Ndalem atau Dalem Mangkubumen terletak di Kelurahan Kadipaten, Kemantren Kraton, Kota Jogja. Bangunan ini didirikan pada tahun 1874 oleh Raja Keraton Jogja saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) VI.
Dalem Mangkubumen
Dikutip dari laman Kelurahan Kadipaten, bangunan ini dulunya difungsikan sebagai hunian putra mahkota atau anak Sultan HB VI, yaitu Pangeran Adipati Anom.
Mulai tahun 1877, tempat ini sebenarnya sudah bisa ditinggali oleh putra mahkota. Akan tetapi karena Pangeran Adipati Anom masih berkegiatan di Kraton, Dalem Mangkubumen ditempati oleh adiknya, yaitu Pangeran Mangkubumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari segi arsitekturnya, bangunan terbagi menjadi beberapa bagian yang disebut dengan Sriwedari dan Prabayeksa.
Tempat Pendidikan TK-Universitas
Dalem Mangkubumen sempat menjadi tempat pendidikan berbagai jenjang. Mulai dari TK Tejokusuman, SD Tumbuh, SMA Mataram, hingga universitas.
Dikutip dari laman resmi Kemdikbud, sejak tahun 1952 hingga 1982 Dalem Mangkubumen digunakan sebagai kampus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM). Menginjak tahun 1983 hingga saat ini digunakan kampus Universitas Widya Mataram, dan SMA Mataram.
Dalem Mangkubumen memiliki dua pendopo di bagian utara dan selatan. Di tengah-tengahnya terdapat bangunan yang kini digunakan untuk Rektorat dan Kesekretariatan Universitas Widya Mataram.
![]() |
Pendopo yang letaknya di bagian selatan sering dikenal dengan Pendopo Agung Dalem Mangkubumen. Pantauan tim detikJogja, Kamis (7/9/2023), Pendopo Agung terlihat didatangi beberapa mahasiswa yang sedang mengobrol, duduk, dan berfoto. Saat duduk di emperan pendopo, angin berembus membuat suasana menjadi sejuk.
Berbeda dengan Pendopo Agung, pendopo yang letaknya di utara terlihat sudah tidak terawat. Bangunannya penuh debu dan banyak bagian yang rusak. Tampak benda menyerupai sesajen di depan pintu pendopo ini, berisi bunga-bunga berwarna merah dan putih yang telah kering.
![]() |
Bangunan Sriwedari, saat ini dihuni Aryo Marwoto (67) atau yang akrab dipanggil Totok, cicit dari Pangeran Adipati Anom Juminah anak Sultan HB VII.
Rumah ini dibangun tahun 1874 berbentuk joglo. Saat ditemui tim detikJogja, Jumat (8/9/2023), Totok mengatakan bahwa rumahnya tersusun dari kayu jati. Di dalamnya terdapat dua kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan ruang khusus melukis.
Genting rumah berbahan tanah liat atau clay. Totok mengatakan sudah sulit mencari pembuat genting dengan kualitas serupa. Jika gentingnya telah rusak, Totok harus menyambungnya sendiri menggunakan lem.
"Kalau gentingnya itu kalau zaman dulu namanya clay kalau sekarang asbes. Asbes sekarang dengan yang dulu beda. Bagus yang dulu. Tapi namanya clay. Itu kalau pecah, beli baru nggak ada," ujar Totok.
Pria dua anak itu juga menjelaskan lantai bangunan terbuat dari keramik berwarna kuning yang dapat memberi kesan adem dan dapat menyerap air.
![]() |
Pada plafon ruang tamu tertulis 1874 menggunakan angka biasa dan aksara Jawa. Angka tersebut menunjukkan tahun dibuatnya bangunan ini. Selain itu terdapat balok kayu yang dicat menggunakan prodo atau emas murni.
"Iya itu ada prodo. Prodo itu cat yang kuning itu, dari emas murni. Jadi nggak dicat kan gini, cuma ditempel-tempelkan. Kuning itu kuning prodo. Emas murni," ujar Totok.
Menjadi penghuni rumah cagar budaya menjadi tantangan tersendiri bagi Totok. Totok mengaku pernah mengeluarkan ratusan juta untuk perbaikan. Meskipun bangunan milik Keraton Jogja, ia merasa perlu bertanggung jawab untuk merawat dengan baik.
"Iya warisan budaya, cagar budaya juga. Yang namanya rumah ginian kan punya HB, saya punya hak, mereka juga punya hak. Tapi kan saya kasihan kalau ada yang rusak nggak dibenahi. Harus dibenahi, cagar budaya kan. Karena saya yang manggon (menghuni), harus tanggung jawab. Harus konsekuen," jelasnya.
Rumah yang dihuni Totok dan istrinya, pada tembok terdapat lukisan batik karya Totok, perabot dari kayu dan hiasan-hiasan kecil yang menghidupkan suasana.
Totok mengaku masih mengoleksi beberapa barang kuno seperti radio berantena dan toples besar yang dahulunya dipakai FK UGM.
Pernah Dipakai Syuting
Salah satu cerita menarik, kata Totok, yaitu ketika ada syuting di kompleks Dalem Mangkubumen. Kamera dan komputer yang sedang digunakan kru secara tiba-tiba tidak berfungsi. Akhirnya, dilakukan ritual kemudian alat-alat tersebut dapat dipakai kembali.
"Sering ke sini untuk syuting, percaya atau tidak, jadi untuk syuting kameranya dan komputernya macet, tidak bisa berfungsi, setelah dikasih sesaji dan doa, bisa," ungkap Totok.
"Sini sering (syuting) sinetron. Ya seperti Cut Memey, terus ikatan cinta. Untuk syuting, (di) tempatnya kakak saya," ujarnya.
Tapi saat ini, pihak Keraton Jogja sudah tidak mengizinkan area tersebut untuk syuting.
![]() |
Cerita Kampus FK UGM-Universitas Widya Mataram
Totok berusia sembilan tahun ketika Dalem Mangkubumen menjadi tempat FK UGM.
"Kalau Mapram (Masa Prabakti Mahasiswa), plonco itu wah ramai sekali. Ketat tapi bagus sekali. Sampai dulu guru-guru yang plonco itu kenal semua. Kalau plonco kan disiplin, tapi nggak ada yang sampai menyiksa, itu nggak," kenang Totok.
Terdapat bangunan Prabayeksa yang pernah menjadi Apotek Gadjah Mada. Cerita menarik lainnya adalah ketika kandang kuda di bagian timur diubah menjadi tempat untuk praktikum. Di tempat yang sekarang menjadi SD Tumbuh, dulunya merupakan klinik bersalin.
FK UGM kemudian pindah ke gedung yang ditempati hingga sekarang, yaitu di Sekip. Tujuh tahun setelahnya, Universitas Widya Mataram dibentuk di Dalem Mangkubumen. Totok menjelaskan bahwa ayahnya, Kuswadji juga ikut terlibat dalam pendirian Universitas Widya Mataram.
"Widya Mataram yang mendirikan Sultan dari Keraton. Dulu yang meresmikan Sultan Hamengku Buwono IX, termasuk bapak saya ikut mendampingi Sultan. Yang bikin logo bapak saya, Pak Kuswadji, istri saya membawakan gunting untuk gunting pita. Diresmikan tahun 1983," ujarnya.
Tahun depan, Universitas Widya Mataram direncanakan akan pindah ke lokasi baru sehingga Dalem Mangkubumen akan dialihfungsikan sebagai tempat kebudayaan. Terlepas dari itu, Dalem Mangkubumen telah menyaksikan perkembangan pendidikan Indonesia, khususnya di Jogja. Termasuk tempat berkesenian.
"Untuk tampil kesenian, dari umum dan dari Keraton. Untuk tari juga dari seluruh kabupaten, dari Bantul, dari Sleman, dari Kulon Progo," imbuh Totok.
(rih/apl)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi