Nisfu Syaban menjadi salah satu waktu yang dianggap istimewa bagi sebagian kalangan muslim, sehingga tidak sedikit di antara mereka yang berlomba-lomba mengerjakan amalan sunnah di waktu tersebut. Lantas, bagaimana bacaan niat puasa Nisfu Syaban apabila dikerjakan sekaligus bersamaan dengan puasa ayyamul bidh dan puasa qadha Ramadhan?
Menurut buku 'Buku Harian Orang Islam: Agenda Syar'i Muslim/Muslimah Teladan Sepanjang Tahun' oleh Ustadz Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid, disampaikan bahwa berpuasa Nisfu Syaban termasuk dalam satu amalan yang hukumnya sunnah. Hal tersebut didasarkan oleh pendapat sejumlah ulama.
Salah satu anjuran mengerjakan puasa Nisfu Syaban didasarkan pada riwayat hadits. Dijelaskan dalam buku tersebut bahwa melalui sebuah riwayat disampaikan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika tiba waktu malam Nisfu Syaban, maka beribadahlah di malamnya dan puasalah di siangnya, karena sesungguhnya Allah Ta'ala menurunkan rahmat-Nya mulai tenggelamnya matahari (Maghrib) di langit dunia dan berfirman, 'Siapa yang meminta ampun, Aku ampuni. Siapa yang minta rezeki, Aku beri rezeki. Siapa yang terkena musibah, Aku sembuhkan. Siapa yang minta ini dan itu', seterusnya sampai waktu terbitnya fajar (matahari)," (HR. Ibnu Majah).
Mengingat ada keutamaan dalam mengerjakan puasa Nisfu Syaban, tidak sedikit kalangan muslim yang berusaha menghidupkan malam Nisfu Syaban atau malam 15 Syaban dengan melakukan amalan tersebut. Namun demikian, ada juga yang berencana mengamalkannya bersamaan dengan puasa ayyamul bidh dan qadha Ramadhan.
Lantas, bagaimana bacaan niat puasa Nisfu Syaban sekaligus ayyamul bidh dan qadha Ramadhan? Berikut pembahasannya.
Bolehkah Menggabungkan Puasa Nisfu Syaban dengan Ayyamul Bidh dan Qadha Ramadhan?
Sebelum mengetahui niat puasanya secara lengkap, tidak ada salahnya bagi setiap muslim untuk memahami terlebih dahulu hukum menggabungkan ketiga niatan puasa tersebut. Sebagaimana diketahui, puasa Nisfu Syaban dan puasa ayyamul bidh adalah amalan sunnah. Lain halnya dengan puasa qadha Ramadhan yang wajib dikerjakan, terutama bagi seorang muslim yang memiliki tanggungan puasa di bulan Ramadhan sebelumnya.
Adapun kewajiban mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena udzur tertentu disampaikan dalam sebuah firman Allah SWT. Diungkap dalam buku 'Dahsyatnya Puasa Wajib & Sunah Rekomendasi Rasulullah' oleh Amirulloh Syarbini dan Sumantri Jamhari, bahwa melalui Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 185, Allah SWT menyampaikan perintah untuk mengerjakan puasa qadha Ramadhan.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ١٨٥
syahru ramadlânalladzî unzila fîhil-qur'ânu hudal lin-nâsi wa bayyinâtim minal-hudâ wal-furqân, fa man syahida mingkumusy-syahra falyashum-h, wa mang kâna marîdlan au 'alâ safarin fa 'iddatum min ayyâmin ukhar, yurîdullâhu bikumul-yusra wa lâ yurîdu bikumul-'usra wa litukmilul-'iddata wa litukabbirullâha 'alâ mâ hadâkum wa la'allakum tasykurûn
Artinya: "Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur."
Sementara itu, melalui buku 'Ensiklopedia Islam (Akidah, Ibadah, Muamalah, Tematik)' karya Dr Makmur Dongoran, Lc, MSI, bahwa hukum menggabungkan puasa wajib dan sunnah memiliki perbedaan pandangan di kalangan ulama. Sebagian kalangan ulama menilai boleh menggabungkan dua puasa, yaitu qadha Ramadhan atau puasa wajib dan puasa sunnah. Namun, yang lebih utama adalah memisahkan antara puasa wajib dengan puasa sunnah.
Sebaliknya, sebagian ulama juga memberikan pandangan bahwa tidak diperkenankannya menggabungkan niat qadha Ramadhan dengan puasa sunnah. Hal ini dikarenakan apabila niat qadha Ramadhan digabungkan dengan puasa sunnah, maka niat puasa sunnah itu akan hilang. Kemudian niat puasa yang sah justru niat puasa qadha Ramadhan. Pandangan tersebut berpegang pada salah satu kaidah yang menyampaikan:
"Sesungguhnya niat apabila digabungkan, maka yang besar akan mengalahkan yang kecil."
Apabila menggabungkan niat puasa wajib dan puasa sunnah tidak diperkenankan, sehingga lebih utama memisahkannya, berbeda dengan menggabungkan niat puasa sunnah. Disampaikan dalam buku 'Risalah Puasa' karya Sultan Abdillah, bahwa tidak ada larangan untuk menggabungkan antara ibadah sunnah yang satu dengan lainnya.
Penggabungan dua puasa sunnah tersebut salah satunya didasarkan pada riwayat yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin bahwa:
"Jika puasa 6 hari di bulan Syawal bertepatan dengan puasa Senin atau Kamis, maka niat puasa Syawal juga akan mendapatkan pahala puasa Senin, begitu pula puasa Senin atau Kamis akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
"Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan pahala yang ia niatkan," (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Merujuk dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa seorang muslim hendaknya memisahkan niat puasa qadha Ramadhan dengan puasa sunnah lainnya, misalnya saja puasa Nisfu Syaban maupun puasa ayyamul bidh. Sebaliknya, niat puasa Nisfu Syaban dan puasa ayyamul bidh tidak ada larangan untuk menggabungkannya, sehingga dapat dikerjakan di waktu yang bersamaan. Wallahu a'lam.
Niat Puasa Nisfu Syaban
Cara mengerjakan puasa Nisfu Syaban serupa dengan puasa sunnah lainnya. Dikutip dari buku 'Meraih Surga dengan Puasa: Panduan Lengkap Puasa Setahun' karya H Herdiansyah Achmad, Lc, berikut bacaan niat puasa Nisfu Syaban:
نَوَيْتُ صَوْمَ فِي النِّصْفِ الشَّعْبَانِ سُنَّةَ لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma fi-n-nishfi-sy-sya'bani sunnata-lillahi ta'ala.
Artinya: "Saya berniat puasa pada pertengahan bulan Syaban sunnah karena Allah Ta'ala."
Niat Puasa Ayyamul Bidh
Kemudian untuk puasa ayyamul bidh terdapat ketentuan pengerjaannya di dalam Islam. Puasa sunnah tersebut dapat dilakukan pada tiga hari pertengahan bulan pada tahun Hijriah, yaitu setiap tanggal 13, 14, dan 15.
Salah satu bulan yang dapat diisi dengan puasa ayyamul bidh adalah Syaban, sehingga seseorang bisa mengamalkannya pada tanggal 13-15 Syaban. Dijelaskan dalam buku 'Koleksi Doa & Dzikir Sepanjang Masa' oleh Ustadz Ali Amrin al-Qurawy, begini bacaan niat puasa ayyamul bidh:
نَوَيْتُ صَوْمَ يوم الْبِيْضُ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى.
Nawaitu shauma yaumul biidh sunnatal lillaahi-ta'aalaa.
Artinya: "Saya niat berpuasa sunnah Yaumul bidh (Hari Putih) karena Allah Ta'ala."
Niat Puasa Qadha Ramadhan
Selanjutnya terdapat niat tersendiri yang bisa dibaca saat seseorang hendak mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan atau qadha Ramadhan. Adapun bacaan niat puasa qadha Ramadhan, sebagaimana dipaparkan dalam buku 'Kitab Terlengkap Bersuci, Shalat, Puasa, Shalawat, Surat-Surat Pendek, Hadits Qudsi dan Hadits Arba'in Pilihan, serta Dzikir & Doa' oleh Ustadz Rusdianto, SPdI, adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ لِلَّهِ تَعَالَى.
Nawaitu shauma ghadin 'an qadhaa-i fardhi ramadhaana lillaahi ta'aalaa.
Artinya: "Sengaja saya berpuasa pada esok hari untuk mengganti fardhu Ramadhan karena Allah Ta'ala."
Doa Berbuka Puasa
Tidak hanya memahami bacaan niat puasa saja, kaum muslim juga perlu untuk mengetahui bacaan doa berbuka puasa yang dapat diamalkan saat menyudahi puasa. Tim Darul Ilmi dalam buku '101 Doa Anak Saleh' memberikan informasi bahwa terdapat sebuah bacaan doa buka puasa yang selama ini dikenal secara umum. Berikut bacaan yang dimaksud:
اللهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
"Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa 'alaa rizqika athortu birahmatika yaa arhamar rahimin."
Artinya: "Ya Allah, untuk-Mu-lah aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka, dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Pengasih" (Sunan Abi Dawud, Ash-Shoum: 2011).
Meskipun telah dikenal secara umum dan banyak diamalkan dalam keseharian saat mengerjakan puasa, ternyata redaksi doa tersebut bukanlah berasal dari Rasulullah SAW. Hal tersebut telah dijelaskan melalui buku 'Sukses Dunia-Akhirat Dengan Doa-Doa Harian' karya Mahmud Asy-Syafrowi, bahwa doa buka puasa yang umum diamalkan selama ini berasal dari rangkaian kalimat doa yang dibuat oleh para ulama.
Sebaliknya, terdapat sebuah doa buka puasa yang redaksinya berasal dari Rasulullah SAW. Sebagaimana sebuah riwayat shahih dari Ibnu Umar RA Menyampaikan Rasulullah SAW selalu membaca doa saat berbuka puasa tiba. Berikut bacaan doa buka puasa yang lebih utama diamalkan:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى
"Dzahabadzh dzhama-u wabtallatil-'uruqu wa tsabatal-ajru insyaa-allah taala."
Artinya: "Telah hilang rasa haus, telah basah urat-urat, dan telah pasti ganjaran, dengan kehendak Allah Ta'ala" (HR. Abu Dawud, Daruquthni, Hakim, dan Nasa'i. Daruquthni menyampaikan bahwa hadits ini isnad-nya shahih).
Itulah tadi rangkuman bacaan niat puasa Nisfu Syaban, niat puasa ayyamul bidh, dan niat puasa qadha Ramadhan beserta hukum menggabungkan niat amalan tersebut secara bersamaan. Semoga membantu.
(sto/aku)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi