Bolehkah Haji Furoda Menurut Hukum dan Agama?

Bolehkah Haji Furoda Menurut Hukum dan Agama?

Devi Setya - detikHikmah
Jumat, 23 Mei 2025 16:16 WIB
Suasana di Masjidil Haram hari kedua puasa Ramadan 2024.
Suasana di Masjidil Haram, 2024. Foto: Erwin Dariyanto/detikHikmah
Jakarta -

Dalam beberapa tahun terakhir, Haji Furoda semakin dikenal di tengah masyarakat sebagai alternatif pelaksanaan ibadah haji tanpa harus menunggu antrean bertahun-tahun. Jalur ini disebut juga dengan haji non-kuota atau haji mandiri melalui visa mujamalah, yakni visa undangan langsung dari Pemerintah Arab Saudi.

Namun, seiring meningkatnya minat, muncul pula berbagai pertanyaan di masyarakat: Apakah haji furoda ini dibolehkan secara agama? Bagaimana hukum pelaksanaannya menurut Islam dan hukum negara Indonesia?

Pengertian Haji Furoda?

Mengutip buku Ekosistem Haji yang ditulis Endang Jumali dkk, Haji Furoda adalah program haji yang tidak termasuk dalam kuota resmi yang ditentukan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama. Sebaliknya, jemaah Haji Furoda menggunakan visa mujamalah, yaitu visa undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi kepada individu, lembaga, atau negara sahabat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Haji Furoda untuk Warga Negara Indonesia (WNI) merupakan undangan haji mujamalah dari Kerajaan Arab Saudi melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Karena jalur ini bukan bagian dari kuota nasional, maka jemaah Haji Furoda tidak perlu antre lama seperti haji reguler yang masa tunggunya bisa mencapai 20 hingga 30 tahun di beberapa wilayah Indonesia. Inilah alasan mengapa Haji Furoda menjadi pilihan bagi mereka yang ingin segera menunaikan rukun Islam kelima.

ADVERTISEMENT

Dalil dan Landasan Syariat Tentang Haji

Dalam Islam, ibadah haji adalah kewajiban bagi setiap muslim yang mampu, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 97,

فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Kata "sanggup" dalam ayat tersebut mencakup banyak aspek: kemampuan fisik, finansial, keamanan, dan akses untuk sampai ke tanah suci. Jika semua itu terpenuhi, maka kewajiban haji berlaku.

Dengan demikian, dari sisi fikih, selama seseorang mendapatkan akses sah menuju Tanah Suci, termasuk melalui jalur undangan (mujamalah), maka hajinya sah secara syar'i.

Pandangan Para Ulama Tentang Haji Furoda

1. Ulama Fikih

Mengutip buku Fikih Kontemporer Haji dan Umrah oleh Ahmad Kartono, menurut jumhur ulama, syarat wajib haji adalah Islam, baligh, berakal, sehat, merdeka (bukan budak), dan mampu.

Salah satu syarat wajib haji adalah istitha'ah (kemampuan). Jika seseorang mampu dan telah mendapatkan jalan untuk berangkat, meski tidak melalui kuota resmi negaranya, hajinya tetap sah. Tidak ada syarat dalam syariat yang menyebut bahwa haji hanya sah bila melalui kuota negara tertentu.

2. Menurut Ulama

Merujuk ulama tarjih Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa Haji Furoda hukumnya mubah (boleh) dan sah secara syariat, dengan syarat:

  • Visa mujamalah digunakan secara resmi.
  • Tidak melanggar hukum negara.
  • Tidak merugikan jemaah lain atau menimbulkan kekacauan di Tanah Suci.

Ulama seperti Syaikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam beberapa fatwa menjelaskan bahwa haji melalui visa khusus undangan tetap sah, selama perjalanan dilakukan dengan legal dan niat ikhlas karena Allah.

Bagaimana Hukum Haji Furoda di Indonesia

Mengutip buku Psikologi Haji Persfektif Manajeman karya Nopita Rhamadani, hukum pelaksanaan ibadah haji diatur secara resmi dalam undang-undang yag berlaku di Indonesia:

Mengacu pada UU No. 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah

Undang-undang ini mengatur dua jalur pelaksanaan haji:

Haji Reguler, diselenggarakan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama.

Haji Khusus, diselenggarakan oleh PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) berizin.

Haji Furoda termasuk dalam kategori Haji Khusus Non-Kuota, dan diakui keberadaannya selama memenuhi syarat:

  • Menggunakan visa mujamalah resmi.
  • Dikelola oleh PIHK resmi yang terdaftar di Kementerian Agama.
  • Tidak menggunakan visa palsu, turis, atau umrah untuk berhaji.

Kementerian Agama (Kemenag) secara tegas menyatakan bahwa Haji Furoda bukan haji ilegal, selama prosedurnya sah dan melalui pihak yang berizin.




(dvs/inf)

Hide Ads