Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, menyebut salah satu penyebab rusaknya groundsill seperti di Srandakan, Bantul, akibat masifnya penambangan pasir. Karena itu, Dody ingin mengkaji peruntukan penambangan pasir untuk rakyat, bukan pengusaha besar.
"Kita lagi mengkaji apakah perlu, tapi rasanya harus perlu penambangan itu rakyat aja, tidak boleh pengusaha besar. Sehingga efek ke lingkungannya itu masih bisa terkendali, tidak seperti sekarang ini," kata Dody kepada wartawan di Srandakan, Bantul, Senin (27/1/2025).
Pasalnya, penambangan pasir yang berlebihan, khususnya menggunakan mesin sedot, mengakibatkan aliran sungai semakin kencang dari hulu menuju hilir. Apalagi jika di hilir juga terjadi penambangan pasir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kan karena akibat penambangan terlalu berlebihan kemudian mengakibatkan kerusakan masif ke sungai. Ujung-ujungnya menghantam semua bangunan di samping sungai," ucapnya.
Karena itu, Dody menyebut perlu ada penertiban penambangan pasir khususnya di hilir.
"Di hilir. Airnya kan makin kencang kalau sana turun, ya harus ditertibkan lah," ujarnya.
Namun, semua itu masih memerlukan kajian terlebih dahulu. Mengingat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memerlukan pasir untuk pembangunan.
"Tapi kan di satu sisi kita harus sadar pembangunan di Jogja kan butuh pasir. Nanti kita diskusikan dengan Dinas ESDM setempat," katanya.
Sementara itu, Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih mengatakan, bahwa telah berdiskusi dengan Menteri Dody. Hasilnya, ada dua hal yang menyebabkan kerusakan groundsill di Srandakan.
"Pertama karena adanya peningkatan debit air akibat hujan yang terus menerus terjadi. Kedua, pentingnya pengendalian penambangan, baik penambangan di hulu dan hilir itu punya dampak terhadap posisi atau kekuatan groundsill," ucapnya.
"Sehingga tadi disampaikan pentingnya atau perlunya pelarangan penambangan di area Srandakan ini sampai ke hilir dan muara laut kita," lanjut Halim.
Namun kembali lagi, semua itu merujuk seperti apa hasil kajian antara kebutuhan pasir dan perlindungan lingkungan.
"Tadi pak menteri mengatakan, ya ini diperlukan suatu kajian yang mengarahkan kepada titik temu, titik temu antara kebutuhan pasir sama perlindungan lingkungan," katanya.
Di sisi lain, Halim mengungkapkan bahwa gambaran penambangan pasir di Sungai Progo nantinya tidak memperbolehkan penggunaan mesin sedot. Sehingga penambangan pasir lebih condong ke penambangan rakyat yakni secara manual.
"Maka gambarannya penambangan yang menggunakan mesin dilarang dan tidak akan diterbitkan izin lagi penambangan di kawasan Sungai Progo ini," ujarnya.
"Tetapi untuk penambangan rakyat dengan skala yang bisa dimaklumi itu masih diperbolehkan asal tidak menggunakan mesin sedot itu, yang kecepatannya sangat berpengaruh terhadap terjadinya abrasi dan lain sebagainya," imbuh Halim.
Menyoal kapan aturan baru soal penambangan pasir di Sungai Progo keluar, Halim menyebut secepatnya.
"Ini nanti akan segera diterbitkan dari kementerian, itu dari hasil pembicaraan dengan Menteri PU," katanya.
Diberitakan sebelumnya, tingginya debit air membuat Dam Srandakan, Bantul jebol. Peristiwa ini diketahui Minggu pagi (26/1), tepatnya pukul 06.00 WIB. Alhasil luapan air tak terbendung terus melaju ke arah selatan atau hilir.
Kepala Pelaksana BPBD Bantul Agus Yuli Herwanta menuturkan kerusakan dam cukup luas. Tercatat untuk luas kerusakan bendungan sepanjang 160 meter dan lebar 35 meter. Sementara untuk talud jebol sepanjang 25 meter, lebar 5 meter dan tinggi 10 meter.
"Benar, Dam Bendungan Srandakan jebol lagi tadi, diketahui pukul 06.00 WIB. Penyebabnya debit aliran Sungai Progo yang deras yang menyebabkan konstruksi jebol atau longsor," jelasnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (26/1).
(apu/ahr)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi