Cerita Puasa di Amerika Serikat, Nggak Bisa Berburu Takjil Seperti di Indonesia

Cerita Puasa di Amerika Serikat, Nggak Bisa Berburu Takjil Seperti di Indonesia

Devi Setya - detikHikmah
Senin, 03 Apr 2023 16:45 WIB
puasa di amerika serikat
Cerita Susi Ftimah yang menjalani puasa di Amerika Serikat Foto: Dok Pribadi Susi Fatimah
Jakarta -

Banyak tradisi khas bulan Ramadan yang dilakukan masyarakat Indonesia. Salah satunya ngabuburit atau menunggu waktu berbuka puasa sambil mencari takjil. Momen ini ternyata tak bisa dirasakan warga Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat.

Kisah puasa di negeri rantau kali ini datang dari perempuan bernama Susi Fatimah. Sudah dua tahun, Susi harus menjalani puasa Ramadan di Amerika Serikat, tepatnya di Alexandria, State Virginia yang berbatasan langsung dengan ibukota Amerika Serikat, Washington DC.

Susi, begitu ia akrab disapa, menceritakan pengalaman puasanya di Negeri Paman Sam. Awal menjalani puasa, Susi mengaku kaget karena suasananya yang sangat berbeda dengan di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kaget juga pertama puasa, karena suasana sangat berbeda dengan di Indonesia yang warga antusias sambut Ramadan dengan suka cita, pawai obor dsb. Disini nggak ada sama sekali jadi terasa kurang antusias dan sepi, kayak nggak Ramadan. Jadi kangen suasana hebohnya Ramadan di Indonesia," ujar Susi saat dihubungi detikHikmah, (3/4/2023).

Puasa di Musim Semi

Pada Ramadan 1444 H ini, Amerika Serikat sedang mengalami musim semi. Susi mengaku beruntung karena suhu udara terasa dingin dan cenderung hangat. Hal ini membuat ibadah puasanya tak terkendala.

ADVERTISEMENT

Untuk rata-rata lamanya waktu puasa di Amerika Serikat sekitar 13,5 jam

"Subuh jam 6 pagi dan maghrib jam 19.30. Alhamdulillah dua kali Ramadan jatuh di musim semi, jadi cuaca masih dingin dan kadang hangat jadi ngga terlalu berat jalaninnya. Hanya magribnya lebih lama aja 19.30 baru buka puasa. Di sini jam 7 malam masih seperti jam 4 sore di Indonesia, langit cerah," jelas Susi.

Susi bersama buah hatinya berada di Amerika Serikat untuk mendampingi sang suami yang tengah menempuh pendidikan di George Washington University.

Tantangan Puasa di Amerika Serikat

Lahir dan besar di Indonesia menjadikan Susi terbiasa dengan suasana Ramadan di Tanah Air. Kini ketika menjalani puasa di Amerika Serikat, ia mengaku menghadapi beberapa tantangan.

puasa di amerika serikatSusi Fatimah dan keluarga yang jalani puasa di amerika serikat Foto: Dok Pribadi Susi Fatimah

Lingkungan keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya sangat mendukung serta memastikan ibadah puasa Ramadan berjalan dengan maksimal. Namun tantangannya justru datang dari lingkungan luar. Apalagi Amerika Serikat adalah negara dengan minoritas muslim.

"Untuk di dalam rumah sangat mendukung, kami ada agenda shalat tarawih dan subuh berjamaah setiap hari. Tapi setelah keluar rumah kondisi berbeda lagi. Mayoritas warga Amerika non muslim, jadi restoran, kafe, mall semua tetap buka seperti biasa tanpa ada pembatasan. Jadi kita bisa melihat mereka makan di luar. Beda dengan di Indonesia dimana warung atau restoran ditutup dengan tirai atau jam buka warung yang berdekatan waktu berbuka," jelas Susi.

Perempuan berhijab ini juga menjelaskan tantangan berikutnya yakni ketika musim semi, suhu udara mulai hangat. Hal itu membuat warga lokal mulai mengenakan pakaian mini.

"Jadi bagi kaum pria ini tentu tantangan berat, melihat aurat dimana-mana," tambah Susi.

Susi juga menceritakan sulitnya mencari makanan halal. Ia rindu dengan suasana Ramadan di Indonesia yang setiap sore hari bisa berburu aneka takjil untuk berbuka puasa.

Kebanyakan makanan berlabel halal memiliki cita rasa Timur Tengah. Menu seperti ini kurang bersahabat dengan lidah Susi yang lebih kepincut dengan rasa gorengan, kolak atau es buah.

"Disini kami nggak bisa berburu takjil jelang buka puasa. Jadi mau nggak mau bikin sendiri di rumah kayak gorengan, kolak, es buah dll karena nggak ada yang jual di sini," ujar Susi.

Susi juga membagikan pengalamannya saat buka puasa di Islamic Center Washington DC. Meskipun hidangan buka puasanya terbilang banyak dan bervariasi tapi Susi tak bisa melahapnya. Perbedaan selera membuat ia hanya berbuka puasa dengan beberapa butir kurma.

"Pernah juga buka puasa di Islamic Center Washington DC, cuma makan beberapa suap aja krn nggak cocok dengan menunya. Takjil mereka juga beda dengan kita, jadi sekantong plastik yang dikasih masih utuh, yang dimakan cuma kurma saja."

Mengandalkan Alarm untuk Bangunkan Sahur

Tradisi membangunkan sahur bisa dengan mudah dijumpai di Indonesia, tapi lain cerita kalau di Amerika. Susi dan sang suami mengandalkan alarm di ponsel mereka untuk membangunkan sahur.

"Kami kangen dengan tradisi bangunin sahur dan dengar suara adzan. Sahur dibangunin alarm aja. Untuk menyiasati biasanya kami set alarm adzan di waktu shalat di aplikasi biar tetap bisa dengar suara adzan," ujarnya.

Saat ada waktu senggang atau ketika sang suami libur kuliah, Susi dan keluarga sesekali melakukan safari Ramadan. Mereka akan keliling masjid-masjid di Amerika Serikat untuk buka puasa bersama dan shalat magrib berjamaah. Cara seperti ini yang membuat euforia Ramadan semakin terasa.




(dvs/erd)
Puasa di Tanah Rantau

Puasa di Tanah Rantau

17 konten
Nuansa Ramadan di negeri orang tentunya berbeda dengan suasana Ramadan di tanah air. Hal itu dilatarbelakangi banyak faktor terutama budaya lokal setempat.

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads