Bagaimana Syahadat Orang Tunawicara yang Hendak Masuk Islam?

Bagaimana Syahadat Orang Tunawicara yang Hendak Masuk Islam?

Hanif Hawari - detikHikmah
Minggu, 08 Okt 2023 11:00 WIB
Ilustrasi Wanita Muslim
Ilustrasi mualaf tunawicara (Foto: Getty Images/iStockphoto)
Jakarta -

Hak untuk memeluk Islam dan bersyahadat adalah hak yang sama bagi setiap orang. Termasuk mereka yang tidak dapat berbicara atau tunawicara.

Lantas, bagaimana prosedur syahadat bagi mereka yang tidak dapat bicara? Tim layanan syariah Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) memberi penjelasan mengenai persoalan itu.

Syahadat merupakan langkah awal dalam memeluk agama Islam. Tunawicara yang ingin memeluk Islam dapat menyampaikan dua kalimat syahadat melalui bahasa isyarat.

Pendekatan ini sejalan dengan ajaran yang disampaikan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya, Raudhah al-Thalibin wa 'Umdah al-Muftin. Menurut Imam Nawawi, jika bahasa isyarat yang digunakan dapat dimengerti, maka keislamannya akan dianggap sah tanpa perlu menunggu untuk melakukan sholat pertama.

Namun, jika bahasa isyarat yang digunakan tidak dapat dimengerti, maka mereka diwajibkan untuk menjalankan sholat agar keabsahan konversi mereka ke dalam Islam terjamin.

Ini adalah pernyataan Imam Nawawi yang terdapat dalam kitabnya, Raudhah al-Thalibin wa 'Umdah al-Muftin:

"Masalah cabang; dinilai sah keislaman orang yang tunawicara dengan menggunakan bahasa isyarat yang dapat dimengerti. Pendapat lain mengatakan bahwa keislamannya tidak diakui kecuali ia melaksanakan sholat setelah berikrar dengan bahasa isyarat. Ini merupakan zahir pendapat Imam Syafi'i yang terdapat dalam kitab al-Umm. Pendapat yang benar dan dikenal ialah pendapat yang pertama. Sementara pendapat Imam Syafi'i itu mesti dipahami dalam konteks ketika bahasa isyarat tidak dapat dimengerti."

Menurut Imam Nawawi, keislaman seseorang yang bisu yang mengucapkan dua kalimat syahadat dengan bahasa isyarat yang dapat dimengerti dianggap sah dan diterima. Pendapat ini merujuk pada prinsip dalam fikih yang disebut "al-masyaqqah tajlibut taysir" (kesukaran membawa kemudahan).

Karena orang tunawicara tidak dapat mengucapkan dua kalimat syahadat secara lisan akibat keterbatasannya. Maka ia diizinkan menggunakan bahasa isyarat sebagai alternatif.

Namun, pendapat Imam Syafi'i yang menentang pengakuan keislaman orang bisu tanpa melaksanakan sholat dianggap kurang tepat. Hal ini disebabkan karena sholat adalah ibadah yang diwajibkan secara individu (fardhu 'ain), sedangkan keislaman merupakan syarat sahnya ibadah.

Oleh karena itu, tidak tepat mengaitkan keislaman seseorang dengan pelaksanaan sholat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keislaman seseorang yang bisu dan mengucapkan dua kalimat syahadat dengan bahasa isyarat yang dapat dimengerti dianggap sah dan diterima, tanpa perlu menunggu pelaksanaan sholat terlebih dahulu.

Wallahu a'lam.




(hnh/erd)

Hide Ads