Imam Syafi'i menyebut bahwa hukum mengumandangkan azan adalah sunnah muakkad atau dikuatkan. Mazhab ini turut mengulas mengenai hukum menjawab azan bagi orang yang mendengarkannya.
Disebutkan dalam Al-Fiqh 'ala al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah, secara istilah azan artinya menginformasikan (memberitahukan) tentang waktu-waktu salat dengan kata-kata tertentu. Azan pertama kali disyariatkan sejak tahun pertama Hijrah Nabi ke Madinah.
Hukum Menjawab Azan
Wawan Shofwan Shalehuddin dalam Ensiklopedia Ibadah Jumat menjelaskan, menjawab azan maksudnya mengucapkan kata-kata yang dikumandangkan muazin, kecuali pada lafaz-lafaz tertentu.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang berasal dari Abu Said Al-Khudri yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Apabila kalian mendengar seruan azan, ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muazin." (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Mengutip buku Dialog Lintas Mazhab: Fiqh Ibadah dan Muamalah karya Asmaji Muchtar, hukum menjawab azan adalah sunnah bagi orang yang mendengarnya, walaupun sedang dalam keadaan junub, haid, atau nifas. Pendapat ini disepakati semua mazhab, termasuk Syafi'i.
Namun, mazhab Hanafi mengatakan, wanita yang haid dan nifas tidak disunnahkan menjawab azan, sedangkan Hambali berpendapat azan sunnah dijawab oleh orang yang belum melakukan salat, jika telah melakukannya maka kesunnahan ini tidak berlaku baginya.
Disebutkan dalam Taudhihul Adillah karya Muhammad Syafi'i Hadzami, apabila sedang buang hajat, hukum menjawab azan menjadi makruh. Pendapat ini bersandar pada penjelasan Ulama Syafi'iyah, Imam an-Nawawi, dalam Kitab Al Adzkar yang menyebut, berbicara dan berzikir sementara ketika dalam keadaan buang air hukumnya makruh.
Cara Menjawab Azan
Disebutkan dalam Kitab Fiqhu al-Madzahib al-Arba'ah al-Juz' al-Awwal, Kitab ash-Shalah karangan Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri, disunnahkan menjawab azan seperti yang diucapkan oleh muazin, kecuali pada kalimat hayya ala ash-shalaah dan hayya ala al-falaah yang jawabannya berbunyi laa haula wala quwwata illa billaah.
Hal ini turut disebutkan dalam Shahih Bukhari. Disebutkan, Yahya berkata menceritakan hadits Nabi, "Ketika dikumandangkan hayya ala ash-shalaah, ia mengucapkan laa haula walaa quwwata illaa billah."
Kemudian, pada azan subuh, ketika muazin mengucapkan ash-shalaatu khairun minan-naum, maka dapat menjawab azan dengan lafaz shadaqta wa bararta.
(kri/lus)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana