Akhir Riwayat BUMN Tekstil PT Primissima, Bangkrut Terlilit Harga Kapas

Kilas Balik Jogja 2024

Akhir Riwayat BUMN Tekstil PT Primissima, Bangkrut Terlilit Harga Kapas

Tim detikJogja - detikJogja
Senin, 30 Des 2024 17:33 WIB
Ilustrasi PHK
Ilustrasi PHK PT Primissima. Foto: Ilustrator: Edi Wahyono
Jogja -

September 2024 menjadi hari kelabu bagi ratusan karyawan PT Primissima, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang tekstil. Perusahaan yang berbasis di Sleman itu melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pengumuman pahit itu disampaikan Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sleman Sutiasih. Sebelumnya pada Juni 2024, PT Primissima sempat merumahkan para karyawannya.

"Sejak bulan September tanggal 10 perusahaan sudah menyatakan untuk mem-PHK massal," kata Sutiasih kepada wartawan, Senin (21/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan, keputusan untuk melakukan PHK massal itu baru dilakukan pada Oktober. Total ada 402 karyawan yang mendapat pemutusan hubungan kerja. Ratusan orang itu bersedia menandatangani perjanjian.

"Penandatanganan perjanjian bersama atau PB terkait dengan PHK karyawan sebanyak 402 orang dilakukan kemarin 14-18 Oktober 2024. PB PHK sudah ditandatangani semua oleh 402 orang," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Berawal dari Curhatan Karyawannya di Medsos

Awalnya salah satu buruh pabrik curhat di media sosial. Dalam unggahan yang diterbitkan akun Instagram @merapi_uncover itu, dia mengaku sudah satu bulan dirumahkan dengan beberapa tunggakan gaji belum dibayarkan.

"Saya adalah salah satu karyawan pabrik tekstil di wilayah Sleman yang masih milik BUMN. Namun nasib kami sekarang terombang-ambing, dan terpaksa harus mencari nafkah serabutan di luar," demikian narasi dalam unggahan tersebut yang dilihat detikJogja, Senin (8/7). Ejaan dalam narasi postingan itu sudah disesuaikan.

"Selama satu bulan lebih kami dirumahkan. Ya kalau di luar pabrik masih punya sambilan lain atau usaha lain. Jika tidak punya gimana nasib teman-teman saya yang hanya mengandalkan uang dari pabrik mungkin bisa lelah pikiran dan down dengan kahanan (keadaan) yang sekarang," lanjutnya.

Selain gaji, dalam unggahan itu, si pengirim mengungkapkan ada beberapa tunggakan seperti THR dan asuransi yang belum diterima buruh. Para buruh saat itu sudah melapor ke dinas terkait, namun belum ada tindakan.

"Saya sangat prihatin dan sangat kecewa dengan tanggung jawab perusahaan karena sampai hari ini tunggakan upah dan gaji menurut saya besar sebagai buruh pabrik, karena kurang lebih dari golongan terendah 6-7 juta ada yang belum terbayarkan, dan masih ada denda-denda juga karena pelanggaran perusahaan terhadap kami," ungkapnya.

"THR tahun ini pun juga masih memiliki tunggakan. Jamsostek pun juga memiliki permasalahan tunggakan. Pihak perusahaan hanya memberi kata dan janji manis yang banyak belum terealisasi. Laporan ke dinas terkait namun belum menemui hasil yang diharapkan," sambungnya.

Sultan Angkat Bicara

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, juga angkat bicara. Dia menyebut perusahaan itu adalah BUMN bernama PT Primissima.

Ngarsa Dalem mengungkap BUMN tekstil itu sudah lama mengalami masalah.

"Ya urusannya (PT) Primissima, ya Primissima itu sepertinya hidup segan mati tak mau. Dari dulu kok nggak pernah selesai. Mestinya tidak merugikan karyawan, tapi memang dari awal, ndak tahu kenapa tidak diselesaikan," jelas Sultan saat ditemui wartawan di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Selasa (9/7).

"Jangan sampai karyawan itu dirugikan. Ya memang sudah berapa tahun kan hidup segan mati tak mau. Ya kita ikut prihatin juga," sambungnya.

Sultan menuturkan PT Primissima sempat akan diambil alih dan diubah jadi BUMD DIY. Namun dengan keadaan saat ini, dia mengaku sudah tidak berani kembali melayangkan tawaran serupa.

"Kita tidak berani untuk nawar lagi menjadi BUMD seperti 7-8 tahun yang lalu. Karena dengan begini nanti diambil alih juga saya pusing juga," pungkasnya.

Karena 'Terpeleset' Harga Kapas

Direktur Utama PT Primissima, Usmansyah, menjelaskan senjakala perusahaan dimulai ketika tahun 2011 silam. Saat itu, perusahaan menandatangani kontrak jangka panjang impor kapas.

Namun tiga bulan usai penandatanganan kontrak, harga kapas tiba-tiba jatuh. Perusahaan mau tidak mau harus membayar harga kapas sesuai kontrak.

"Kita mulai berat saat salah keputusan beli kapas itu, itu ruginya hampir Rp 50 miliar sendiri," bebernya dalam wawancara pada 11 Juli 2024.

Hal itu kemudian diperparah saat perusahaan memberikan uang pensiun dibayar secara sekaligus. Itu terjadi pada periode 2011 hingga 2013 di mana banyak karyawan yang pensiun.

"Itu pengaruhnya ke cash flow, langsung habis duitnya, Rp 40 miliar," katanya.

Kondisi makin sulit menginjak tahun 2020. Usmansyah berkata, pada tahun itu perusahaan telah berhenti karena tidak punya modal untuk beroperasi.

"Sudah mulai 2020 berhenti, modal kerja nggak ada," katanya.

Ketiadaan modal kerja itu membuat perusahaan tidak bisa lagi memproduksi kain cambric yang jadi produk unggulan perusahaan. Mesin-mesin produksi kemudian digunakan untuk jasa tenun. Hanya saja, hasilnya masih belum mampu menutup biaya operasional.

"Tapi karena kita tidak ada modal kerja mesin yang ada kita gunakan untuk WO, work order, jadi mengerjakan benangnya orang jadi kain, tapi kita hanya memperoleh ongkos WO saja yang jumlahnya tidak seberapa tidak bisa meng-cover semua biaya," ucapnya.

Hanya Tersisa 3 Orang di PT Primissima

Dirut Usmansyah melanjutkan, saat ini hanya tinggal tersisa tiga orang di perusahaan.

"Yang belum di-PHK tiga orang yaitu dua direksi dan satu komisaris," kata Usmansyah saat dihubungi wartawan, Senin (21/10).

Dia berujar para karyawan yang di-PHK akan diberikan semua haknya baik gaji yang terutang maupun pesangon sesuai dengan perjanjian bersama antara Primissima dengan karyawan.

"Kepada yang bersangkutan akan diberikan semua haknya, baik gaji yang terutang maupun pesangon sesuai perjanjian kerja bersama," ucap dia.

Usmansyah menjelaskan salah satu jalan menyelesaikan permasalahan ini adalah menutup sementara dengan mem-PHK seluruh karyawan. Status perusahaan sampai saat ini belum pailit, hanya tidak beroperasi.

"Status perusahaan belum tutup, belum pailit. Hanya tidak beroperasi," tegasnya.

Nasib Karyawan yang Dipecat

Sutiasih menerangkan, Disnaker akan tetap mengawal agar perusahaan tetap memberikan hak bagi para karyawan.

"Disnaker akan mengawal terkait dengan kewajiban mereka, khususnya yang terkait dengan ketenagakerjaan. Kami sudah sampaikan kepada perusahaan, sesuai ketentuan itu kaitan dengan hak pekerja itu prioritas," tegasnya.

Di sisi lain, dinas juga tak tinggal diam. Pihaknya tetap berusaha membantu karyawan yang kena PHK untuk mendapatkan pekerjaan.

"Kami menghadirkan empat perusahaan untuk merekrut tenaga kerja yang ter-PHK," ujarnya.

PT Primissima, lanjut dia, berjanji akan memenuhi hak karyawan yang di-PHK maksimal paling lambat 31 Desember 2025.

"Mudah-mudah sebelum 31 Desember 2025 itu bisa dipenuhi," katanya.




(apu/ahr)

Hide Ads