Di Kecamatan Ceper, Klaten, terdapat perlintasan KA yang terkenal dengan sebutan Mbah Ruwet. Perlintasan sebidang itu berada di perbatasan Desa Pokak dan Jombor, Kecamatan Ceper.
Ada berbagai macam cerita di balik penyebutan Mbah Ruwet untuk nama perlintasan rel itu. Konon, sering pengendara kendaraan tiba-tiba pikirannya kusut sehingga kerap terjadi kecelakaan tertemper kereta api di tempat tersebut.
"Ya disebut Mbah Ruwet karena parkiran orang yang lewat diruwetkan, dilalaikan, dilupakan, dibingungkan. Ya itu jaman dulu," ungkap penjaga perlintasan KA Mbah Ruwet, Sutarno (67) kepada detikJateng di lokasi Kamis (20/3/2025) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diceritakan Sutarno, pada mulanya perlintasan itu sepi dan jalan masih terbuat dari tanah. Di kanan dan kiri masih berupa sawah sehingga rel kereta api berada di tengah sawah.
![]() |
"Dulu sepi, sini masih sawah semua, dulu pada takut lewat karena sering kejadian orang bingung. Jadi namanya Mbah Ruwet," tutur Sutarno.
Di lokasi, terang Sutarno, kerap terjadi kecelakaan pejalan kaki atau kendaraan dengan kereta api karena bingung di lokasi. Apalagi, perlintasan sebidang itu pada awalnya memang tidak dilengkapi dengan pintu perlintasan.
Puncaknya, kecelakaan paling tragis terjadi pada 2009 silam. Sebuah bus tertabrak kereta api di perlintasan itu. Belasan penumpang tewas. Kejadian tragis itu membuat Pemkab Klaten dan PT KAI akhirnya memutuskan untuk memasang pintu perlintasan di tempat tersebut.
"Dulu ada bus dari rombongan pengantin dari Sragen mau ke Dusun Sragen (Desa Mlese, Kecamatan Ceper) tabrakan (Juli 2009). Penumpangnya sekitar 15 orang meninggal semua," lanjut Sutarno yang asli warga Dusun Kasaran sebelah timur perlintasan.
Sejak kejadian tragis itu, sambung Sutarno, perlintasan dijaga 6 orang warga sekitar yang mendapatkan honor dari Dishub Pemkab Klaten. Sejak itu tidak pernah terjadi lagi kecelakaan.
"Ya alhamdulilah semenjak dijaga belum pernah ada kejadian. Sekarang disini pabrik-pabrik, warung-warung, pokoknya ramai 24 jam," katanya.
"Padahal dulu saat sering kecelakaan di sini pabrik belum ada, pandangan mata los (tidak terhalang)," imbuhnya.
Penjaga perlintasan lainnya, Tri Suhadi (34) menjelaskan cerita orang-orang tua dulunya di lokasi pernah ada satu rumah. Rumah kecil di zaman Belanda.
"Rumahnya kecil, itu jaman Belanda dulu dan penghuninya mbah-mbah (nenek). Dulu sering terjadi kecelakaan, termasuk orang jauh-jauh tapi setelah dijaga tidak ada lagi kejadian," tutur Tri kepada detikJateng.
"Ya dulu anehnya pandangan tidak terhalang tapi malah sering kejadian, kaya orang dibingungkan," tambah Tri.
Perlintasan Mbah Ruwet sendiri jaraknya hanya sekitar 500 meter dari jalan raya Jogja-Solo. Di Barat masuk Desa Jombor dan timurnya Desa Pokak, Kecamatan Ceper.
Saat ini kondisi jalan sudah beraspal halus. Di barat perlintasan bangunan pabrik-pabrik sudah berdiri dan di timurnya warung-warung dengan konsep resto yang ramai.
Di barat perlintasan dibangun gardu jaga dengan palang perlintasan manual. Para penjaga menggunakan alat komunikasi handy talkie saat ada kereta api hendak melintas.
Kepala Dinas Perhubungan Pemkab Klaten, Supriyono, menyatakan perlintasan tersebut sudah dijaga. Penjagaan dikelola Dinas Perhubungan.
"Penjagaan ditangani Dinas Perhubungan sejak 2010 setelah terjadi kecelakaan bus," jelas Supriyono kepada detikJateng.
(ahr/dil)