Budaya dan cerita yang beragam disimpan oleh masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Oleh karenanya, tak mengherankan jika setiap daerah di DIY memiliki kisah unik masing-masing.
Dusun Kasuran, di pinggiran Jogja utara misalnya. Dusun yang terletak di Kabupaten Sleman ini memiliki mitos yang sangat terkenal.
Sesepuh Dusun Kasuran menjelaskan bahwa warga setempat akan sakit jika tidur di kasur yang mengandung kapuk. Mitos ini telah diceritakan secara turun-temurun dan masih dipercaya oleh 470 Kepala Keluarga yang bermukim di Dusun Kasuran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut mitos yang beredar, warga Kasuran tidak menggunakan kasur sebagai alas tidur. Padahal warga setempat masih tidur di atas kasur, hanya saja tidak terbuat dari bahan kapuk.
"Jadi tidak pakai kasur kapuk. Bukan menggunakan kasur," kata Suparman, Dukuh Dusun Kasuran.
Asal-usul Mitos
Menurut Suparman ada dua versi mengenai asal-usul mitos tersebut. Yang pertama bermula dari sejarah berdirinya Padukuhan Kasuran. Dikisahkan bahwa Kasuran merupakan peninggalan Sunan Kalijaga yang dulu pernah berdakwah dan jatuh sakit di Kasuran.
"Sunan Kalijaga itu dakwah di Kasuran. Terus dia pas istirahat katanya pakai atas kapuk terus sakit. Setelah itu tidak pakai lagi karena di bawahnya untuk tidur itu katanya ada ularnya," jelasnya.
Sedangkan versi kedua, asal-usul mitos ini berkaitan dengan peperangan di wilayah Kasuran yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.
"Versi yang kedua versi Peperangan Diponegoro. Di sini mengalami kekalahan, makanya asor. Kalah kan asor, nah jadi kasoran itu kalah. Tapi terus kok jadi kasuran. Apakah itu digabung sama cerita Kalijaga, ya? Saya kurang tahu, tapi ceritanya kayak gitu," tuturnya.
Bukti Mitos
Ternyata, mitos tersebut bukan hanya kepercayaan masyarakat semata. Meski belum terbukti kebenarannya, namun telah banyak terjadi kasus-kasus yang menimpa warga hingga sakit hanya karena mereka menggunakan kasur berbahan kapuk sebagai alas tidur.
Kasus pertama menimpa orang Jakarta yang pulang membawa kasur kapuk ke Kasuran. Saat kasur tersebut ditempatkan di kamar, orang itu melihat penampakan seekor ular besar dan tiba-tiba seluruh keluarganya sakit.
"Kasur itu untuk alas tidur dan di kamarnya dilihat kayak ada ular gede gitu. Dia juga sakit sekeluarga sakit semua. Setelah kasurnya dipindah dan dikasihkan saudaranya, dia sembuh," ujarnya.
Kasus kedua menimpa warga luar daerah yang pindah ke Kasuran dengan membawa kasur kapuk. Ia menggunakan kasur tersebut sebagai alas tidur dan jatuh sakit.
"Warga kita pindahan dari Plosokuning dulu juga gitu. Anaknya yang pakai sakit. Ternyata ada kasur kapuknya itu. Sakitnya itu tidak bisa dideteksi, lho," tuturnya.
Kasus ketiga menimpa seorang sinden yang membeli kasur di pedagang keliling. Tetapi, sinden tersebut tidak mengetahui bahwa ada sedikit kapuk di dalam kasur yang ia gunakan sebagai alas tidur.
Sinden itu pun jatuh sakit selama setahun lamanya. Ajaibnya sinden itu sembuh dalam waktu seminggu setelah kasur tersebut dirusak.
Simak lebih lengkap di halaman berikutnya...
"Tapi setelah dibakar, dirusak kasurnya, sembuh. Gemuk lagi. Dan dia nyinden lagi karena profesinya sinden. Diperiksakan nggak ada sakitnya. Di dokter mana pun, nggak ada," jelasnya.
Akan tetapi, mitos tersebut ternyata tidak berlaku di luar dusun. Warga Kasuran yang tidur di luar dusun menggunakan kasur kapuk justru tidak mengalami masalah. Hal sebaliknya pun juga berlaku.
Berubah Menjadi Kebiasaan
Menurut Suparman, tidak ada larangan jika warga ingin menggunakan kasur berbahan kapuk. Namun, seiring dengan terjadinya berbagai kasus tersebut, akhirnya kepercayaan tersebut menjadi kebiasaan warga yang melekat dalam keseharian mereka.
"Tapi di sini bukan larangan ya. Tidur pakai kasur kapuk tidak ada yang melarang. Cuma orang-orang itu sudah kebiasaan. Tapi saya sendiri mau menghilangkan mitos itu juga nggak berani. Mau tidur nyoba pakai itu (kapuk) juga tidak berani," tuturnya.
Kebiasaan yang dilakukan warga tersebut sudah turun-temurun dilakukan. Mbah Kasur, selaku orang pertama yang menghuni Kasuran pun tidak menggunakan kasur kapuk sebagai alas tidur.
"Mbah Kasur itu cikal bakal di sini. Orang yang pertama hidup di kasuran. Dia juga tidak pakai kasur," jelasnya.
Sadikin (52) seorang warga Kasuran mengatakan bahwa ia dan keluarganya, bahkan anak-anaknya yang lahir di zaman modern takut menggunakan kasur kapuk.
"Ya dari dulu sejak kecil sudah sejak nenek dulu. Kalau dulu kan dari kasur sepet. Terus sekarang pakai busa. Kalau pakai kapuk nggak bisa," tuturnya.
Menurut Sadikin, kapuk hanya dapat digunakan sebagai isian bantal dan guling.
"Pokoknya jangan sampai kapuk digunakan untuk kasur," tegasnya.
Meski memiliki nama Kasuran, warga desa tersebut berkehidupan jauh dengan yang namanya kasur terutama yang berbahan kapuk. Seperti melawan modernitas, penduduk di desa ini masih mempertahankan mitos yang dipercaya secara turun-temurun sejak zaman nenek moyangnya dahulu.
Namun, apapun itu tradisi dan budaya leluhur yang ada, dijaga untuk mempertahankan identitas budaya di daerah tersebut. Selain itu, warga juga tetap hidup berdamai dengan mitos yang ada.
Komentar Terbanyak
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Cerita Warga Jogja Korban TPPO di Kamboja, Dipaksa Tipu WNI Rp 300 Juta/Bulan
Jokowi Diadukan Rismon ke Polda DIY Terkait Dugaan Penyebaran Berita Bohong