Kuota Haji Tambahan, HNW: Pemerintah Harus Perjuangkan untuk Rakyat Indonesia

Kuota Haji Tambahan, HNW: Pemerintah Harus Perjuangkan untuk Rakyat Indonesia

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Selasa, 15 Jul 2025 20:15 WIB
Hidayat Nur Wahid
Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid (Foto: dok. MPR RI)
Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid mendorong agar pemerintah bisa memperjuangkan kuota haji tambahan untuk RI pada penyelenggaraan 2026 mendatang. Hal ini dimaksudkan agar masa tunggu haji yang panjang bisa terurai.

Wakil Ketua MPR RI itu menuturkan bahwa Pemerintah Indonesia perlu memperjuangkan agar kuota haji tak lagi dihitung dengan metode perhitungan satu banding seribu, tetapi dua banding seribu. Ini disebabkan jumlah penduduk muslim di Indonesia yang cukup banyak.

"Apabila bisa diperjuangkan atau pemerintah kita memperjuangkannya supaya kemudian bisa menjadi dua banding seribu, itu akan memotong masa tunggu yang begitu banyak," katanya dalam forum diskusi kelompok berjudul Membedah Permasalahan Penyelenggaraan Ibadah Haji yang digelar Fraksi PKS DPR RI, Selasa (15/7/2025).

Diketahui, Kuota Haji Indonesia mengacu kepada Keputusan KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Tahun 1987 di Amman, Yordania, yaitu 1 per 1.000 dari jumlah penduduk muslim suatu negara, yang jumlah setiap tahunnya ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Hidayat menilai saat ini jumlah muslim di Indonesia mencapai 245 juta penduduk. Seharusnya, lanjut dia, kuota haji dari Tanah Air adalah 245.000, bukan 221.000 seperti yang ditentukan pada haji 2025.

"Satu banding seribu, kalau kaidahnya memang demikian, maka harusnya kuota jemaah haji Indonesia bukan hanya 221 ribu karena jumlah umat Islam di Indonesia sudah lebih dari 245 juta dari keseluruhan 280 juta penduduk Indonesia. Bila 245 juta, maka kuotanya mestinya, bukan kuota tambahan, tapi kuota yang merupakan haknya jemaah haji Indonesia adalah 245 ribu," ungkapnya.

Hidayat juga menuturkan agar Pemerintah Indonesia dapat melobi Saudi terkait kuota haji dengan pendekatan berkenaan perhitungan 1 banding 1.000 yang sudah tak relevan dengan jumlah penduduk saat ini.

"Bisa juga dengan mempergunakan pola pendekatan bahwa satu banding seribu itu adalah angka yang sudah klasik. Ketika diputuskan pada tahun 1987 tentang kuota satu banding seribu itu, waktu itu jumlah umat Islam belum sebanyak sekarang. Jumlah jemaah yang terkategori mampu, istitha'ah itu belum sebanyak sekarang," ujarnya menguraikan.

Hidayat juga menambahkan bahwa transportasi untuk haji juga belum semudah dan semurah saat ini. Begitu pula dengan sarana serta prasarana di Makkah, Arafah, Mina, Muzdalifah yang belum sebagus sekarang.

Ia mencontohkan tempat lempar jumrah pada tahun 1987 hanya satu lantai dan setengah lingkaran.

"Sekarang, sudah bertingkat-tingkah dan hampir lingkaran penuh. Maka, bila bisa diperjuangkan atau pemerintah kita memperjuangkannya," tandasnya.


(aeb/lus)

Hide Ads