Sang Pencipta memilih dua kelompok manusia. Pertama, para Nabi dan Rasu. Mereka mempunyai tugas untuk menyerukan kepada hamba-hamba-Nya untuk beribadah, memberi petunjuk untuk mengenal Allah SWT.
Kedua, Allah SWT. memilih dari hamba-hamba-Nya untuk menjadi penguasa dengan tujuan agar dapat menjaga umat manusia dari saling bermusuhan.
Penulis akan membahas pada kelompok kedua, yaitu penguasa. Hal ini sangat penting karena baik buruknya suatu negara dipengaruhi "sikap pemimpin/penguasa."
Mu'awiyah bertanya kepada Ahnaf ibn Qais, "Hai Abu Yahya, bagaimana situasi masa kini?"
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jawabnya, "Zaman adalah engkau, jika engkau baik, zaman pun baik, jika engkau rusak, zamanpun rusak."
Kemudian ia melanjtkan, "Sesungguhnya dunia menjadi maju karena keadilan, dan ia bisa hancur karena tindak kezaliman. Sebab cahaya keadilan itu terang, dan sinarnya dapat menjangkau jarak seribu farsakh. Sedang gelapnya aniaya dapat menggumpal dan menyelimuti perjalanan seribu farsakh."
Fudha ibn Iyadh pun berkata, "Sekiranya do'a saya terkabul aku tak akan berdo'a kepada selain penguasa yang adil." Penguasa yang adil itu akan mendapatkan tempat yang istimewa. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Ahmad dan Muslim. Rasulullah SAW. bersabda, "Orang-orang yang adil bakal duduk di mimbar kehormatan di hari kiamat."
Baca juga: Membandel |
Baca juga: Hamba yang Tahu Diri |
Sikap adil menjadi landasan utama dalam memimpin, terutama memimpin suatu negeri. Ketamakan ingin menguasai dan membumi hanguskan Gaza oleh Rezim Yahudi saat ini, adalah tindakan yang brutal dan mencederai rasa kemanusiaan. Sangat berbeda jika mereka menerapkan keadilan dalam bertetangga untuk hidup bersama.
Allah SWT. telah memilih Nabi dan Rasul serta memilih hamba-Nya untuk mewakilinya di bumi sebagai pengayom dengan posisi sebagai penguasa. Sebagaimana firman-Nya dalam surah an-Nisa ayat 59 yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil al-amri di antara kamu."
Siapakah ulil amri itu? Ulil amri artinya orang-orang yang memegang kekuasaan di antara mereka. Apabila mereka telah sepakat dalam suatu hal, maka umat muslim berkewajiban melaksanakannya. Tentunya dengan catatan bahwa keputusan mereka tidak bertentangan dengan Al Quran dan hadis. Maka setiap Muslim yang mempunyai pengetahuan agama, hendaknya ia simpati kepada para penguasa, dan wajib mematuhi segala perinta mereka. Maka yang memerintah dan yang diperintah meski menyadari bahwa kekuasaan itu diberikan oleh Allah SWT.
Ingatlah bahwa Allah SWT. mempunyai kekuasaan sepenuhnya untuk menentukan siapa yang akan dipilih menjadi ulil amri ( penguasa ), bukan makhluk yang ikut-ikutan mengatur untuk menentukan seseorang akan menjadi pemimpin. Dalam firman-Nya surah ali-Imran ayat 26 yang artinya, "Engkau memberikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau mencabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki dan Engkau menghinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."
Sebagai makhluk ciptaan-Nya yang lemah, maka janganlah menyombongkan diri atas kekuasaanmu untuk ikut campur urusan-Nya.
Jadilah penguasa yang adil. Penguasa yang berlaku adil terhadap hamba-hamba Allah SWT. dan menjauhkan diri dari kecurangan dan kerusakan. Sedangkan penguasa yang zalim adalah orang yang menimbulkan keburukan, kesengsaraan. Kekuasaan itu bersifat fana tidak kekal dan abadi, mudah berganti sekehendak-Nya sesuai ayat diatas. Kekuasaan akan berlangsung lama dan dikenang sepanjang masa tatkala penguasa tersebut menerapkan "Keadilan."
Sebagai contoh kisah kaum Majusi. Dalam sejarah kaum ini dapat menguasai dunia selama empat abad. Kekuasaan itu tetap berada di tangan mereka saat menerapkan keadilan kepada rakyatnya dan perhatian penguasa secara merata. Mereka memandang kezaliman dan keculasan sebagai hal yang dilarang dan harus dijauhinya. Oleh karena itu, mereka ( para pemimpin Majusi ) berhasil memakmurkan negeri dengan keadilan dan berlaku jujur terhadap rakyatnya.
Jika penulis simpulkan atas kepemimpinan kaum Majusi diatas ada dua hal pokok yaitu : Pertama, mereka menjalankan pemerintahan dengan adil, sehingga rakyatnya merasakan kenikmatan dari buah keadilan. Rakyat menjadi makmur, aman dan kehidupan yang harmonis. Kedua, mereka bersikap jujur terhadap rakyatnya. Jujur ini merupakan landasan untuk menjalankan pemerintahan dengan penuh tanggung jawab dan sadar kalau kekuasaan itu dipertanggung- jawabkan.
Ingatlah selalu bahwa yang akan tinggal pada manusia setelah mereka meninggal hanya riwayat dan sejarahnya. Setiap pemimpin akan dikenang sesuai dengan apa yang telah dilakukan, dan akan disandarkan kepadanya segala yang diperbuatnya. Maksudnya adalah menjadi pemimpin itu bukan semaunya sendiri apalagi untuk kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya. Semua tindakannya menjadi sandarannya, apakah nanti ada terkait dengan urusan hukum atau tidak. Jika yang diperbuat baik, maka harumlah namanya. Tapi jika buruk, maka buruk pula kenangan dan nama yang ditinggalkannya. Maka setiap orang wajib menanamkan benih kebaikan dan menghilangkan semua aib dan keburukan, apalagi sebagai penguasa. Penguasa yang beriman akan meninggalkan nama baik dan menghindarkan nama buruk saat ia sudah masuk liang lahat.
Kekuasaan itu mempesona, maka jadikanlah kekuasaan itu untuk membahagiakan rakyat bukan diri dan keluargamu. Tatkala rakyat bahagia, do'a mereka selalu mengalir untuk kebaikan pemimpinnya yang bersikap adil dan jujur pada rakyatnya. Dalam waktu dekat kita akan memilih pemimpin, maka pilihlah calon pemimpin yang berkeadilan dan jujur pada rakyatnya. Semoga Allah SWT. memberikan pemimpin yang membawa negeri ini makmur dan harmonis.
AR, Puri Cinere, 29.11.23
--
Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana