Menjadi Seorang Kesatria

Kolom Hikmah

Menjadi Seorang Kesatria

Aunur Rofiq - detikHikmah
Jumat, 30 Mei 2025 08:00 WIB
Aunur Rofiq
Aunur Rofiq. Foto: Ilustrasi: Zaki Alfaraby/detikcom
Jakarta - Sering kali kata "kesatria" dipandang sebagai bentuk keberanian, kehebatan atau hal-hal yang berbau kesaktian atau kejagoan. Padahal, kesatria bisa juga berarti sebuah sikap kejujuran, kerendahan hati dan empati kepada orang lain.

Kejujuran dalam sikap seorang kesatria adalah yang paling penting. Dengan sikap jujur seorang pemimpin yang berjiwa kesatria akan selalu bisa/mau mendengarkan dan menerima masukan. Hal ini sangat penting bagi seorang pemimpin terutama kejujurannya dalam melihat kondisi atau posisi entitas yang dipimpinnya. Kejujuran ini pula yang bisa menepis panjang angan-angan seorang pemimpin yang mempunyai ambisi besar.

Adapun pemimpin yang mendapatkan ridha-Nya adalah pemimpin yang jujur, amanah dan bertanggung jawab. Sehingga pemimpin tersebut mampu menjadikan rakyatnya semakin bertakwa kepada Tuhannya, pemimpin yang mampu melindungi rakyatnya dari segala bentuk keburukan, kezaliman, ketidakadilan, penjajahan, perpecahan, permusuhan dan keterpurukan.

Itulah karakter pemimpin yang akan mengundang turunnya keberkahan dari Allah SWT karena dari kepemimpinannya akan menjadikan rakyat semakin bertakwa dan dekat kepada Tuhannya.

Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah al-A'raf ayat 96 yang terjemahannya, "Dan sekiranya penduduk negeri-negeri mau beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi jika mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Makna ayat di atas adalah: Demikianlah siksa yang dijatuhkan Allah SWT atas mereka yang durhaka, dan sekiranya penduduk negeri yang Kami kisahkan keadaan mereka atau selain mereka beriman kepada apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan bertakwa, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah, yaitu pintu-pintu kebaikan dari segala penjuru; langit dan bumi, berupa hujan, tanaman, buah-buahan, binatang ternak, rezeki, rasa aman, dan keselamatan dari segala macam bencana, serta kesejahteraan lahir dan batin lainnya, tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat dan rasul-rasul Kami, maka Kami siksa mereka disebabkan kekufuran dan kemaksiatan yang terus menerus mereka kerjakan. Ketaatan akan membawa nikmat dan keberkahan, sebaliknya, kekufuran mendatangkan laknat dan kesengsaraan.

Ingatlah bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Penghulu Para Kesatria. Sesungguhnya Rasulullah SAW adalah sebaik-baik manusia yang memiliki sifat mulia ini. Anas ibnu Malik. Semoga Allah SWT meridhainya lalu berkata, "Nabi SAW adalah manusia paling baik, paling dermawan, dan paling pemberani. Pada suatu malam, penduduk Madinah dikejutkan oleh sebuah suara. Mereka pun segera menuju ke arah suara itu. Tiba-tiba, Nabi SAW datang dari arah suara itu menghadap mereka. Beliau ternyata telah mendahului semua orang menuju suara itu. Beliau berseru, "Tenang, tenang!" Beliau berada di atas kuda milik Abu Thalhah, kuda itu tanpa pelana, di punggung beliau terdapat sebilah pedang. Beliau bersabda, "Aku melihat ternyata itu hanya suara laut." (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam peristiwa-peristiwa genting, beliau menampakkan keberanian dan kekesatriaan yang tidak pernah terbayangkan. Dalam Perang Hunain, ketika orang-orang musyrik menang di awal pertempuran, dan mereka telah mengepung Rasulullah SAW, beliau pun turun dari kuda dan memerangi mereka sambil berseru, "Akulah Nabi, bukan dusta. Akulah putra Ibnu Abdil Muththalib." Sehingga Al-Bara, Semoga Allah meridhainya-berkata, "Belum pernah terlihat ada manusia seberani beliau pada hari itu."

Dalam Perang Uhud, ketika banyak kaum muslimin yang mundur saat tersebar berita beliau terbunuh, dan orang-orang musyrik mencari-cari beliau untuk mereka bunuh, beliau justru menampilkan diri di tengah manusia sambil berteriak, "Akulah Rasulullah". Walaupun teriakan itu pasti akan menarik perhatian kaum musyrikin ke arah beliau, tetapi itulah keberanian dan kekesatriaan hakiki dalam bentuknya yang paling menakjubkan.

Sikap kesatria tidak mesti dalam pertempuran, dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai orang yang kesatria dan pengecut. Ketika seseorang berkedudukan dan menghadapi masalah yang mengharuskan ia tampil, namun karena merasa tidak mampu mengatasi dengan mengambil langkah menghindar. Inilah sikap pengecut yang semestinya ia buang jauh-jauh. Bahkan ada pemimpin yang menjalankan amanah dengan sungguh-sungguh, namun Allah SWT belum berkehendak maka urusannya menjadi gagal. Eloknya ia akui bahwa semua yang telah diupayakan belum mendapat perkenan-Nya dan memohon maaf bukan berkata," Bahwa kegagalan ini bukan karena saya."

Kalau kita simak dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim di atas, jelas Rasulullah SAW telah memberikan teladan dan tinggal mengikutinya. Adapun kesulitan untuk meneladani disebabkan karena pengaruh nafsu yang dominan. Setan memberikan bisikan dan nafsu dalam diri yang menang telah mengeksekusinya. Maka jadilah engkau seorang yang jauh dari sikap kesatria. Kadangkala untuk menutupi ketidak berhasilan tersebut dengan sikap angkuh dan menggunakan kekuasaan. Ingatlah bahwa kekuasaan yang engkau miliki pasti dipertanggung jawabkan (dunia maupun akhirat).

Oleh karena itu, menjadi seorang kesatria hendaknya mempunyai sikap dasar yaitu kejujuran. Saat ini sikap jujur ini langka, karena kedustaan lebih mendominasi yang pada akhirnya hal itu dianggap kebenaran. Seorang pemimpin yang jujur dan amanah membawa warganya menuju ketakwaan, sebaliknya pemimpin yang dusta akan membawa warganya ke dalam kekufuran.

Wahai generasi muda muslim jadilah seorang kesatria yang dihormati oleh kawan maupun lawan karena memiliki kehormatan sejati yang benar-benar murni berasal dari tingkah dan perilakunya sendiri, bukan karena keturunannya, juga bukan karena dia berhasil merebut kekuasaan dari pihak lawan. Semoga Allah SWT membimbing kita dan khususnya para pemimpin untuk bersikap kesatria dan menjauhkan dari sikap pengecut.

-
Aunur Rofiq

Penulis adalah Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)




(kri/kri)

Hide Ads