Perjalanan BUMN PT Primissima, 'Terpeleset' Harga Kapas hingga Gulung Tikar

Perjalanan BUMN PT Primissima, 'Terpeleset' Harga Kapas hingga Gulung Tikar

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Selasa, 22 Okt 2024 16:52 WIB
Ilustrasi PHK
Foto: Ilustrasi PHK (Tim Infografis: Zaki Alfarabi)
Sleman -

PT Primissima, perusahaan BUMN di Sleman yang bergerak di industri tekstil mengalami krisis keuangan sejak beberapa tahun terakhir. Puncaknya, perusahaan itu gulung tikar hingga ratusan karyawan kini telah di-PHK.

Berikut detikJogja rangkum kronologi perusahaan pelat merah itu mengalami defisit hingga akhirnya 402 karyawan di-PHK.

Tahun 2011

Direktur Utama PT Primissima, Usmansyah, menjelaskan beratnya keuangan perusahaan dimulai tahun 2011. Saat itu, perusahaan menandatangani kontrak jangka panjang impor kapas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, baru tiga bulan berjalan harga kapas tiba-tiba jatuh. Perusahaan pun mau tidak mau harus membayar harga kapas sesuai dengan nominal kontrak.

"Kita mulai berat saat salah keputusan beli kapas itu, itu ruginya hampir Rp 50 miliar sendiri," bebernya dalam wawancara pada 11 Juli 2024.

ADVERTISEMENT

Hal itu kemudian diperparah saat perusahaan memberikan uang pensiun dibayar secara sekaligus. Itu terjadi pada periode 2011 hingga 2013 di mana banyak karyawan yang pensiun.

"Itu pengaruhnya ke cash flow, langsung habis duitnya, Rp 40 miliar," katanya.

Tahun 2020

Usmansyah bilang, perusahaan sudah tak punya modal lagi untuk beroperasi. Sejak 2020, perusahaan tersebut telah berhenti.

"Sudah mulai 2020 berhenti, modal kerja nggak ada," katanya.

Ketiadaan modal kerja itu membuat perusahaan tidak bisa lagi memproduksi kain cambric yang jadi produk unggulan perusahaan. Mesin-mesin produksi kemudian digunakan untuk jasa tenun. Hanya saja, hasilnya masih belum mampu menutup biaya operasional.

"Tapi karena kita tidak ada modal kerja mesin yang ada kita gunakan untuk WO, work order, jadi mengerjakan benangnya orang jadi kain, tapi kita hanya memperoleh ongkos WO saja yang jumlahnya tidak seberapa tidak bisa mengcover semua biaya," ucapnya.

Juni 2024

Dijelaskannya, per 1 Juni 2024, Primissima mulai tidak menjalankan operasional perusahaan. Perusahaan kemudian mencari solusi dengan meliburkan pekerja selama 11 hari dengan gaji penuh.

Selanjutnya, para pekerja resmi dirumahkan mulai 12 Juni lalu dengan menerima gaji sebesar 25 persen walaupun statusnya menjadi utang perusahaan.

"Mereka dirumahkan dengan gaji 25 persen. Tapi memang statusnya utang semua, tercatat semua di perusahaan, jadi anytime kami punya uang mereka bisa menuntut," imbuhnya.

September 2024

PT Primissima akhirnya melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ratusan karyawannya. Hal itu imbas perusahaan yang sudah tak mampu lagi membayar para pekerjanya.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sleman Sutiasih mengatakan perusahaan tersebut menyatakan melakukan PHK ke ratusan karyawannya pada 10 September lalu. Sebelumnya, pada Juni 2024 perusahaan tersebut sempat merumahkan para karyawannya.

"Sejak bulan September tanggal 10 perusahaan sudah menyatakan untuk mem-PHK massal," kata Sutiasih kepada wartawan, Senin (21/10).

Dia mengatakan, keputusan untuk melakukan PHK massal itu baru dilakukan pada bulan ini. Total ada 402 karyawan yang mendapat pemutusan hubungan kerja. Ratusan orang itu bersedia menandatangani perjanjian.

"Penandatanganan perjanjian bersama atau PB terkait dengan PHK karyawan sebanyak 402 orang dilakukan kemarin 14-18 Oktober 2024. PB PHK sudah ditandatangani semua oleh 402 orang," ucapnya.

PT Primissima, lanjut dia, berjanji akan memenuhi hak karyawan yang di-PHK maksimal paling lambat 31 Desember 2025.

"Mudah-mudah sebelum 31 Desember 2025 itu bisa dipenuhi," katanya.

Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT Primissima (Persero), Usmansyah, membenarkan soal PHK 402 karyawan.

"Intinya benar bahwa kita melakukan PHK massal terhadap karyawan karena perusahaan tidak mempunyai kemampuan apa pun lagi untuk beroperasi secara normal," kata Usmansyah.




(ahr/rih)

Hide Ads