik mengoplos beras, yakni mencampur beras biasa dengan beras premium lalu menjualnya sebagai produk berkualitas tinggi, dikategorikan sebagai penipuan dalam Islam.
Kiai Miftah menekankan, perbuatan pedagang yang mengoplos beras premium dengan beras kualitas rendah, lalu mengemasnya dalam kemasan premium, merupakan tindakan penipuan (taghrir).
Ia menyebut bahwa tindakan seperti ini sangat merugikan masyarakat dan menunjukkan buruknya moral pelakunya. Islam dengan tegas melarang perbuatan seperti itu.
"Pedagang yang melakukan penipuan mendapatkan ancaman keras dari Nabi Muhammad SAW, seperti dalam sebuah hadits yang artinya 'Barang siapa menipu, maka dia bukan bagian dari golonganku.'" (HR Muslim)
"Maka dapat disimpulkan bahwa hukum menipu dalam perdagangan adalah kategori dosa besar dan harta yang dihasilkan merupakan harta haram," tegasnya.
Selain penipuan, eksploitasi terhadap orang-orang yang lemah secara ekonomi juga menjadi perhatian dalam etika Islam. Kiai Miftah mengingatkan bahwa mengejar keuntungan dengan menindas pihak yang sedang kesulitan juga termasuk tindakan yang tercela.
Ia menjelaskan bahwa etika yang sangat penting dalam berdagang adalah larangan untuk melakukan eksploitasi terhadap pihak yang lemah atau seseorang yang sedang mengalami kesulitan untuk mendapatkan keuntungan besar (istighlal).
Contohnya adalah praktik rente atau membeli hasil tani dari petani dengan harga sangat rendah saat mereka sedang dalam kondisi terdesak.
"Seperti memberi pinjaman dengan syarat bunga tinggi kepada orang yang sangat membutuhkan. Atau dalam konteks kekinian adalah membeli gabah dari petani dengan harga murah saat musim panen," jelasnya.
Kiai Miftah juga menekankan bahwa mencari nafkah bukan hanya urusan duniawi. Dalam Islam, bekerja dengan niat yang benar akan bernilai ibadah dan bahkan bisa menjadi jalan menuju surga.
"Hal itu jika diniatkan ikhlas karena Allah dan untuk menafkahi keluarga. Bahkan orang yang meninggal saat bekerja dikategorikan sebagai mati syahid. Bekerja merupakan pilar utama kehidupan, tanpa pekerjaan maka dapat dipastikan kehidupan seseorang akan jauh dari kebahagiaan," terangnya.
Karenanya, semangat kerja yang sungguh-sungguh adalah bagian dari ketakwaan seorang Muslim.
Allah SWT sangat mencintai orang yang sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan sebaliknya, Allah SWT membenci orang yang malas.
"Apapun jenis pekerjaan seseorang harus ditekuni, pertanian (al-Zira'ah), perdagangan (al-tijarah), kerajinan atau produksi (al-shina'ah), atau pekerjaan lainnya," tegasnya.
Untuk diketahui, pemerintah baru saja menemukan sejumlah beras oplosan di pasaran. Ada 212 merek yang terbukti melanggar aturan.
Karena kecurangan itu, negara ditaksir rugi Rp 10 triliun dalam waktu lima tahun. Kasus ini diungkap oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.
"Negara subsidi Rp 1.500. Kemudian kemudian diangkat naik lagi harga Rp 2.000-3.000. Kita hitung kerugian negara Rp 2 triliun ini satu tahun. Kalau lima tahun Rp 10 triliun, yang diambil adalah Rp 1,4 triliun. Emang berat bagi kami kami siap tanggung risiko," kata Amran, dikutip dari detikFinance.
(dvs/erd)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Acara Habib Rizieq di Pemalang Ricuh, 9 Orang Luka-1 Kritis