Hal-hal yang dapat membatalkan puasa wajib diketahui seorang muslimin. Sebab, dengan mengetahui apa saja yang membatalkan puasa, kita tidak merasakan ragu-ragu saat puasa.
Mengutip buku Fikih Puasa oleh Ali Musthafa Siregar, puasa menurut bahasa adalah menahan. Oleh sebab itu, setiap orang yang menahan diri dari makan, berbicara dan berpergian, maka ia termasuk orang yang berpuasa menurut bahasa, sebagaimana firman Allah dalam surah Maryam ayat 26:
فَكُلِيْ وَاشْرَبِيْ وَقَرِّيْ عَيْنًاۚ فَاِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ اَحَدًاۙ فَقُوْلِيْٓ اِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْمًا فَلَنْ اُكَلِّمَ الْيَوْمَ اِنْسِيًّاۚ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: Makan, minum, dan bersukacitalah engkau. Jika engkau melihat seseorang, katakanlah, 'Sesungguhnya aku telah bernazar puasa (bicara) untuk Tuhan Yang Maha Pengasih. Oleh karena itu, aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.
Lafaz shauman dalam ayat di atas, artinya menahan diri dari bicara. Sedangkan puasa menurut istilah adalah menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa dengan cara tertentu.
Kewajiban menjalankan ibadah puasa telah dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 183. Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Selain itu, umat Islam juga perlu mengetahui hal-hal yang perlu dihindari agar puasanya tidak batal dan sia-sia. Seperti yang diriwayatkan Imam An-Nasai, banyak orang yang menjalankan ibadah puasa namun tidak memperoleh pahala yang diharapkan. Mereka hanya merasakan sensasi lapar dan dahaga.
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش
Artinya: "Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga."
Hal yang Membatalkan Puasa
Puasa berarti menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa. Mengutip buku Tuntunan Puasa Menurut Al-Qur'an dan Sunah, puasa seorang muslim akan batal apabila melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Makan Minum secara Sengaja
Jika seseorang makan atau minum dengan sengaja saat berpuasa, maka puasanya menjadi tidak sah. Namun, apabila seseorang lupa dan baru sadar setelah makan atau minum, puasanya tetap sah asalkan segera menghentikan tindakan tersebut.
Puasa juga batal jika seseorang makan atau minum karena keliru memperkirakan waktu imsak. Begitu pula jika seseorang makan atau minum karena mengira waktu berbuka telah tiba, padahal sebenarnya belum.
Selain itu, puasa juga menjadi tidak sah apabila seseorang lupa sedang berpuasa lalu makan atau minum dan tidak segera menghentikan tindakan tersebut setelah sadar. Begitu pula jika seseorang memasukkan benda asing ke dalam tubuh melalui lubang seperti hidung, mulut, mata, atau telinga secara sengaja.
Hal ini tercantum dalam hadits muttafaqun alaih yang berbunyi:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله - صلي الله عليه وسلم . مَنْ نَسِي وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ - مُتَّفَقٌ عليه
Artinya: "Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang lupa sedang ia dalam keadaan puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena kala itu Allah yang memberi ia makan dan minum."
2. Hubungan Seksual
Melakukan hubungan seksual di siang hari bulan Ramadan merupakan perbuatan yang membatalkan puasa. Selain diwajibkan mengganti puasa yang telah batal (qadha), pelaku juga diwajibkan membayar kafarah sebagai bentuk penebusan dosa.
Hubungan seksual yang dimaksud di sini adalah ad-dukhul (masuk), bertemu dan masuknya, atau penetrasi, alat kelamin laki-laki ke dalam farji seorang perempuan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, tepatnya pada surah Al-Baqarah ayat 187:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
Artinya: "Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa."
3. Sengaja Muntah
Istiqa', yaitu muntah yang disengaja, seperti memasukkan jari ke dalam mulut tanpa ada alasan yang dibenarkan, termasuk hal yang membatalkan puasa.
Adapun muntah yang tidak disengaja karena sakit, hamil, atau mabuk kendaraan tidak menyebabkan batalnya puasa. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ دَرَعَهُ في وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءُ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
Artinya: "Barang siapa yang dipaksa muntah (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha." (HR Abu Daud)
4. Hilang/Berubahnya Niat
Ketika seseorang yang sedang berpuasa tiba-tiba timbul niat untuk menghentikan puasanya, meskipun belum melakukan tindakan berbuka seperti makan atau minum, maka puasanya telah batal. Hal ini dikarenakan niat merupakan salah satu rukun dalam ibadah puasa, sehingga perubahan niat akan mengakibatkan batalnya puasa.
5. Murtad
Seseorang yang sedang puasa, lalu keluar dari Islam atau murtad maka otomatis puasanya batal dan seluruh amalannya akan terhapus karena ia telah menjadi kafir. Jika hari itu juga ia kembali lagi masuk Islam, puasanya tetap batal.
Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firmannya di surah Al-Maidah ayat 5:
وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗۖ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَࣖ
Artinya: "Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi."
6. Keluarnya Mani secara Sengaja
Melakukan tindakan yang dapat membangkitkan nafsu syahwat, seperti onani, masturbasi, atau menonton tayangan pornografi, hingga menyebabkan keluarnya mani akan membatalkan puasa. Bahkan, hanya dengan membayangkan atau berfantasi tentang hal-hal yang bersifat seksual hingga menyebabkan keluarnya mani pun sudah cukup untuk membatalkan puasa.
7. Haid dan Nifas
Wanita yang mengalami haid atau nifas selama bulan Ramadan diwajibkan untuk mengqadha atau mengganti puasanya di hari lain. Meskipun darah tersebut keluar pada saat menjelang berbuka puasa. Hal ini didasarkan pada hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ مُعَادَةَ، قَالَتْ: سَأَلَتْ عَائِشَةَ، فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِضِ، تقضي الصوم، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ فَقَالَتْ: بحرُورِيَّة، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ، قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَمَرُ أحَرُورِيَّةٌ أنتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ : بقضاء الصوم، ووَلَا تُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Artinya: "Dan telah menceritakan kepada kami 'Abd ibn Humaid telah mengkhabarkan kepada kami 'Abdurrazzaq telah mengkhabarkan kepada kami Ma'mar dari 'Ashim dari Mu'aadzah dia berkata: "Saya bertanya kepada 'Aisyah seraya berkata: "Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha' puasa dan tidak mengqadha' salat?"
Maka Aisyah menjawab: "Apakah kamu dari golongan Haruriyah (Khowarij)?"
Aku menjawab: "Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya."
Dia menjawab: "Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha salat."
(hnh/kri)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana