Walhi Soroti Pengelolaan Sampah Jadi RDF, Ini Tanggapan Pemkab Sleman

Walhi Soroti Pengelolaan Sampah Jadi RDF, Ini Tanggapan Pemkab Sleman

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Rabu, 27 Mar 2024 17:59 WIB
PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (kedua kiri) bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup Asep Kuswanto (kiri) meninjau proses pengolahan sampah menjadi bahan bakar RDF di TPS 3R Siaga, Jakarta, Jumat (16/2/2024). Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) membangun Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS 3R) untuk memaksimalkan pengolahan sampah menjadi bahan bakar Refuse Derived Fuel (RDF). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.
Ilustrasi Pengolahan Sampah Jadi Bahan Bakar RDF. Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Sleman -

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti pengelolaan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar pengganti batu bara. Pemkab Sleman yang menerapkan hal ini di TPST Tamanmartani memberikan tanggapan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman Epiphana Kristiyani mengatakan pengolahan sampah menjadi RDF tidak menimbulkan dampak seperti yang dikhawatirkan Walhi.

"Nggak, menurut saya. Ini alternatif terbaik yang bisa kita ambil sekarang. Kalau menyebabkan perubahan iklim sudah nggak kalau dibuat RDF," kata Epiphana kepada wartawan, Rabu (27/3/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menjelaskan, sampah yang diubah menjadi RDF kelembapan turun menjadi 20 persen. RDF ini, kata dia, digunakan oleh pabrik yang membutuhkan pembakaran dengan suhu tinggi.

"Kan kelembapannya jadi 20 persen. Kan kalau kering dibakar boleh-boleh saja. Apalagi yang menggunakan seperti pabrik yang biasanya memerlukan suhu yang sangat tinggi seperti pabrik semen," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Dengan kelembapan yang sudah ditekan hingga seminimal mungkin, dia mengklaim tidak akan ada pembakaran yang tidak sempurna.

"Pembakaran tidak sempurna juga nggak karena kelembapannya sudah ditekan diharapkan tidak lebih dari 20 persen. Jadi menurut saya ini alternatif terbaik yang bisa kita ambil sekarang," katanya.

Di TPST Tamanmartani, kata Epiphana, RDF dibuat dari sampah organik dan anorganik. Total setiap hari ada 8 truk sampah per hari yang masuk ke TPST.

"RDF organik dan anorganik bisa kita buat. Organik yang kita sudah diterima oleh SBI (perusahaan yang menerima pasokan RDF untuk bahan bakar alternatif produksi semen) karena spek yang diharapkan sudah dicapai," ujarnya.

Sebelumnya, Walhi DIY menilai RDF memiliki dampak negatif jika diterapkan saat ini di Jogja.

Kadiv Kampanye Walhi DIY Elki Setiyo Hadi mengatakan tidak semua sampah dapat diolah jadi RDF. Alih-alih bertujuan mengolah, hal itu dianggap mubazir. Ini karena berpotensi terjadi penumpukan sampah anorganik yang tidak terolah.

"Di sisi lain justru akan terjadi impor sampah, seperti di beberapa wilayah yang telah menggunakan teknologi RDF. Pembakaran RDF juga tidak menutup kemungkinan dapat berakibat pada terjadinya pelepasan karbon ke udara yang semakin memperparah terjadinya perubahan iklim," jelas Elki saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (25/3).

Teknologi RDF, lanjutnya, tidak bisa dengan asal diterapkan. Menurutnya perlu ada persiapan dengan matang dan sistematis. Diawali dengan pemilahan sampah organik dan anorganik. Berlanjut dengan pemilahan sampah anorganik yang bisa terolah dengan teknologi RDF.

Penggunaan teknologi RDF mengemuka usai penutupan TPA Piyungan. Setidaknya saat ini Kabupaten Sleman dan Kota Jogja telah mengadaptasi metode ini.

Pemkab Sleman menerapkan teknologi ini di TPST Tamanmartani, Kalasan. Sementara Pemkot Jogja memanfaatkan pinjaman lahan dari Pemda DIY di Sitimulyo, Piyungan, Bantul. Namun hal ini berujung penolakan dari warga Sitimulyo.

"Proyek-proyek pengelolaan sampah sebelumnya telah merugikan warga, sehingga penolakan yang dilakukan oleh warga. Selama 30 tahun masyarakat di sekitar TPA Piyungan mengalami dampak negatif lingkungan hidup yang signifikan terutama terkait pencemaran air," ujarnya.




(apl/rih)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Hide Ads