Perang Badar

Kolom Hikmah

Perang Badar

Aunur Rofiq - detikHikmah
Jumat, 09 Mei 2025 08:00 WIB
Aunur Rofiq
Aunur Rofiq. Foto: Ilustrasi: Zaki Alfaraby/detikcom
Jakarta -

Pertempuran Badar, adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 10 Ramadan tahun 2 H. Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 314 orang bertempur menghadapi pasukan Quraisy dari Makkah yang berjumlah 950 orang. Setelah bertempur habis-habisan pasukan Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan. Perang ini merupakan ujian besar pertama bagi organisasi yang baru (negara) lahir dan didirikan oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah.

Sejak awal pertumbuhan gerakan Islam, Nabi SAW dan pengikut-pengikutnya bersikap defensif. Adapun tujuannya adalah menyebarkan secara damai pesan Allah SWT dan untuk menyelamatkan jiwa mereka sendiri dari penganiayaan. Ketika sudah hijrah di Madinah dan Rasulullah SAW menata kehidupan masyarakat dengan Piagam Madinah, yang pada saatnya menjadi sumber konstitusi negara-negara di dunia. Saat itu ada cobaan dari dalam bagi kepemimpinan Rasulullah SAW yaitu pembangkangan dari Abdullah bin Ubay dan kelompok Yahudi yang bermaksud jahat. Sedangkan ujian dari luar adalah kaum Quraisy Makkah yang akan menyerang.

Perang Badar merupakan ujian pertama yang sangat menentukan dalam sejarah Islam. Perang ini juga dinamakan hari pembeda, hari yang menentukan. Dalam hal ini Allah SWT membedakan kebenaran dari kebatilan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nabi Muhammad SAW sempat meminta pendapat para sahabat, Abu Bakar dan Umar bin Khatab mengatakan tetap maju, Miqdad ibn Amr berdiri dan berkata, "Teruslah maju, Rasulullah! Laksanakan sesuai titah Allah. Kami akan bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti perkataan bani Israel pada Musa, 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah, kami akan duduk disini menantimu' (al-Maidah ayat 24). Tidak! Tapi, kami akan mengatakan kepadamu 'Pergilah bersama Tuhanmu dan berperanglah, kami akan berperang bersamamu.' Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membawa kami menerjuni lautan lumpur sekalipun, kami akan tetap patuh. Kami akan berjuang bersamamu dengan gagah berani hingga mencapai tujuan." Disini Nabi SAW memuji kata-kata Miqdad dan mendoakannya.

Keteguhan dan keyakinan pada Allah SWT telah ditunjukkan tanpa rasa khawatir untuk melawan kaum Quraisy yang ingin membungkam pengembangan Islam. Kaum Anshar dan Muhajirin berdampingan meski dengan peralatan perang yang minim jika dibandingkan dengan peralatan kaum Quraisy.

ADVERTISEMENT

Kemenangan dalam peperangan ini merupakan modal yang menumbuhkan kepercayaan, untuk terus mempertahankan diri dan mengembangkan kebenaran dari-Nya, bahwa kemenangan ini adalah pemberian-Nya (karunia-Nya) sesuai dengan janji-Nya. Mari kita simak firman-Nya dalam surah al-Qamar ayat 44 yang artinya, "Atau apakah mereka mengatakan: "kami adalah satu golongan yang bersatu yang pasti menang."

Maksud ayat di atas adalah, mereka berkeyakinan bahwa mereka akan saling menolong sebagian dengan lainnya, dan bahwasannya kesatuan mereka sudah memadai untuk menolak pihak yang akan berbuat jahat kepada mereka.

Selanjutnya ayat 45 yang berbunyi, "golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang."

Akhirnya mereka dikalahkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam perang Badar, dan Nabi Muhammad SAW mendapat kemenangan yang gemilang atas mereka.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa Nabi SAW bersabda yang ketika itu beliau berada di kemahnya pada peristiwa Perang Badar: "Aku menagih sumpah dan janji-Mu ya Allah, jika Engkau berkehendak, niscaya setelah hari ini Engkau tidak akan diibadahi di muka bumi ini untuk selamanya."

Kemudian Abu Bakar memegang tangan beliau dan berkata: "Cukup ya Rasulullah. Engkau telah meminta dengan sangat kepada Rabbmu." Maka beliau pun keluar sambil melompat dengan baju besi beliau seraya membaca firman-Nya: "Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang."

Dalam peristiwa ini ada beberapa hikmah di dalamnya seperti:

1. Kekuatan doa.

2. Tawakal kepada Allah SWT karena kekuasaan-Nya yang menjadikan kaum Muslimin memenangkan peperangan meski timpang dalam kekuatan.

3. Kesungguhan. Perang Badar memberikan kita contoh kesungguhan dalam beramal dan tidak merasa cukup dalam beramal. Strategi waktu itu satu unta digilir lebih dari satu orang. Sebanyak 3- 4 orang bertukar karena berjalan di padang pasir yang sangat panas. Perang Badar juga dilakukan saat berpuasa. Jika seseorang ingin mencapai derajat yang tinggi, maka bersusah-susahlah dalam beramal.

4. Muncul solidaritas. Dari 'Abdullah bin 'Umar RA Rasulullah SAW bersabda: "Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang menyelamatkan orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perkara yang dilarang oleh Allah." (HR Al Bukhari dan Muslim).

5. Musyawarah. Saat pasukan kaum Muslimin sampai di sumber air terdekat di Lembah Badar dan berhenti di sana, Al-Habbab bin Al-Mundzir mengusulkan strategi kepada Rasulullah SAW. Beliau dengan terbuka menerima usulannya. Dari sikap Rasulullah SAW tersebut, kita bisa mengambil pelajaran penting, bahwa musyawarah itu perlu. Kendati beliau seorang pemimpin, tetapi tidak membuatnya merasa paling benar. Beliau mau menerima masukan sahabatnya dengan bijak.

Itulah lima hikmah yang mencerminkan tuntunan Islam dalam kehidupan biasa maupun saat perang. Masih ada satu lagi strategi Rasulullah SAW yang jitu yaitu, menyikapi para tawanan. Dengan sikap kasih sayangnya, mereka (tawanan) tidak dibunuh namun bisa bebas dengan tebusan. Semoga para elite pemimpin dan generasi muda muslim dapat mengambil pelajaran dan mengimplementasikan.

-

Aunur Rofiq

Penulis adalah Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)




(kri/kri)

Hide Ads