Penggerobak Sampah di Jogja Komplain Skema Buka Tutup Depo

Penggerobak Sampah di Jogja Komplain Skema Buka Tutup Depo

Dwi Agus - detikJogja
Minggu, 05 Mei 2024 16:00 WIB
Depo sampah Mandala Krida Jogja masih menerapkan skema buka tutup. Foto diunggah Minggu (5/5/2024).
Depo sampah Mandala Krida Jogja masih menerapkan skema buka tutup. Foto diunggah Minggu (5/5/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja
Jogja - Skema buka tutup depo sampah di Kota Jogja membuat penggerobak sampah yang tergabung dalam Mandala Gembira Loka Karang (Mabukar) bingung. Ini karena tidak ada kejelasan waktu bagi mereka menyetorkan sampah ke depo. Alhasil terjadi penumpukan di sejumlah lokasi penyimpanan gerobak sampah.

Salah satu pengurus Mabukar, Suparman mengaku sempat kesulitan untuk membuang sampah. Dia dan para penggerobak sampah lainnya terpaksa menyimpan sampah warga hingga tiba jadwal penerimaan sampah di setiap depo.

"Bukan hanya depo Mandala (Mandala Krida) tapi titik depo lain gerobak juga tidak bisa membuang sampah. Setelah itu tawar-tawaran (melobi) tadinya nggak mau ngasih apa yang kami minta (buang sampah ke depo)," jelas Suparman saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (5/5/2024).

Akibat kebijakan ini, para penggerobak sampah Mabukar akan menggelar aksi. Sasarannya adalah Kantor Dinas Lingkungan Hidup hingga Kantor Wali Kota Jogja. Tujuannya menuntut kejelasan atas kebijakan persampahan di Kota Jogja.

Namun niat ini urung setelah pihaknya ditemui oleh DLH Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam pertemuan tersebut ada kesepakatan untuk menata ulang skema buang sampah. Para penggerobak sampah bisa membuang sampah ke depo masing-masing wilayah.

"Kami ingin bebas membuang sampah di berbagai depo masing-masing, kalau dipersulit kami mau aksi lagi, teman-teman sudah nggak kuat dan tidak tahan lagi," katanya.

Dalam pertemuan tersebut, Suparman menuturkan DLH DIY menjanjikan skema persampahan akan segera normal. Targetnya adalah 10 hingga 15 hari ke depan. Baik di tingkat depo maupun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu.

"Dijanjikan 10 sampai 15 hari sudah normal. Selama ini dikeluhkan soal jadwal, kalau di lapangan penggerobak sama sekali tidak bisa buang sampah, mulai hari ini dikondisikan sudah bisa," ujarnya.

Dia sempat menggunakan jasa depo sampah pelat hitam. Namun solusi ini ternyata tidaklah gratis. Pihaknya harus membayar Rp 1,6 juta untuk 14 gerobak sampah.

Langkah ini terpaksa dia tempuh karena sampah sudah menumpuk. Ditambah lagi berlakunya skema buka tutup depo sampah sehingga penumpukan sampah semakin tinggi.

"Patungan untuk berlangganan pelat hitam itu. Saya bingung pelat hitam bisa buang setiap hari tapi kenapa pelat merah tidak bisa setiap hari jadi pertanyaan di situ," bebernya.

Skema yang berlaku selama ini adalah depo sempat libur selama tiga hari. Setelahnya berlanjut satu hari operasional. Terbaru adalah dua hari libur dan satu hari operasional.

Suparman mengaku heran masalah persampahan di Kota Jogja tak juga rampung. Terlebih setelah penutupan TPA Piyungan Bantul. Kondisi persampahan di Kota Jogja, menurutnya semakin kacau.

"Harapan kami sampah di Kota Jogja secepatnya ditangani yang benar, banyak orang pintar di Kota Jogja tapi kenapa tidak secepatnya ditangani. lnginnya Kota Jogja bebas dari sampah dan nyaman ditempati," harapnya.


(rih/aku)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Hide Ads