Jamu Ginggang Ternyata Berawal dari Resep Tabib Kadipaten Pakualaman

Jamu Ginggang Ternyata Berawal dari Resep Tabib Kadipaten Pakualaman

Jihan Nisrina Khairani , Anandio Januar - detikJogja
Kamis, 31 Agu 2023 15:39 WIB
Warung Jamu Ginggang
Warung Jamu Ginggang (Foto: Misericordias Domini & Vattaya Zahra/dok. detikcom)
Jogja -

Warung Jamu Ginggang di Jalan Masjid, Pakualaman, Jogja, ternyata mulanya diinisiasi tabib Kadipaten Pakualaman. Racikan jamu di Ginggang pun masih mempertahankan resep tersebut.

Pemilik Jamu Ginggang saat ini, Yayuk (62), mengaku sebagai generasi kelima dari pihak ibunya. Yayuk menceritakan awal mula Ginggang berawal dari kakek buyutnya Mbah Joyo yang diberi kepercayaan meracik dan meramu dedaunan herbal di kalangan Kadipaten Pakualaman pada 1935 silam.

Mbah Joyo kala itu merupakan abdi dalem di Keraton Pakualaman pada masa Paku Alam VII. Kesuksesan Mbah Joyo dalam menjaga kesehatan keluarga Pakualaman membuatnya menjadi akrab dengan Paku Alam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari situ karena Mbah Joyo sudah dikenal akrab dengan Paku Alam, kemudian sampai diberi nama 'Tan Genggang' karena saking akrabnya, sudah meracik jamu khasiat yang bisa diandalkan," terang Yayuk saat berbincang dengan detikJogja, Rabu (30/8/2023).

Julukan Tan Genggang itulah yang menjadi asal muasal Ginggang. Dalam bahasa Jawa, tan genggang sendiri berarti tidak renggang atau abadi.

ADVERTISEMENT

Hal ini dianggap melambangkan persahabatan antara Mbah Joyo dengan Paku Alam VII. Pada tahun 1950, nama Ginggang dalam menyebut jamu racikan Mbah Joyo dan Mbah Bilowo pun digunakan secara umum.

Jamu Ginggang Pakualaman eksis merawat resep tradisi sejak 1950. Foto diambil Rabu (30/8/2023).Pemilik Jamu Ginggang Pakualaman, Yayuk masih merawat resep leluhurnya sejak 1950. Foto diambil Rabu (30/8/2023). Foto: Anandio Januar/detikJogja

Setelah Mbah Joyo meninggal, posisi tabib di Kadipaten Pakualaman digantikan oleh Mbah Bilowo. Ia juga menemui kesuksesan yang sama seperti Mbah Joyo dalam hal meracik jamu tradisional. Setelah kepergian Mbah Bilowo, Jamu Ginggang mengalami titik balik atau berada di puncaknya ketika diteruskan oleh generasi ketiga, yaitu Mbah Kasidah.

"Jamu Ginggang bisa viral, bisa terkenal itu dari beliau, Mbah Kasidah almarhumah. Merintisnya dari Paku Alam, diizinkan untuk memperkenalkan di lingkungan Pakualaman. Kemudian Mbah Kasidah itu merintisnya dengan jamu gendong, jamu keliling sampai di Beringharjo," ujar ibu dua anak tersebut.

Mbah Kasidah yang kewalahan melayani pembeli, kemudian menetap di depan kios yang saat ini menjadi warung. Lambat laun kios itu pun dibeli pada 1950 dan menjadi Warung Jamu Ginggang sampai saat ini.

Selengkapnya di halaman berikut.

Yayuk mengisahkan mulanya racikan Jamu Ginggang hanya bisa dikonsumsi internal Kadipaten Pakualaman saja. Namun, berkat Mbah Kasidah ramuan jamu itu bisa dinikmati masyarakat dan diwariskan kepada keturunannya.

"Jadi, dari Mbah Kasidah meninggal, diteruskan ke generasi keempat, sekarang hanya ibu saya sendiri. Kemudian, diwariskan ke generasi kelima, cucu-cucunya, sampai sekarang," kata dia.

Hingga saat ini, Jamu Ginggang masih digunakan sebagai jamuan untuk acara-acara di Keraton Pakualaman. Konsistensi rasa dari minuman tradisional yang legendaris ini menjadi daya tarik yang tak dapat dikesampingkan. Tak hanya citarasa yang enak, tapi ada sejarah yang melingkupi setiap tetesnya.

Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar dan Jihan Nisrina Khairani Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 2
(ams/)

Hide Ads