Wafatnya Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Pakubuwono XIII, pada Ahad (2/11/2025) meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Jawa. Ribuan pelayat memadati halaman Keraton Surakarta untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sosok raja yang dikenal lembut dan menjunjung harmoni antara adat Jawa dan nilai-nilai Islam.
Di tengah suasana duka, publik sempat mempertanyakan prosesi pemakaman sang raja yang dilakukan dengan mengenakan busana kebesaran keraton. Menanggapi hal itu, Ketua Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Surakarta, KH Ahmad Muhammad Mustain Nasoha, memberikan penjelasan fikih berdasarkan pandangan ulama mazhab Syafi'i.
"Boleh, Selama Tidak Berlebihan," ujarnya dilansir dari laman NU Jateng, Rabu (5/11).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kiai Mustain juga menjelaskan bahwa mengafani jenazah dengan pakaian berjahit-termasuk pakaian kebesaran seorang raja-diperbolehkan menurut mazhab Syafi'i. Ia menyebut bahwa pendapat ini disandarkan dari sejumlah kitab fiqih klasik, seperti al-Majmu' karya Imam an-Nawawi, Fatawa Ibn Shalah, Tuhfatul Mughtaj karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami, dan Fath al-Mu'in karya Syekh Zainuddin al-Malibari.
Imam Nawawi dalam Al-Majmu' Syarah al-Muhadzdzab Juz 5 halaman 154 menuliskan:
قَالَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللهُ: وَيَجُوزُ تَكْفِينُ كُلِّ إِنْسَانٍ فِيمَا يَجُوزُ لَهُ لُبْسُهُ فِي الْحَيَاةِ...
Artinya: "Diperbolehkan mengafani setiap orang dengan pakaian dari bahan apa pun yang boleh dan layak dia kenakan semasa hidupnya (karena kedudukan dan kemuliaannya). Maka boleh dari kain katun, wol, linen, rambut binatang, bulu unta, dan bahan lainnya."
Selain itu, Kiai Mustain juga menukil pandangan Imam Ibn Shalah, ulama besar mazhab Syafi'i, yang memperbolehkan penggunaan pakaian berjahit:
فتاوَى ابنِ الصَّلاح : ... وَأَمَّا الْمَخِيطَةُ فَيَجُوزُ أَنْ يُكَفَّنَ فِي قَمِيصٍ، وَاللهُ أَعْلَمُ
Artinya: "Adapun pakaian yang berjahit, maka boleh mayit dikafani dengan baju gamis (pakaian berjahit). Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui."
Diperbolehkan untuk Penghormatan, Bukan Kemewahan
Lebih lanjut, menurut Kiai Mustain, Islam tidak melarang bentuk penghormatan kepada tokoh bangsa, raja, atau ulama selama tidak bertentangan dengan prinsip kesederhanaan dan tidak mengandung unsur tasyabbuh (penyerupaan terhadap yang diharamkan) atau israf (berlebihan).
"Selama tujuannya untuk menghormati, bukan untuk membanggakan diri, maka tidak ada larangan. Syariat itu luas dan memberi ruang bagi adat selama tidak melanggar batas syara'. Bahkan Rasulullah SAW pun menghormati jenazah musuh yang gugur di medan perang, apalagi seorang muslim yang wafat dengan kehormatan," jelasnya dikutip jateng.nu.or.id.
Jenazah PB XII Tetap Dikafani dengan Kain Putih
Mengutip detikJateng, Rabu (5/11), keluarga Keraton Solo KGPH Puger mengatakan jenazah Paku Buwono (PB) XIII sudah disucikan, dikafani, dimasukkan ke peti sebelum disemayamkan di Sasono Parasdya.
Dengan demikian, jenazah PB XII tetap dikafani sesuai ketentuan agama Islam, sementara pakaian kebesaran raja hanya digunakan sebagai penutup tambahan.
Kiai Mustain menjelaskan bahwa praktik tersebut sudah sesuai dengan syariat yang mewajibkan jenazah ditutupi seluruh tubuhnya. Berdasarkan penjelasan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Mughtaj Juz 3 Halaman 116:
يَجِبُ سَتْرُ جَمِيعِ الْبَدَنِ إِلَّا رَأْسَ الْمُحْرِمِ وَوَجْهَ الْمُحْرِمَةِ لِحَقِّ اللهِ تَعَالَى
Artinya: "Wajib menutup seluruh tubuh jenazah, kecuali kepala jenazah laki-laki yang sedang berihram dan wajah jenazah perempuan yang sedang berihram, karena hal itu merupakan hak Allah Ta'ālā."
Adat dan Syariat Tak Selalu Bertentangan
Kiai Mustain menegaskan bahwa masyarakat sebaiknya tidak tergesa-gesa menilai prosesi adat seperti itu secara negatif. Busana kebesaran raja, kata dia, adalah simbol budaya yang tidak bertentangan dengan syariat selama dimaksudkan sebagai penghormatan terakhir, bukan ritual baru.
"Pakaian kebesaran itu simbol jabatan duniawi yang pernah diemban. Ketika dipakaikan pada jenazah, niatnya bukan untuk kemewahan, tapi untuk penghormatan terakhir. Itu tidak bertentangan dengan Islam," pungkas Ketua Fatwa MUI Surakarta tersebut.
(inf/lus)












































Komentar Terbanyak
Ma'ruf Amin Dukung Renovasi Ponpes Pakai APBN: Banyak Anak Bangsa di Sana
Gus Irfan soal Umrah Mandiri: Pemerintah Saudi Izinkan, Masa Kita Larang?
Kisah Jemaah Umrah Mandiri Tanpa Agen Travel: Lebih Fleksibel, Hemat