Apakah Muntah Membatalkan Puasa? Ini Penjelasan Lengkapnya

Apakah Muntah Membatalkan Puasa? Ini Penjelasan Lengkapnya

Indah Fitrah - detikHikmah
Rabu, 08 Jan 2025 11:00 WIB
ilustrasi mual muntah
Ilustrasi muntah. Foto: iStock
Jakarta -

Puasa merupakan ibadah yang penuh makna, namun untuk menjalankannya dengan sah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak membatalkan puasa. Secara umum, ada beberapa kondisi yang dapat membatalkan puasa, seperti makan dan minum dengan sengaja, berhubungan suami istri, atau keluarnya darah haid dan nifas.

Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah apakah muntah dapat membatalkan puasa? Untuk menjawabnya, kita perlu memahami lebih dalam mengenai kondisi muntah yang dialami.

Apakah Muntah Membatalkan Puasa

Berdasarkan buku Seri Fiqih Kehidupan 5 : Puasa oleh Ahmad Sarwat, Muntah yang disebabkan oleh hal-hal yang tak terduga, seperti masuk angin atau sakit, tidak membatalkan puasa. Puasa tetap sah meskipun seseorang muntah akibat kondisi tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah SAW bersabda:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ, وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ اَلْقَضَاءُ - رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ
Artinya: "Siapa saja yang muntah, maka ia tidak berkewajiban qadha (puasa). Tetapi siapa saja yang sengaja muntah, maka ia berkewajiban qadha (puasa)". (HR. Abu Daud, Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

ADVERTISEMENT

Namun, ada juga kondisi yang disebut sebagai istiqa' yaitu muntah yang dilakukan dengan sengaja. Istiqa' terjadi ketika seseorang secara sengaja menyebabkan dirinya muntah, seperti dengan cara memasukkan jari ke dalam mulut tanpa ada kebutuhan mendesak, atau mengeluarkan lendir dari tenggorokan yang kemudian menyebabkan muntah. Semua tindakan semacam ini sebaiknya dihindari karena dapat membatalkan puasa.

Selain itu, penting untuk memahami bahwa sengaja muntah dapat menyalahi tujuan puasa, yang tidak hanya berhubungan dengan menahan lapar dan dahaga, tetapi juga dengan menjaga perilaku dan kehormatan diri selama bulan suci.

Oleh karena itu, selain menghindari istiqa', sebaiknya kita juga menjaga niat dan perilaku selama berpuasa agar ibadah kita tetap diterima dan sah di sisi Allah SWT.

Hal-hal Lainnya yang Membatalkan Puasa

Selain muntah, ada beberapa perbuatan yang bisa membatalkan puasa yang jika dilakukan dengan sengaja akan mempengaruhi keabsahan ibadah puasa seseorang. Berikut adalah beberapa hal yang membatalkan puasa.

1. Makan dan Minum

Makan dan minum adalah hal-hal yang paling jelas membatalkan puasa. Hal ini berdasar pada dalill berupa firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 187,

وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ
Arab latin: wa kulū wasyrabū ḥattā yatabayyana lakumul-khaiṭul-abyaḍu minal-khaiṭil-aswadi minal-fajr(i)
Artinya: Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.

Ayat ini menjelaskan bahwa pada malam hari, sebelum terbit fajar, seseorang diperbolehkan untuk makan dan minum. Sebaliknya, hal tersebut menjadi terlarang setelah waktu fajar tiba. Ayat ini juga menegaskan batas waktu dimulainya puasa, yaitu saat terbitnya fajar, bukan ketika adzan yang dikumandangkan oleh muadzdzin selesai, yang seringkali dipahami keliru oleh sebagian orang.

2. Jima' (Hubungan Suami Istri)

Jima' atau hubungan seksual antara suami dan istri juga membatalkan puasa. Dasar ketentuan bahwa berjima' itu membatalkan puasa dijelaskan juga di dalam surah Al Baqarah ayat 187,

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
Arab latin: Uḥilla lakum lailataṣ-ṣiyāmir-rafaṡu ilā nisā'ikum, hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunn(a),
Artinya: Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka.

Wajhu ad-dilalah dari ayat ini adalah bahwa Allah SWT menghalalkan hubungan suami-istri pada malam hari selama bulan puasa. Sebaliknya, pada siang hari selama bulan puasa, hubungan tersebut diharamkan karena dapat membatalkan puasa.

3. Haid dan Nifas

Wanita yang sedang mengalami haid atau nifas (darah yang keluar setelah melahirkan) tidak sah berpuasa. Puasa mereka akan batal selama masa haid atau nifas, dan mereka diwajibkan untuk mengganti puasa yang batal tersebut di hari-hari setelah bulan Ramadan. Hal ini berlaku meskipun wanita tersebut merasa tidak lapar atau haus selama masa tersebut.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW,

"Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda "Bukankah bila wanita mendapat hatdh dia tidak boleh shalat dan puasa?". (HR Muttafaq 'alaihi)

Dan juga hadits berikut ini,

"Dari Aisyah RA, ia berkata: Di zaman Rasulullah SAW dahulu, kami mendapatkan haidh, lalu kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha' shalat." (HR. Jama'ah).

5. Murtad

Murtad, yaitu keluar dari agama Islam dengan sengaja, juga membatalkan puasa. Jika seseorang yang berpuasa lalu murtad, maka puasa mereka tidak sah lagi. Lalu, jika pada hari itu seseorang kembali memeluk Islam, maka puasanya batal. Sehingga wajib mengqadha puasanya pada hari itu, meskipun belum sempat makan atau minum.

Dasar dari ketentuan ini adalah firman Allah SWT surah Az Zumar ayat 65,

لَىِٕنْ اَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
Arab latin: la'in asyrakta layaḥbaṭanna 'amaluka wa latakūnanna minal-khāsirīn(a).
Artinya: "Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan gugurlah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang-orang yang rugi."




(inf/lus)

Hide Ads