Metode pengolahan sampah di Jogja menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar pengganti batu bara menuai sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).Walhi menyoroti soal dampak dari pengolahan sampah itu. Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pun memberikan penjelasannya.
Penjelasan Pemda DIY
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Kusno Wibowo mengatakan pihaknya berpandangan pengolahan sampah menjadi RDF sebagai langkah terbaik saat ini.
"Sementara yang masih kita anggap baik yaitu dengan nanti produknya adalah RDF itu untuk suplai terkait dengan pembakaran di pabrik semen. Jadi untuk substitusi yang biasanya pabrik semen itu menggunakan batu bara," jelasnya saat dihubungi wartawan, Senin (25/3).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun demikian kalau ada masukan dari Walhi terima kasih nanti menjadi bahan evaluasi juga bagi kami tentunya dari DLHK," ujarnya menambahkan.
Diketahui, metode pengolahan sampah ini sebagai langkah lebih lanjut pemerintah setelah penutupan total TPA Piyungan, Bantul yang dikabarkan akan dilakukan bulan April mendatang.
Lebih lanjut Kusno menjelaskan, pihaknya menargetkan zero waste atau tidak ada limbah tersisa dengan kebijakan desentralisasi sampah yang bakal dimulai Mei. Semua sampah dapat diselesaikan di tingkat kabupaten-kota.
Adapun terkait penggunaan sampah untuk RDF ini, menurutnya justru dimudahkan dengan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga. Semua sampah hasil pemilahan mandiri akan diolah menjadi RDF.
"Itu kalau yang anorganik lebih mudah (dipilah) karena ada nilai ekonominya sudah dikumpulkan oleh bank-bank sampah, oleh pemulung, dan sebagainya," jelas Kusno.
"Dipastikan tidak ada sisa sampah yang tidak terolah karena sudah dipilah sesuai kriteria dari bank sampah. Kalau diambil yang ada nilai ekonominya kan tinggal sisa-sisanya. Sisa-sisanya itu yang nanti dibuat RDF," pungkasnya.
Sorotan Walhi
Sebelumnya, Kadiv Kampanye Walhi Jogja, Elki Setiyo Hadi menyoroti langkah pengolahan sampah menjadi RDF ini. Alih-alih memulihkan lingkungan TPA Piyungan, pemerintah justru membuat kebijakan yang menurutnya menambah masalah baru terhadap lingkungan.
"Padahal bahan anorganik yang digunakan untuk membuat RDF sendiri merupakan sampah anorganik yang mempunyai kriteria tertentu. Sehingga, tidak semua sampah dapat diolah," jelas Elki melalui keterangannya, Senin (25/3).
"Apabila diproduksi dengan skala masif, tidak menutup kemungkinan justru sampah yang tidak sesuai kriteria tetap tidak terolah, dan di sisi lain justru akan terjadi impor sampah," lanjutnya.
Selain itu, kata Elki, pembakaran RDF juga tidak menutup kemungkinan dapat berakibat pada terjadinya pelepasan karbon ke udara yang semakin memperparah terjadinya perubahan iklim.
(rih/aku)
Komentar Terbanyak
Roy Suryo Usai Diperiksa soal Ijazah Jokowi: Cuma Identitas yang Saya Jawab
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya