Kasus dugaan penganiayaan dengan korban salah satu santri terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji asuhan Gus Miftah. Pengacara Yayasan Ponpes Ora Aji, Adi Susanto menegaskan peristiwa tersebut terjadi antarsantri dan tidak ada pengurus yang terlibat.
"Maka yang perlu teman-teman ketahui adalah peristiwa ini pure, murni antara santri dan santri," kata Adi saat ditemui wartawan di Ponpes Ora Aji, Kalasan, Sleman, Sabtu (31/5/2025).
Dia kemudian kembali menyanggah adanya penganiayaan terhadap KDR (23) seperti yang selama ini tersebar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu kita tekankan adalah sebagaimana yang tersebar di media selama ini kita pastikan ya, atas nama yayasan menyanggah soal adanya penganiayaan itu. Apa yang terjadi di pondok adalah aksi spontanitas saja dari santri ya, yang tidak ada koordinasi apa pun," kata Adi.
![]() |
Aji bilang di ponpes sebelumnya banyak terjadi peristiwa vandalisme dan pencurian di beberapa kamar santri, yang mana pelaku saat itu masih belum diketahui.
Kemudian, ditemukan penjualan air galon yang dikelola yayasan oleh KDR tanpa sepengetahuan pihak pondok selama sepekan. KDR mengakui perbuatan itu dan kabar tersebut tersebar di kalangan santri lain.
"Nah, sampai akhirnya ditanyakanlah ya secara persuasif, tidak ada pemaksaan seperti yang ada di media itu. Apakah peristiwa yang selama ini terjadi di pondok juga dilakukan oleh dia? Nah, yang bersangkutan mengakui bahwa dialah yang melakukan pencurian selama ini. Ada di santri yang bernama si A sekian Rp 700.000, santri yang bernama si B, Rp 50.000 dan segala macam," ujarnya.
Dari situ, lanjutnya, kemudian muncul aksi spontanitas dalam rangka untuk menunjukkan satu effort yang sebenarnya lebih kepada menunjukkan rasa sayang terhadap sesama santri.
"Nah, itu yang terjadi. Aksi spontanitas itulah yang akhirnya mengakibatkan terjadinya semacam gesekanlah di antara santri. Sekali lagi di antara santri. Tidak ada pengurus, tidak ada siapa pun," tegasnya.
Adi melanjutkan, dalam peristiwa ini KDR tiba-tiba dijemput oleh sang kakak dan pergi dari pondok tanpa pamit. Setelah itu muncul laporan polisi di Polsek Kalasan. Pihak yayasan pun kemudian berusaha menjadi mediator untuk bisa menyelesaikan kasus ini hanya saja tak terjadi titik temu.
"Nah, yang membuat mediasi itu menjadi gagal pada akhirnya itu dikarenakan permintaan kompensasi atau tuntutan kompensasi dari keluarga saudara ini yang tidak mungkin bisa dipenuhi oleh santri. Yang notabene ini orang-orang yang tidak punya, yang notabene ini datang ke sini dalam keadaan gratis," ujarnya.
Pihak yayasan juga menawarkan untuk membantu biaya pengobatan senilai Rp 20 juta kepada keluarga korban. Namun hal itu juga tidak menemui titik temu.
"Tapi sekali lagi itu tidak pernah bisa diterima sampai akhirnya upaya mediasi berulang kali itu menjadi gagal, gagal dan gagal," ujarnya.
Adi menegaskan, dengan adanya pelaporan 13 santri yang saat ini sudah ditetapkan tersangka, dia juga kemudian mendampingi para santri tersebut.
"Maka selain sebagai kuasa hukum yayasan, saya, kami juga menjadi kuasa hukum daripada seluruh santri yang dilaporkan tadi itu," pungkasnya.
(ahr/rih)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Catut Nama Bupati Gunungkidul untuk Tipu-tipu, Intel Gadungan Jadi Tersangka