Tanah Telantar 2 Tahun Bakal Diambil Alih Negara

Ilustrasi tanah terlantar. Foto: Dok. Kementerian ATR/BPN

Jogja - Pemerintah punya kebijakan yang mengatur bahwa tanah telantar selama dua tahun dapat diambil alih negara. Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.

Dilansir detikProperti, tanah telantar adalah tanah hak, tanah hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.

Objek penertiban tanah telantar meliputi tanah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah. Maka itu pemilik tanah harus memperhatikan asetnya agar tidak terbengkalai.

Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Harison Mocodompis mengatakan kebijakan ini sudah berlaku sejak 2010. Peraturannya sudah berubah dari PP No 11 Tahun 2010 menjadi PP No 20 Tahun 2021.

"Tanah-tanah telantar itu jika dengan sengaja tidak diusahakan tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, tidak dipelihara, terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya hak. Nah itu akan diidentifikasi oleh negara," kata Harison kepada detikProperti, Rabu (16/7/2025).

Harison menerangkan, tanah yang menjadi objek peraturan tersebut adalah tanah kosong yang dibiarkan tanpa ada aktivitas. Tanah tersebut tidak dibuat bangunan, pagar, maupun kebun.

Tanah telantar akan diidentifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kemudian ada sejumlah proses yang dilalui, sehingga tanah bukan dirampas oleh negara. Tahapan awal adalah inventarisasi identifikasi tanah terlantar.

Pihak BPN akan mengirim surat kepada pemilik tanah untuk mempertanyakan pemanfaatan atas tanah. Jika selama tiga bulan pemilik tetap tidak mengusahakan tanahnya, BPN akan memberikan peringatan hingga tiga kali.

"Kalau dia masih nggak (mengusahakan) juga, baru dilakukan penertiban. Sekarang dia misalnya sudah diperingati seperti itu pun, tidak mau dengar, tidak mau mengusahakan, akhirnya ditetapkan tanah terlantar," ucapnya.

Tanah telantar yang diambil negara akan menjadi tanah cadangan untuk negara (TCUN). Tanah tersebut bakal digunakan untuk reforma agraria, kepentingan negara, dan dijadikan cadangan bank tanah.

Harison menjelaskan, kondisi seperti ini biasanya terjadi pada tanah berskala besar milik perusahaan, yakni bersertifikat HGU dan HGB. Sebab, pemilik tanah sudah mengajukan proposal usaha atas tanah tersebut.

"PP ini hanya untuk menegaskan kepada masyarakat bahwa kalau bapak dan ibu punya tanah ya dipelihara, diusahakan, dimanfaatkan, karena kan dulu waktu dia diberikan haknya, dia kan janji mau mempergunakan tanah itu," ujar dia.

Ketika pemilik diberikan hak, terdapat SK Pemberian Hak yang menyebutkan kewajiban atas tanahnya. Kemudian negara akan mempertanyakan setelah dua tahun kalau tanah tersebut sudah digunakan atau belum.

Sedangkan tanah dengan sertifikat hak milik (SHM) milik perorangan jarang terjadi karena pemilik biasanya langsung mengusahakan tanah ketika mendapat teguran dari lurah.

Harison menambahkan, pemilik tanah setidaknya perlu membangun pagar, membersihkan tanahnya, dan memberikan informasi bahwa tanah itu miliknya supaya tidak dianggap terlantar. Kebijakan yang mengatur tanah terlantar ini bermaksud agar tidak muncul masalah atau sengketa di kemudian hari.