Jadi Warisan Budaya, Ini Keunikan Tradisi Pisungsung Jaladri

Jadi Warisan Budaya, Ini Keunikan Tradisi Pisungsung Jaladri

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Sabtu, 27 Mei 2023 22:36 WIB
Tradisi Pisungsung Jaladri Bantul, Senin (23/5/2023).
Tradisi Pisungsung Jaladri Bantul (Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng)
Bantul -

Tradisi Pisungsung Jaladri menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) terbaru dari DIY. Tradisi ini digelar sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME) atas limpahan rezeki dengan perantara tanah dan laut.

Tradisi Pisungsung Jaladri ini digelar warga Pedukuhan Mancingan, Kalurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Acara ini digelar pada Senin (23/5/2023) lalu di Pantai Parangkusumo dan diikuti ratusan orang berbusana adat Jawa. Mereka terlihat mengarak gunungan berisi hasil bumi. Tampak pula dalam arak-arakan tersebut warga membawa umbul-umbul beraneka warna.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya, beberapa orang dari rombongan itu menuju ke Cepuri Parangkusumo untuk melakukan doa bersama. Setelah selesai berdoa, ratusan orang itu mulai menuju pinggir Pantai Parangkusumo untuk melaksanakan labuhan dalam rangka upacara adat Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri.

Adapun barang yang dilabuh warga sama dengan labuhan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yakni berupa pakaian. Akan tetapi yang membedakan adalah pakaian tersebut hasil pembelian warga.

ADVERTISEMENT

Wakil Ketua Panitia upacara adat Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri Tri Waldiyono menjelaskan upacara adat Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri ini adalah sebagai wujud ucapan syukur kepada Tuhan atas berkahNya kepada masyarakat. Tri menyebut tradisi tersebut sudah berlangsung sejak zaman dahulu.

"Pada prinsipnya upacara adat itu warisan nenek moyang kita yang terdahulu, karena mulai dari zaman Majapahit sudah muncul upacara adat seperti itu," kata Tri kepada wartawan di Pantai Parangkusumo, Kretek, Bantul, Selasa (23/5).

Tri lalu menjelaskan makna Bekti Pertiwi yang berarti ucapan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan bumi. Dengan harapan bisa dimanfaatkanwarga untuk bercocok tanam dan mengais rezeki.

"Kalau Pisungsung Jaladri adalah sebagai wujud bersyukur pada Tuhan karena telah menciptakan lautan, yang dalam hal ini di Parangtritis sebagai objek wisata yang bisa digunakan mencari rezeki," ucapnya.

Tradisi Pisungsung Jaladri Bantul, Senin (23/5/2023).Tradisi Pisungsung Jaladri Bantul, Senin (23/5/2023). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng

Di mana lautan dan tanah adalah perantara rezeki dari Tuhan kepada manusia, dalam hal ini bagi warga Mancingan. Sehingga sudah sepatutnya masyarakat memanjatkan rasa syukurnya dengan berdoa bersama berbalut budaya.

"Jadi upacara tersebut adalah ucap syukur kepada Tuhan atas limpahan rahmat sehingga warga Pedukuhan Mancingan, Parangtritis bisa menikmati alam baik tanah maupun lautan yang dimanfaatkan untuk mengais rezeki," ujarnya.

Terkait masyarakat yang mengenakan pakaian adat Jawa dalam upacara tersebut, Tri mengaku karena tradisi tersebut berasal dari tanah Jawa. Sedangkan soal umbul-umbul yang dibawa saat arak-arakan tidak memiliki arti khusus melainkan hanya pelengkap saja.

"Kenapa berpakaian Jawa? Ya karena tradisi itu warisan dari tanah Jawa dan sudah sejak lama. Nah, kalau kok bawa umbul-umbul itu untuk apa? Itu untuk menyemarakkan suasana saja karena lokasinya kan di tempat wisata sehingga untuk daya tarik saja," ucapnya.

Selengkapnya rangkaian acara Pisungsung Jaladri disertai doa bersama dan merti desa.

Tri melanjutkan prosesi upacara tersebut diawali dengan Merti dusun, yakni membersihkan lingkungan dan meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan. Lebih lanjut, warga juga melaksanakan kenduri di setiap RT.

"Lalu memberikan sedekah kepada yang membutuhkan dan santunan bagi kaum duafa. Sehingga saat upacara adat itu warga mancingan merasa gembira, dan tidak ada yang membedakan satu sama lain," katanya.

Keesokan harinya, warga menyiapkan gunungan berupa hasil bumi dan makanan yang dibawa menggunakan jodhang atau semacam tandu yang dipikul oleh empat orang. Selanjutnya mereka berkumpul di Joglo Parangtritis untuk melakukan kirab menuju Pantai Parangkusumo.

"Selasa (24/5) pagi, masing-masing RT bawa jodhang atau simbol yang mereka percayai, atau yang mereka wujudkan. Seperti karena karena ada Syekh Bela Belu, wujudnya nasi liwet ayam, kalau Syekh Maulana nasi suci, itu semacam nasi uduk, itu ciri khas makanan yang dibawa lalu melakukan kembul bujono atau makan bersama," ujarnya.

Selesai semua prosesi itu, selanjutnya digelar doa bersama di pinggir Pantai dan berlanjut dengan melarung atau melabuh ubarampe. Tri mengungkapkan ubarampe yang dilabuh sama dengan yang dilabuh saat labuhan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

"Kalau ubarampe mengikuti Keraton, tapi tidak semuanya sama. Karena kita ikut nenek moyang dulu yang melakukan labuhan, yang jelas ada 9 macam yang dilabuh seperti jarik, kemben, ageman dan itu bukan dari Keraton ya alias kita beli sendiri," ucapnya.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menetapkan 44 Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) terbaru berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam dua tahun terakhir. Sebanyak 21 karya budaya asal DIY pada 2022 mendapatkan penganugerahan WBTb 2023.

Adapun Kabupaten Bantul ada satu yang menjadi WBTb, yakni karangan yang masuk domain pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam semesta serta Pisungsung Jaladri domain upacara adat, ritus, upacara tradisional.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Heboh 10 Nisan Makam di Bantul Dirusak OTK"
[Gambas:Video 20detik]
(ams/ams)


Hide Ads