Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti pengelolaan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar pengganti batu bara. Pemkab Sleman yang menerapkan hal ini di TPST Tamanmartani memberikan tanggapan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman Epiphana Kristiyani mengatakan pengolahan sampah menjadi RDF tidak menimbulkan dampak seperti yang dikhawatirkan Walhi.
"Nggak, menurut saya. Ini alternatif terbaik yang bisa kita ambil sekarang. Kalau menyebabkan perubahan iklim sudah nggak kalau dibuat RDF," kata Epiphana kepada wartawan, Rabu (27/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, sampah yang diubah menjadi RDF kelembapan turun menjadi 20 persen. RDF ini, kata dia, digunakan oleh pabrik yang membutuhkan pembakaran dengan suhu tinggi.
"Kan kelembapannya jadi 20 persen. Kan kalau kering dibakar boleh-boleh saja. Apalagi yang menggunakan seperti pabrik yang biasanya memerlukan suhu yang sangat tinggi seperti pabrik semen," ucapnya.
Dengan kelembapan yang sudah ditekan hingga seminimal mungkin, dia mengklaim tidak akan ada pembakaran yang tidak sempurna.
"Pembakaran tidak sempurna juga nggak karena kelembapannya sudah ditekan diharapkan tidak lebih dari 20 persen. Jadi menurut saya ini alternatif terbaik yang bisa kita ambil sekarang," katanya.
Di TPST Tamanmartani, kata Epiphana, RDF dibuat dari sampah organik dan anorganik. Total setiap hari ada 8 truk sampah per hari yang masuk ke TPST.
"RDF organik dan anorganik bisa kita buat. Organik yang kita sudah diterima oleh SBI (perusahaan yang menerima pasokan RDF untuk bahan bakar alternatif produksi semen) karena spek yang diharapkan sudah dicapai," ujarnya.
Sebelumnya, Walhi DIY menilai RDF memiliki dampak negatif jika diterapkan saat ini di Jogja.
Kadiv Kampanye Walhi DIY Elki Setiyo Hadi mengatakan tidak semua sampah dapat diolah jadi RDF. Alih-alih bertujuan mengolah, hal itu dianggap mubazir. Ini karena berpotensi terjadi penumpukan sampah anorganik yang tidak terolah.
"Di sisi lain justru akan terjadi impor sampah, seperti di beberapa wilayah yang telah menggunakan teknologi RDF. Pembakaran RDF juga tidak menutup kemungkinan dapat berakibat pada terjadinya pelepasan karbon ke udara yang semakin memperparah terjadinya perubahan iklim," jelas Elki saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (25/3).
Teknologi RDF, lanjutnya, tidak bisa dengan asal diterapkan. Menurutnya perlu ada persiapan dengan matang dan sistematis. Diawali dengan pemilahan sampah organik dan anorganik. Berlanjut dengan pemilahan sampah anorganik yang bisa terolah dengan teknologi RDF.
Penggunaan teknologi RDF mengemuka usai penutupan TPA Piyungan. Setidaknya saat ini Kabupaten Sleman dan Kota Jogja telah mengadaptasi metode ini.
Pemkab Sleman menerapkan teknologi ini di TPST Tamanmartani, Kalasan. Sementara Pemkot Jogja memanfaatkan pinjaman lahan dari Pemda DIY di Sitimulyo, Piyungan, Bantul. Namun hal ini berujung penolakan dari warga Sitimulyo.
"Proyek-proyek pengelolaan sampah sebelumnya telah merugikan warga, sehingga penolakan yang dilakukan oleh warga. Selama 30 tahun masyarakat di sekitar TPA Piyungan mengalami dampak negatif lingkungan hidup yang signifikan terutama terkait pencemaran air," ujarnya.
(apl/rih)
Komentar Terbanyak
Roy Suryo Usai Diperiksa soal Ijazah Jokowi: Cuma Identitas yang Saya Jawab
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya