Pria Membonceng Teman Kantor Perempuan Bukan Mahram, Ini Hukumnya dalam Islam

Pria Membonceng Teman Kantor Perempuan Bukan Mahram, Ini Hukumnya dalam Islam

Lusiana Mustinda - detikHikmah
Jumat, 25 Jul 2025 15:30 WIB
Ilustrasi Ojek Online
Ilustrasi pria dan wanita berboncengan dengan motor. Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Di zaman sekarang, berboncengan motor dengan lawan jenis sudah menjadi pemandangan yang biasa. Alasannya pun beragam, mulai dari alasan kepraktisan, efisiensi waktu, hingga kebutuhan mendesak seperti menggunakan jasa ojek online. Bahkan, tak jarang kita melihat rekan kerja pulang bareng dengan motor meskipun bukan mahram.

Namun, di balik kebiasaan ini, muncul pertanyaan penting: bagaimana sebenarnya hukum wanita berboncengan dengan laki-laki yang bukan mahram dalam Islam?

Pada dasarnya dalam Islam, seorang muslim dituntut untuk menjaga diri dari perbuatan yang mendekatkan pada zina. Selain itu, berkhalwat atau berduaan dengan lawan jenis yang berpotensi menimbulkan syahwat juga tidak diperbolehkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah sekali-sekali berduaan dengan perempuan yang tidak disertai mahram darinya karena sesungguhnya pihak ketiganya adalah setan." (HR. Ahmad).

Berboncengan dengan yang Bukan Mahram

Hj Badriyah Fayumi, MA selaku pengasuh Pondok Pesantren Mahasina, Bekasi yang dikutip dari detikNews pada Jumat (25/7/2025) mengatakan bahwa jika ada niat atau motif yang tidak diinginkan atau ada tujuan yang tidak baik, jelas itu haram.

ADVERTISEMENT

"Kecuali kalau misalnya boncengannya, kita memang perlu pergi ke suatu tempat. Harus ke tempat kerja, harus ke sekolah atau harus ke rumah sakit dan kemudian memang hanya itu sarana transportasi yang bisa kita pakai. Kalau ini misalnya abang ojek, yang tidak ada motif apa-apa silahkan saja boncengan, tapi tetap menjaga koridor-koridor syariat," ujar Badriyah.

Berboncengan dengan Ojol yang Bukan Mahram

Hukum berboncengan dengan yang bukan mahram tergantung pada motif dari keduanya. Hukumnya diperbolehkan, asalkan tidak ada motif tertentu dan juga diperbolehkan jika tujuannya bermuamalah.

Menurut Kemenag, ketika bermuamalah (seperti jual-beli, bekerja dan bergaul) maka laki-laki diperkenankan memandang dan berboncengan dengan perempuan yang bukan mahram yang menjadi lawan muamalahnya.

Hal ini juga berlaku dalam konteks driver ojol yang membonceng penumpangnya. Sebagaimana disebutkan dalam dalam Kitab al-Taqrib karya Abu Syuja':

والسادس النظر للشهادة أو للمعاملة فيجوز إلى الوجه خاصة

Artinya: "Yang keenam adalah memandang perempuan bukan mahram dalam rangka kesaksian dan muamalah. Maka pada kondisi itu, diperbolehkan (bagi laki-laki) memandang wajah perempuan bukan mahram."

Diperbolehkan juga jika interaksinya bukan khalwat atau tidak berpotensi menimbulkan fitnah, dan dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Majmu' Syarah al Muhadzab, jilid IV, hal 350:

اخْتِلَاطَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ إذَا لَمْ يَكُنْ خَلْوَةً لَيْسَ بِحَرَامٍ

Artinya: "Percampuran antara wanita dan pria asalkan tidak terjadi khalwat tidak diharamkan".

Rasulullah SAW Pernah Memboncengi Asma binti Abu Bakar RA

Ternyata, boncengan antara laki-laki dan perempuan pernah terjadi sejak masa Rasulullah SAW. Farid Nu'man dalam buku Fiqih Perempuan Kontemporer menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah memboncengi Asma binti Abu Bakar RA.

Dari Asma binti Abu Bakar RA, ia berkata, "Aku menikah dengan Zubair, sedangkan ia tidak memiliki apa-apa. Tidak memiliki pelayan, harta, dan sebagainya, selain seekor kuda. Oleh karena itu, akulah yang memberi makan kuda, merawat, dan melatihnya. Aku pula yang menumbuk biji kurma untuk dimakan, menyediakan makan dan minumnya, serta menjahit dan memasak. Namun, aku tidak pandai membuat roti. Oleh karena itu, roti kami dibuatkan oleh tetangga kami, orang-orang Anshar.

Mereka adalah perempuan yang baik. Selanjutnya, aku juga menjunjung buah kurma di kepalaku dari kebun yang dijatahkan Rasulullah SAW kepada Zubair, membawanya sejauh dua farsakh. Pada suatu hari, aku membawa buah kurma yang kujunjung di kepalaku. Di tengah jalan, aku bertemu dengan Rasulullah SAW beserta beberapa orang sahabatnya.

Rasulullah SAW berkata, 'Ikh! Ikh!' untuk menghentikan dan menyuruh untanya berlutut, untuk memboncengku di belakangnya. Setelah itu (Asma berkata ketika bercerita kepada suaminya), 'Namun, aku malu dan aku tahu bahwa kamu pencemburu.' Zubair menjawab, 'Demi Allah, sesungguhnya bebanmu menjunjung buah kurma di kepalamu bagiku terasa lebih berat daripada kamu membonceng dengannya.' Kemudian, (Asma) berkata, 'Akhirnya, sesudah kejadian itu, Abu Bakar (ayahku) mengirim seorang pelayan untuk kami. la mengambil alih pemeliharaan kuda untuk menggantikanku. Rasanya seolah-olah aku terbebas dari beban dan kerja berat." (HR Muslim)

Imam Nawawi, dalam kitab Syarah an-Nawawi 'ala Muslim, memberi penjelasan soal hadits ini dimana terdapat kebolehan membonceng seorang wanita yang bukan mahramnya, hal itu jika wanita yang ditemukan di jalan dalam keadaan lelah, terlebih lagi bersama kumpulan laki-laki saleh, maka tidak ada keraguan dalam kebolehan masalah seperti itu.




(lus/erd)

Hide Ads