Mengenal Tradisi Ruwat Agung Nuswantoro, Warisan Budaya dari Mojokerto

Mengenal Tradisi Ruwat Agung Nuswantoro, Warisan Budaya dari Mojokerto

Katherine Yovita - detikJatim
Minggu, 15 Jun 2025 03:00 WIB
Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati menghadiri ruwat agung Petirtaan Jolotundo di Dusun Biting, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas.
Tradisi Ruwatan Agung Nuswantoro Mojokerto. Foto: detikcom/Enggran Eko Budianto
Surabaya -

Kabupaten Mojokerto di Jawa Timur tak hanya dikenal sebagai wilayah yang menyimpan jejak kejayaan Kerajaan Majapahit, tetapi sebagai daerah yang masih setia melestarikan warisan budaya dan tradisi leluhur.

Di antara berbagai tradisi yang masih dijaga hingga kini, Ruwat Agung Nuswantoro menjadi salah satu ritual tahunan yang penuh makna spiritual dan filosofis, serta sarat nilai-nilai kearifan lokal.

Ruwat Agung Nuswantoro bukan sekadar perayaan budaya, tapi cerminan dari kesadaran masyarakat Mojokerto dalam menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Tradisi ini telah berlangsung selama puluhan tahun dan menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan yang tertarik pada spiritualitas dan budaya Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, apa sebenarnya makna di balik tradisi Ruwat Agung Nuswantoro? Bagaimana sejarah dan prosesi pelaksanaannya? Mari kita telusuri lebih dalam tradisi unik ini.

Apa Itu Ruwat Agung Nuswantoro?

Secara harfiah, istilah "ruwat" berasal dari bahasa Jawa yang berarti melepaskan atau membersihkan. Dalam konteks budaya Jawa, ruwatan merupakan ritual penyucian diri yang dilakukan untuk membebaskan seseorang dari nasib buruk, bencana, atau hal-hal yang dianggap membawa kesialan.

ADVERTISEMENT

Ritual ini dilakukan dengan harapan agar kehidupan seseorang menjadi lebih baik, bersih dari dosa, dan diberkahi keselamatan. Ruwat Agung Nuswantoro adalah bentuk ruwatan massal yang diselenggarakan secara besar-besaran di Mojokerto, tepatnya di wilayah Trowulan yang dikenal sebagai pusat Kerajaan Majapahit di masa lampau.

Tradisi ini biasanya diadakan setiap tahun, khususnya untuk menyambut datangnya bulan Suro dalam penanggalan Jawa, yang dipercaya sebagai waktu sakral dan penuh energi spiritual.

Meskipun demikian, tradisi ini juga bisa diselenggarakan pada bulan lain dalam rangka memperingati momen-momen khusus, terutama yang berhubungan dengan budaya atau spiritualitas lokal.

Sejarah Singkat Ruwat Agung Nuswantoro Mojokerto

Menurut jurnal berjudul "Tradisi Ruwatan Agung Nuswantara di Kabupaten Mojokerto Periode 1959-2019", tradisi ini telah berlangsung sejak tahun 1959 dan pertama kali digelar di halaman Candi Kedaton atau Sumur Upas, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Mojokerto.

Namun, karena semakin banyak masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam tradisi ini, pada 1969, lokasi acara dipindahkan ke Pendopo Agung Trowulan, agar dapat menampung lebih banyak peserta dan pengunjung. Lokasi ini dipilih karena dinilai lebih representatif dan memiliki nilai historis tinggi sebagai bagian dari pusat peradaban Majapahit.

Seiring berjalannya waktu, Ruwat Agung Nuswantoro berkembang menjadi acara budaya tahunan yang tidak hanya dihadiri warga lokal, tetapi juga menarik minat wisatawan budaya dari berbagai daerah di Indonesia.

Rangkaian Prosesi Ruwat Agung Nuswantoro

Tradisi Ruwat Agung Nuswantoro terdiri atas beberapa prosesi penting yang masing-masing memiliki makna dan simbol tersendiri. Berikut rangkaian kegiatan dalam tradisi Ruwat Agung Nuswantoro.

1. Jamasan Pusaka

Salah satu prosesi penting dalam tradisi ini adalah jamasan, yaitu ritual pembersihan benda-benda pusaka seperti keris, tombak, pedang, dan senjata warisan lainnya. Pusaka-pusaka tersebut dianggap memiliki nilai spiritual tinggi dan perlu disucikan agar tetap membawa keberkahan dan keselamatan bagi pemiliknya.

2. Penyajian Sesaji atau Ubarampe

Sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan alam semesta, masyarakat Mojokerto menyiapkan sesaji atau ubarampe, yakni persembahan berupa nasi tumpeng, aneka jajanan pasar, kembang setaman, dan perlengkapan tradisional lainnya. Sesaji ini disusun rapi di altar khusus dan menjadi simbol rasa syukur serta harapan kelancaran acara.

3. Doa Bersama

Rangkaian prosesi dilanjutkan dengan pembacaan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh spiritual atau sesepuh adat. Doa ini ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar memberikan keselamatan, kemakmuran, dan pengampunan atas segala dosa.

4. Rebutan Sesaji

Setelah doa selesai, para peserta dan masyarakat yang hadir akan berebut sesaji yang telah dihidangkan. Dalam tradisi Jawa, sesaji yang telah didoakan dipercaya membawa berkah. Oleh karena itu, momen rebutan ini berlangsung meriah dan menjadi salah satu daya tarik dalam acara.

5. Pagelaran Wayang Kulit Lakon Murwakala

Puncak acara Ruwat Agung Nuswantoro adalah pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala. Kisah ini menggambarkan cerita Batara Kala yang menjadi simbol dari energi negatif.

Dan, bagaimana ia dapat ditenangkan melalui kebijaksanaan dan spiritualitas. Pementasan ini bukan hanya bagian dari ritual, tetapi juga memiliki nilai edukatif yang mendalam bagi masyarakat, khususnya generasi muda.

Makna dan Filosofi di Balik Ruwat Agung Nuswantoro

Tradisi Ruwat Agung Nuswantoro mengandung pesan filosofis yang dalam. Ia tidak hanya menjadi sarana penyucian diri secara lahir dan batin, tetapi juga menjadi refleksi spiritual bagi setiap individu untuk kembali pada kesadaran bahwa manusia harus menjaga harmoni dengan sesama, alam, dan Tuhan. Beberapa makna penting dari tradisi ini antara lain:

  • Pembersihan spiritual: Menghapus aura negatif, kesialan, dan potensi malapetaka.
  • Penguatan identitas budaya: Menjaga nilai-nilai tradisi leluhur yang mulai terkikis zaman.
  • Media transformasi diri: Banyak peserta merasakan perubahan positif dalam hidup mereka setelah mengikuti ruwatan, mulai dari meningkatnya kesehatan, kelancaran rezeki, hingga hubungan sosial yang membaik.
  • Ajang pelestarian budaya: Memberikan ruang kepada generasi muda untuk mengenal dan mencintai tradisi lokal.

Demikian detikers informasi tentang tradisi tradisional di Jawa Timur, Ruwat Agung Nuswantoro dari Mojokerto. Mengenali tradisi membantu kita mencintai dan melestarikannya. Semoga bermanfaat.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads