5 Warisan Budaya dan Tradisi Asal Pacitan

5 Warisan Budaya dan Tradisi Asal Pacitan

Katherine Yovita - detikJatim
Senin, 17 Feb 2025 16:15 WIB
ceprotan pacitan
Ceprotan Pacitan. Foto: Purwo Sumodiharjo
Pacitan -

Kabupaten Pacitan, yang dikenal sebagai Kota 1001 Goa, tidak hanya memiliki keindahan alam memukau, tetapi juga kaya akan warisan budaya dan tradisi yang masih lestari hingga kini. Dari kesenian khas hingga ritual adat yang sarat nilai filosofis, setiap tradisi di Pacitan mencerminkan kearifan lokal serta sejarah panjang masyarakatnya.

Pertunjukan kesenian, adat istiadat, serta nilai-nilai luhur terus dijaga sebagai bagian dari identitas daerah. Warisan budaya yang unik dan beragam, juga memberikan daya tarik tersendiri bagi Pacitan yang mampu memikat banyak orang untuk mengeksplorasi dan menelusuri kabupaten ini lebih dalam.

5 Warisan Budaya dan Tradisi Asal Pacitan

Di tengah modernisasi dan zaman yang semakin maju, keunikan budaya Pacitan harus tetap dijaga. Setiap tradisi memiliki makna mendalam yang mencerminkan nilai-nilai kehidupan masyarakat setempat. Berikut lima warisan budaya Pacitan yang masih dilestarikan dari generasi ke generasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Festival Rontek

Warisan budaya dari Pacitan yang pertama adalah kesenian Rontek. Secara etimologis, Rontek merupakan singkatan dari "Ronda" dan "Thek-thek". Di mana "Ronda" memiliki makna berkeliling untuk menjaga keamanan, sedangkan "Thek-thek" merujuk pada bunyi dari instrumen berbahan dasar bambu yang dimainkan dengan cara dipukul.

Secara singkat, Rontek dapat diartikan sebagai kegiatan berkeliling menjaga keamanan sembari menggunakan instrumen yang mengeluarkan bunyi "Thek-thek". Namun, ketika memasuki bulan Ramadan, kegiatan Rontek biasanya dilakukan dengan tujuan membangunkan warga saat sahur.

ADVERTISEMENT

Seiring berjalannya waktu, perkembangan seni Rontek tidak hanya dikenal karena unsur warisan budaya, melainkan sebagai medium yang melekat pada kehidupan sehari-hari dan religi masyarakatnya.

Kini, festival Rontek telah menjadi agenda tahunan di Pacitan, yang memperoleh antusias tinggi tidak hanya dari warga lokal, tetapi wisatawan yang datang dari berbagai kota. Selain itu, kesenian Rontek mengkolaborasikan instrumen-instrumen tradisional lainnya seperti gong, saron, kenong, hingga gamelan sebagai pengiring lagu dan tarian.

festival rontek pacitan 2019Festival Rontek Pacitan 2019. Foto: Purwo Sumodiharjo

2. Wayang Beber

Wayang Beber adalah kesenian asli Kabupaten Pacitan. Sesuai dengan namanya, "Beber" berarti lembaran yang dibentangkan. Pertunjukan Wayang Beber khas Pacitan menggunakan gulungan kertas yang dibentangkan untuk menceritakan tokoh-tokoh pewayangan, seperti kisah Mahabarata dan kisah Ramayana.

Wayang Beber merupakan salah satu kesenian khas Pacitan yang telah ada sejak masa pra-Islam dan masih bertahan hingga kini. Dalam pertunjukannya, Wayang Beber umumnya dimainkan lima orang.

Empat orang berperan sebagai pengiring musik dengan memainkan alat musik tradisional seperti rebab, kendang, kenong laras slendro, dan gong, sementara satu orang lainnya bertindak sebagai dalang.

Keunikan Wayang Beber tidak hanya terletak pada penyajiannya yang berbeda dari wayang kulit, tetapi dalam kisah-kisah yang disampaikan, yang sering kali mengangkat cerita sejarah dan nilai-nilai kehidupan.

Dilansir Indonesia.go.id, Wayang Beber tertua berada di Desa Karang Talun, Kelurahan Gedompol, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, dan Desa Gelaran, Kelurahan Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Wayang Beber sudah diakui warisan budaya nasional dan mendapatkan pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada 2015.

Wayang Beber PacitanWayang Beber Pacitan. Foto: Rumah Digital Indonesia

3. Badut Sinampurna

Selain Wayang Beber, tradisi Badut Sinampurna juga merupakan salah satu budaya asli Kabupaten Pacitan yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kemendikbud RI pada tahun 2020, untuk kategori adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-perayaan.

Tradisi ini diciptakan tokoh bernama Mbah Jayaniman. Badut Sinampurna biasanya dihadirkan di acara ruwatan, pernikahan, khitanan, dan hajatan besar, serta diiringi gamelan dan sinden. Pemeran badut menggunakan kupluk dan busana warna-warni mencolok. Upacara Badut Sinampurna merupakan tradisi khas Desa Ploso, yang masih rutin dilakukan.

4. Upacara Adat Ceprotan

Tradisi lokal Kabupaten Pacitan selanjutnya adalah upacara adat Ceprotan. Ciri khas tradisi ini adalah proses pengarakan kelapa muda sebagai alat "ceprotan" ke tempat dilaksanakannya upacara yang biasanya berada di sebuah lapangan.

Puncak upacara ini adalah ketika para pemuda saling melempar kelapa satu sama lain. Bukan sembarang kelapa, tetapi kelapa muda jenis cangkir yang telah direndam selama beberapa hari, dan bagian sabutnya sudah dikupas bersih.

Ceprotan telah menjadi agenda tahunan saat ritual bersih desa, yakni SeninKliwon, bulan Longkang dalam kalender Jawa. Selain sebagai hiburan, tradisi ini berperan sebagai sarana mempererat persaudaraan antarwarga. Mengingat upacara adatCeprotan telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) sejak tahun 2017.

ceprotan pacitanUpacara Adat Ceprotan. Foto: Purwo Sumodiharjo

5. Jangkrik Genggong

Jangkrik Genggong adalah tradisi tahunan yang diwarisi secara turun-temurun oleh masyarakat Dusun Tawang, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan. Tradisi ini bukan sekadar ritual budaya, tetapi memiliki makna spiritual dan sosial yang mendalam.

Selain sebagai ungkapan rasa syukur atas berkah dan kelimpahan rezeki dari Tuhan Yang Mahakuasa, Jangkrik Genggong juga menjadi momen penting bagi para pemuda yang beranjak dewasa.

Tradisi ini menandai kesiapan untuk melaut, memasuki fase kehidupan baru sebagai nelayan yang mandiri. Dengan penuh khidmat, masyarakat mengikuti prosesi ritual yang diiringi doa serta berbagai simbol adat, mencerminkan kuatnya ikatan dengan alam dan leluhur.

Dilansir dari laman resmi Perpustakaan BBPMP Jawa Barat, pelaksanaan upacara adat Jangkrik Genggong mengandung sejumlah lambang dan simbol yang memaknai arti kedisiplinan, kejujuran, pelestarian lingkungan, gotong royong, etos kerja, dan lain sebagainya.

Tradisi dan budaya di Pacitan merefleksikan nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun temurun. Keberlanjutan tradisi-tradisi di Pacitan menunjukkan bahwa budaya lokal tetap relevan di tengah perubahan zaman.




(hil/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads