Pengacara Sebut Gus Miftah Minta Maaf soal Kasus Penganiayaan di Ponpes Ora Aji

Pengacara Sebut Gus Miftah Minta Maaf soal Kasus Penganiayaan di Ponpes Ora Aji

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Sabtu, 31 Mei 2025 15:31 WIB
Gus Miftah saat menyampaikan mundur dari Utusan Presiden, Sleman, Jumat (6/12/2024).
Gus Miftah, Jumat (6/12/2024). Foto: dok. detikJogja
Sleman -

Pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah disebut telah meminta maaf atas kejadian dugaan penganiayaan yang terjadi di Ponpes Ora Aji asuhannya. Permintaan maaf tersebut disampaikan melalui Pengacara Yayasan Ponpes Ora Aji, Adi Susanto.

"Musibah ini adalah pukulan bagi kami terutama atas nama pondok pesantren ya. Ini adalah pukulan sehingga atas nama ketua yayasan beliau sudah menyampaikan permohonan maafnya tadi," kara Adi ditemui wartawan di Ponpes Ora Aji, Kalasan, Sleman, Sabtu (31/5/2025).

Adi bilang, saat kejadian, Miftah tengah melaksanakan ibadah umrah. Sehingga Miftah tak mengetahui peristiwa ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mohon izin saat peristiwa terjadi abah sedang umrah. Jadi Abah (Miftah) sedang umrah. Abah tidak ada di pondok," ujarnya.

Kapasitas pondok, lanjut Adi, sampai saat ini sebatas menjadi fasilitator.

ADVERTISEMENT

"Kalau soal apa yang dilakukan sekali lagi sampai hari ini, kapasitas pondok itu hanya menjadi fasilitator saja antara santri dengan santri," tegasnya.

Kasus Antarsantri

Diketahui, kasus dugaan penganiayaan dengan korban salah satu santri terjadi di Ponpes Ora Aji, Kalasan, Sleman. Pihak yayasan ponpes, melalui Adi Susanto selaku kuasa hukum Yayasan Ponpes Ora Aji, menegaskan peristiwa tersebut terjadi antarsantri dan tidak ada pengurus yang terlibat.

"Maka yang perlu teman-teman ketahui adalah peristiwa ini pure, murni antara santri dan santri," kata Adi saat ditemui wartawan di Ponpes Ora Aji, Kalasan, Sleman, Sabtu (31/5).

Dia kemudian kembali menyanggah adanya penganiayaan terhadap santri inisial KDR (23) warga Kalimantan seperti yang selama ini tersebar.

"Perlu kita tekankan adalah sebagaimana yang tersebar di media selama ini kita pastikan ya, atas nama yayasan menyanggah soal adanya penganiayaan itu. Apa yang terjadi di pondok adalah aksi spontanitas saja dari santri ya, yang tidak ada koordinasi apapun," kata Adi

Aji bilang di ponpes sebelumnya banyak terjadi peristiwa vandalisme dan pencurian di beberapa kamar santri, yang mana pelaku saat itu masih belum diketahui.

Kemudian, ditemukan penjualan air galon yang dikelola yayasan oleh KDR tanpa sepengetahuan pihak pondok selama sepekan. KDR mengakui perbuatan itu dan kabar tersebut tersebar di kalangan santri lain.

"Nah, sampai akhirnya ditanyakanlah ya secara persuasif, tidak ada pemaksaan seperti yang ada di media itu. Apakah peristiwa yang selama ini terjadi di pondok juga dilakukan oleh dia? Nah, yang bersangkutan mengakui bahwa dialah yang melakukan pencurian selama ini. Ada di santri yang bernama si A sekian Rp 700.000, santri yang bernama si B, Rp 50.000 dan segala macam," ujarnya.

Dari situ, lanjutnya, kemudian muncul aksi spontanitas dalam rangka untuk menunjukkan satu effort yang sebenarnya lebih kepada menunjukkan rasa sayang terhadap sesama santri.

"Nah, itu yang terjadi. Aksi spontanitas itulah yang akhirnya mengakibatkan terjadinya semacam gesekanlah di antara santri. Sekali lagi di antara santri. Tidak ada pengurus, tidak ada siapa pun," tegasnya.

Adi melanjutkan, dalam peristiwa ini KDR tiba-tiba dijemput oleh sang kakak dan pergi dari pondok tanpa pamit. Setelah itu muncul laporan polisi di Polsek Kalasan. Pihak yayasan pun kemudian berusaha menjadi mediator untuk bisa menyelesaikan kasus ini hanya saja tak terjadi titik temu.

"Nah, yang membuat mediasi itu menjadi gagal pada akhirnya itu dikarenakan permintaan kompensasi atau tuntutan kompensasi dari keluarga saudara Dimas (KDR) ini yang tidak mungkin bisa dipenuhi oleh santri. Yang notabene ini orang-orang yang tidak punya, yang notabene ini datang ke sini dalam keadaan gratis," ujarnya.

Pihak yayasan juga menawarkan untuk membantu biaya pengobatan senilai Rp 20 juta kepada keluarga korban. Namun hal itu juga tidak menemui titik temu.

"Tapi sekali lagi itu tidak pernah bisa diterima sampai akhirnya upaya mediasi berulang kali itu menjadi gagal, gagal dan gagal," ujarnya.

Adi menegaskan, dengan adanya pelaporan 13 santri yang saat ini sudah ditetapkan tersangka, dia juga kemudian mendampingi para santri tersebut.

"Maka selain sebagai kuasa hukum yayasan, saya, kami juga menjadi kuasa hukum daripada seluruh santri yang dilaporkan tadi itu," pungkasnya.




(rih/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads