Nasihat Agar Kekuasaan Tidak Menjadi Korup

Kolom Hikmah

Nasihat Agar Kekuasaan Tidak Menjadi Korup

Aunur Rofiq - detikHikmah
Jumat, 15 Nov 2024 08:01 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Pada suatu hari Syaibah ibn Syabah menemui Al-Mahdi, lalu bertanya, "Amir Al-Mukminin, Allah sungguh telah memberi tuan dunia, karena itu berikan rakyatmu keadilan dan kebahagiaan hidupmu."

"Apa yang mesti kuberikan kepada rakyat?" Kata Al-Mahdi.
Jawabnya, "Keadilan. Jika rakyat hidup tenteram di bawah tuan maka tuan akan tenang dikubur. Wahai Amir Al-Mukminin, takutlah akan hari di mana tiada esok sesudahnya. Berlakulah adil semaksimal mungkin. Sebab keadilan akan dibalas dengan keadilan serupa, dan kezaliman akan dibalas kezaliman serupa. Hiasi diri tuan dengan baju takwa, lantaran tak ada seorang pun yang akan mencemooh hiasan takwa kelak di akhirat.

Salah satu inti ajaran Islam adalah menegakkan keadilan. Keadilan dalam hal apa pun, mulai dari menegakkan keadilan sosial, ekonomi, politik hingga keadilan ekologis.Adapun perintah berbuat adil sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nisa' ayat 135 yang terjemahannya, "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makna ayat di atas bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya serta menjalankan syariat-Nya, jadilah kalian orang-orang yang senantiasa tegak menjalankan keadilan, mengemukakan persaksian karena mengharap wajah Allah SWT. walaupun terhadap diri kalian sendiri atau ayah-ayah dan ibu-ibu kalian atau terhadap karib kerabat kalian, bagaimanapun keadaan orang yang dipersaksikan, baik kaya maupun miskin, karena sesungguhnya Allah SWT. lebih utama memperhatikan mereka dibandingkan kalian dan lebih tahu apa yang mendatangkan kemaslahatan mereka berdua. Janganlah membawa kalian hawa nafsu dan fanatik buta untuk meninggalkan sifat adil. Apabila kalian mengubah-ubah persaksian dengan lisan-lisan kalian,lalu kalian membawakan persaksian yang tidak sebenarnya atau berpaling darinya dengan tidak mengemukakannya atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah SWT. maha mengetahui sekecil apapun tindakan kalian dan akan memberikan balasan kepada kalian menurut perbuatan tersebut.

Nasihat tersebut di atas, mengingatkan tentang hari tiada esok sesudahnya (hari yang kekal), itu bermaksud janganlah dunia yang dianugerahkan Allah SWT. digunakan untuk melampiaskan hawa nafsu, namun jadikan wasilah untuk bekal hari yang kekal/akhirat. Nasihat di atas seperti yang digambarkan oleh penyair berikut :

ADVERTISEMENT

Hiasi hidupmu dengan takwa.
Tiada seorang pun akan mencemooh.
Kebaikan tiada pernah akan musnah.
Gapailah, keberuntungan pasti akan melimpah ruah, harta dan kekayaan lenyap dan musnah.

Kaisar Romawi melayangkan surat kepada Raja Anusyirwan yang adil. Katanya, "Dengan apa kekuasaan dapat dipertahankan?"
Raja Anusyirwan membalas surat itu, dengan menjawab, "Aku tak pernah melakukan sesuatu tanpa perhitungan. Jika aku menetapkan sesuatu , aku selalu konsisten dan tak pernah meralatnya, karena takut ada pengharapan. Maksudnya, jika aku mengambil keputusan, maka aku tak pernah mengurungkannya, karena ada orang yang meminta atau menakut-nakuti diriku. Aku selalu konsisten dengan keputusanku."

Jawaban Raja ini menarik karena :

1. Keputusan yang diambil selalu melalui perhitungan yang cermat. Artinya keputusan seorang pemimpin tidaklah elok jika dilandasi emosional, karena dampaknya menyangkut masyarakat luas. Inilah fungsi "hati" dalam menentukan pilihan keputusan sangatlah mendasar.

2. Konsisten. Keputusan yang telah diambil tidak akan diurungkan atau diganti. Meskipun ada orang atau golongan yang memintanya dan melakukan ancaman. Balas jasa karena orang tersebut telah membantunya saat pemilihan sebagai pemimpin tentu dipertimbangkan dengan tidak mengurangi hak orang lain atau mengurangi kepentingan masyarakat luas. Tidak pernah ada rasa takut meski adanya ancaman pada dirinya maupun keluarga dan kerabatnya. Ayat di atas telah melarang seorang pemimpin untuk berbuat culas, maka bersandarlah keputusan pada kebenaran sehingga engkau dalam perlindungan-Nya.

Alexander bertanya kepada Aristoteles, "Mana yang lebih utama bagi para penguasa, sifat berani atau adil ?" Jawabnya, "Jika seorang penguasa adil, ia tak memerlukan keberanian."
Dikisahkan, Alexander membebastugaskan pegawainya, ia diserahi tugas-tugas ringan dan enteng. Pada suatu hari Alexander bertemu dengan pegawai itu dan bertanya, "Bagaimana tugasmu?"

Jawabnya, "Semoga Allah menetapkan kekuasaan Paduka Raja. Orang-orang besar tidak boleh gila kehormatan dengan tugasnya. Tetapi, tugas dan pekerjaan itulah yang harus mereka hormati. Ini dapat dilakukan dengan berperilaku baik, adil, jujur, dan menghindari gaya hidup mewah dan berfota-foya." Kemudian Alexander memandang benar perkataan orang itu, lalu ia dikembalikan pada jabatan semula.

Semoga uraian singkat ini memberi inspirasi kepada para pemimpin negeri untuk bersikap adil, benar yang dibenarkan dan salah yang dipersalahkan bukan sebaliknya. In-Syaa'Allah hidupnya pemimpin yang adil dalam perlindungan-Nya.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)




(erd/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads