Nama Mbah Ruwet di wilayah Klaten bagian timur begitu melegenda. Tapi Mbah Ruwet yang dipahami dalam legenda bukanlah nama orang, melainkan nama perlintasan kereta api sebidang, seperti apa kisahnya?
Perlintasan kereta api sebidang Mbah Ruwet terletak di Desa Jombor, Kecamatan Ceper, Klaten, Jawa Tengah. Lokasi tepatnya berjarak sekitar 400 meter dari Jalan Jogja-Solo.
Perlintasan kereta ini menghubungkan Desa Jombor dengan Desa Pokak, Kecamatan Ceper. Saat ini, di barat perlintasan banyak berdiri pabrik besar dan warung-warung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konon di masa lalu lokasi tersebut dikenal sepi dan menakutkan. Bahkan, dijuluki Mbah Ruwet karena di perlintasan itu konon ceritanya sering membuat pengendara bingung.
"Disebut Mbah Ruwet karena sering meruwetkan orang, orang bingung saat lewat sini. Biasanya orang dari luar," tutur relawan penjaga perlintasan Mbah Ruwet, Sutarno (65) kepada detikJateng, Senin (2/5/2022).
Sutarno mengatakan di lokasi itu sangat sering terjadi kecelakaan sebelum dijaga petugas. Jalur kereta api di dekat desanya itu sudah ada sejak zaman kolonial Belanda.
"Sejak zaman Belanda sini sudah jalur kereta. Julukan Mbah Ruwet itu sudah lama, turun temurun," jelas Sutarno.
Sebelum sekarang ramai dan banyak pabrik, perlintasan itu gelap dan ditumbuhi ilalang. Sutarno mengungkap banyak juga cerita-cerita horor di lokasi.
"Konon di sini ada orang memanggil-manggil saat lewat tapi tidak ada orangnya dan cerita lainnya, jadi lewat sini harus kulo nuwun. Dulu di sini sawah tidak ada orang, dan bangunan," papar Sutarno.
Namun setelah 10 tahun terakhir, menurut Sutarno, kawasan sekitar Mbah Ruwet menjadi daerah ramai. Banyak pabrik berdiri dan warung yang buka.
"Sekarang banyak pabrik, banyak warung, setiap saat ramai. Pabrik 24 jam, karyawannya saja ribuan gantian masuk," sambung Sutarno yang 11 tahun ini menjaga perlintasan kereta Mbah Ruwet.
![]() |
Dia menyebut perlintasan Mbah Ruwet itu dijaga sejak sekitar 2012 usai ada peristiwa bus tertabrak dengan korban meninggal belasan orang. Dia mengatakan total penjaga palang kereta itu ada enam orang.
"Dijaga enam orang dibagi tiga shift selama 24 jam. Penjaga warga sekitar sini dibayar honor dari Pemda," lanjut Sutarno yang mengawali karir dari relawan.
Cerita mistis perlintasan Mbah Ruwet juga dituturkan Waluyo (68). Warga Desa Pokak ini menyebut Mbah Ruwet ditakuti karena kerap terjadi kecelakaan di lokasi, konon ada tumah tua di sisi timur perlintasan.
"Rumah tua siapa juga tidak tahu, dulu hanya ada sisa sumurnya. Kecelakaan terakhir yang membuat palang dijaga antara bus pengantin dan kereta yang korbannya seingat saya 18 orang," tutur Waluyo kepada detikJateng.
Meskipun sudah dijaga, ucap Waluyo, kecelakaan masih beberapa kali terjadi. Terakhir salah seorang penjaga perlintasan yang lengah saat ada kereta lewat.
"Korban Pak Sunar, dari timur usai menyeberang tidak sadar ada kereta api dari utara. Akhirnya tertabrak, itu baru beberapa tahun terakhir," terang Waluyo.
(ams/ams)