Perusahaan BUMN di Sleman yang bergerak di industri tekstil, PT Primissima, mengalami krisis keuangan sejak beberapa tahun terakhir. Puncaknya, ratusan karyawan terpaksa dirumahkan dan gaji mereka juga banyak yang tertunggak.
Direktur Utama PT Primissima, Usmansyah menjelaskan beratnya keuangan perusahaan dimulai 2011. Saat itu, perusahaan menandatangani kontrak jangka panjang impor kapas.
Namun, baru tiga bulan berjalan harga kapas tiba-tiba jatuh. Perusahaan pun mau tidak mau harus membayar harga kapas sesuai dengan nominal kontrak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita mulai berat saat salah keputusan beli kapas itu, itu ruginya hampir Rp 50 miliar sendiri," kata Usmansyah saat ditemui wartawan di Sleman, Kamis (11/7/2024).
Hal itu kemudian diperparah saat perusahaan memberikan uang pensiun dibayar secara sekaligus. Itu terjadi pada periode 2011 hingga 2013 di mana banyak karyawan yang pensiun.
"Itu pengaruhnya ke cash flow, langsung habis duitnya, Rp 40 miliar," ungkapnya.
Karut-marut keuangan perusahaan kemudian membuat mereka tidak mempunyai modal kerja lagi. Alhasil, perusahaan itu tak mampu untuk membeli bahan baku dan membayar kebutuhan operasional.
"Sudah mulai 2020 berhenti, modal kerja nggak ada," katanya.
![]() |
Ketiadaan modal kerja itu membuat perusahaan tidak bisa lagi memproduksi kain cambric yang jadi produk unggulan perusahaan. Mesin-mesin produksi kemudian digunakan untuk jasa tenun. Hanya saja, hasilnya masih belum mampu menutup biaya operasional.
"Tapi karena kita tidak ada modal kerja mesin yang ada kita gunakan untuk WO, work order, jadi mengerjakan benangnya orang jadi kain, tapi kita hanya memperoleh ongkos WO saja yang jumlahnya tidak seberapa tidak bisa mengcover semua biaya," ucapnya.
Dijelaskannya, per tanggal 1 Juni lalu, Primissima mulai tidak menjalankan operasional perusahaan. Perusahaan kemudian mencari solusi dengan meliburkan pekerja selama 11 hari dengan gaji penuh.
Selanjutnya, para pekerja resmi dirumahkan mulai 12 Juni dengan menerima gaji sebesar 25 persen walaupun statusnya menjadi utang perusahaan. Dia mengatakan total 425 karyawan yang dirumahkan.
"Mereka dirumahkan dengan gaji 25 persen. Tapi memang statusnya utang semua, tercatat semua di perusahaan, jadi anytime kami punya uang mereka bisa menuntut," imbuhnya.
"Total karyawan 425, semuanya belum gajian termasuk manajemen dan direksi. Perumahan resminya tanggal 12 Juni," kata Usmansyah.
Usmansyah bilang total gaji yang belum terbayarkan hingga saat ini setara gaji selama 5 bulan kerja. Perusahaan pun hingga saat ini tak mampu membayarkan gaji karena tak punya modal kerja.
"Kami total kalau dihitung globalnya sekitar lima bulan tidak gajian. Tapi itu merata mulai bulan April 2022 itu ada kurang 8 persen, Mei kurang 8 persen. Jadi tidak lima bulan nggak gajian, pasti dibayar tapi jumlahnya tidak penuh. Kalau ditotal itu setara 5 bulan gaji. Tapi kita yang betul-betul nggak gajian 2 bulan ini, semua," katanya.
Di sisi lain, terdapat 15 orang yang kena PHK. Usman menjelaskan perusahaan itu tidak melakukan PHK kepada karyawannya apabila karyawan tidak melakukan kesalahan yang bisa berakibat PHK.
Kasus PHK 15 Karyawan yang telah dilakukan adalah karena karyawan-karyawan tersebut mangkir bekerja lebih dari 5 hari walaupun telah dilakukan pemanggilan.
"Jadi 2 mengundurkan diri, 13 diberhentikan tidak hormat karena melanggar aturan perusahaan yaitu mangkir dari kerja selama 5 hari berturut-turut, dan diperingatkan tidak mengindahkan dan dipecat, jadi bukan PHK biasa," jelasnya.
(rih/ams)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi