Jembatan Jirak di Semanu, Kabupaten Gunungkidul, DIY, menyimpan cerita turun-temurun. Ada mitos larangan bagi calon pengantin atau pengantin baru melintas di Jembatan Jirak. Seperti apa kisahnya?
Jembatan Jirak berada di Pedukuhan Munggi Pasar, Kalurahan Semanu, Kapanewon Semanu. Ada dua bangunan jembatan, di sisi utara dan selatan.
Pada Jembatan Jirak sisi utara terdapat tulisan 'dengan rakhmat Tuhan yang maha esa JEMBATAN JIRAK, diresmikan pada hari Senin tanggal 16 Januari 1989 oleh Gubernur, Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, KGPAA Paku Alam VIII'. Sedangkan Jembatan Jirak di sisi selatan terdapat tulisan 'JEMBATAN JIRAK NO.26.030.001.B TH.2008 KM 45+77'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bentuk jembatan ini juga sama dengan jembatan pada umumnya. Jembatan ini tampak ramai lalu lintas kendaraan karena berada di jalur utama dari Semanu ke Wonosari dan sebaliknya, serta berada di jalan penghubung DIY ke arah Jawa Tengah menuju Jawa Timur.
Lalu, seperti apa kisah calon pengantin atau pengantin baru dilarang melintasi Jembatan Jirak?
Ketua Kalurahan Budaya Semanu, Sumaryanto menjelaskan bahwa dari cerita para pendahulunya, dahulu ada kerajaan jin bernama Alas Kali Jirak. Kerajaan itu dipimpin seorang ratu bernama Sekar Cendani.
"Sekar Cendani mempunyai putri yang sangat cantik bernama Nini Pantarwati," kata Sumaryanto kepada detikJogja, Kamis (7/9/2023).
![]() |
Ratu Sekar Cendani mempunyai prajurit lelembut yang kuat, salah satunya bernama Gus Serut yang menaruh hati pada Nini Pantarwati. Di sisi lain, Nini Pantarwati telah jatuh cinta kepada seorang manusia bernama Sutejo.
Sutejo merupakan putra dari Kiai Singo Wijoyo yang berasal dari Kemadang. Mengetahui hubungan tersebut, Ratu Sekar Cendani tidak merestui keduanya karena berbeda alam.
"Akhirnya Gus Serut terlibat pertarungan dengan Sutejo untuk memperebutkan Nini Pantarwati," ucapnya.
Di tengah pertarungan sengit itu, Gus Serut melempar ajirak kepada Sutejo. Menurutnya, itulah asal muasal mengapa jembatan itu akhirnya bernama Jembatan Jirak.
"Terus sambil lari berebut Gus Serut akhirnya terjadi perkelahian sambil melempar ajirak, itu aji-aji semacam jarak. Karena itu disebut Jirak, saat itu belum ada jembatannya, hanya ada sesek (jembatan berbahan bambu) saat itu," ujarnya.
Setelah kejadian itu, ternyata Nini Pantarwati tetap mencintai Sutejo. Akhirnya, Ratu Sekar Cendani mengutuk Nini Pantarwati dan Sutejo menjadi batu.
"Yang akhirnya dikatakan menjadi watu manten kali Jirak (batu pengantin Kali Jirak)," ungkapnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya
"Di situ ada manten lanang wedok (pengantin pria dan wanita) yang mau menyeberang di situ tapi dia mampir mandi. Nah, tahu-tahu kok masyarakat sekitar Jirak itu melihat manten itu tidak ada, dicari-cari itu sudah ada di situ batunya," ucapnya.
Batu itu, kata Sumaryanto, posisinya berjejeran. Di mana batu tersebut berada di bawah Jembatan Jirak sisi utara.
"Ada dua batu yang berjejeran itu, di bawah jembatan itu. Batunya di bawah jembatan sisi utara, kan ada dua jembatan itu," terangnya.
Karena itu, tidak ada warga khususnya pengantin yang berani melintasi Jembatan Jirak. Menurutnya, pengantin baru boleh melintasi jembatan Jirak setelah selapanan.
"Setelah itu tidak ada yang berani lewat situ, baik calon manten dan manten kalau belum selapanan atau 35 hari," ujarnya.
![]() |
Akan tetapi, calon pengantin dan pengantin baru tetap bisa melintasi jembatan tersebut meski belum selapanan. Konon caranya dengan memberikan syarat berupa melemparkan beberapa macam benda ke Kali Jirak.
"Tapi ada juga yang memilih menghindari Jembatan Jirak dengan mengambil rute lain yakni lewat utara Kantor Kalurahan, lewat Pacarejo, atau lewat Karangmojo," lanjut Sumaryanto.
Sumaryanto menambahkan, bahwa hingga saat ini masyarakat Semanu masih mempercayai mitos tersebut. "Masih, wong kemarin tetangga saya dapat orang Mulo itu ya tidak berani lewat situ mending lewat Pacarejo," ujarnya.
Apa akibatnya jika ada calon pengantin atau pengantin baru yang nekat melintasi Jembatan Jirak meski belum 35 hari atau tanpa memberikan syarat?
"Kalau dari informasi katanya ada yang sulit mendapatkan keturunan. Kalau sampai celaka kami belum pernah dengar, informasinya justru sulit mendapatkan momongan, rezekinya agak seret," jawabnya.
"Semua itu cerita turun-temurun, fakta sebenarnya masih digali. Tapi nyatanya tetap ada yang tidak berani lewat situ kalau belum selapanan setelah prosesi manten," imbuhnya.
Halaman selanjutnya, cerita warga 3 hari usai menikah lewat Jembatan Jirak
Cerita Warga 3 Hari Usai Menikah Lewat Jembatan Jirak
Sekretaris Kalurahan (Carik) Semanu, Suhartanto bercerita bahwa tahun 2004 menikahi warga Semanu. Saat itu, pria kelahiran Sumatera Selatan tersebut harus masuk bekerja setelah tiga hari menikah.
"Saya kan pendatang dan menikah dapat orang sini tahun 2004. Terus tiga hari jadi manten kan saya harus kerja, karena kalau menunggu selapanan tidak lewat sana gimana dapat uang untuk menghidupi anak orang, dan bisa dipecat juga saya," kata Suhartanto kepada detikJogja, Kamis (7/9).
![]() |
Suhartanto pun nekat tetap berangkat kerja melintasi Jembatan Jirak. Saat itu dia bekerja di Jogja dan berangkat naik angkutan umum.
"Sehingga saya nekat saja dari pada itu tadi. Tapi akhirnya mertua membawakan saya uang receh dan beras untuk dibuang di sana, hanya sekali saja. Ya sudah saya lakukan karena ini sudah jadi tradisi di sini," ucapnya.
Suhartanto mengaku tidak ada dampak melintasi Jembatan Jirak usai tiga hari menikah,
"Alhamdulillah saya berkeluarga 19 tahun tidak ada masalah dan anak saya sudah tiga. Entah itu karena melempar syarat-syarat (saat melintas Jembatan Jirak) atau apa itu wallahualam," imbuhnya.
Simak Video "Video: Viral Lurah di Gunungkidul Disiram, Disebut Karena Masalah Utang"
[Gambas:Video 20detik]
(rih/rih)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa